Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Target operasi smelter aluminium Adaro kuartal I 2025.
Adaro memastikan tidak ada kesulitan pendanaan.
Pemerintah menargetkan 53 smelter pada 2024.
JAKARTA – PT Adaro Energy Indonesia Tbk menyatakan pembangunan smelter aluminium di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, berjalan mulus. Perusahaan optimistis fasilitas pengolahan yang dibangun anak usahanya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk, bisa mulai beroperasi pada kuartal pertama 2025.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia, Febriati Nadira, menuturkan proyek ini dalam tahap prakonstruksi. "Beberapa long lead items sudah dipesan dan dibayar," ujarnya kepada Tempo, kemarin. Pembangunan fasilitas jetty—tempat berlabuh kapal—sementara pun sudah selesai didirikan sehingga alat berat dan material bisa masuk ke lokasi untuk pelaksanaan konstruksi.Â
Adaro berencana membangun smelter berkapasitas 1,5 juta ton per tahun. Namun pembangunan fasilitas pengolahan bijih bauksit ini bakal dibangun bertahap. Untuk fase pertama yang ditargetkan mencapai commercial operation date pada kuartal pertama 2025, Adaro hanya membangun pabrik berkapasitas 500 ribu ton per tahun.
Untuk fase kedua, perusahaan akan mendirikan tambahan fasilitas pengolahan dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun. Targetnya, proyek ini selesai pada kuartal keempat 2026. Fase terakhirnya diperkirakan baru rampung pada kuartal keempat 2029.Â
Adaro membangun smelter aluminium ini sebagai langkah penghiliran industri sekaligus untuk mengembangkan bisnis ke energi terbarukan. Pada April 2022, Presiden Direktur Adaro Energy Indonesia, Garibaldi Thohir, menyatakan perusahaan tengah mengembangkan empat pilar bisnis, yaitu batu bara, mineral, energi bersih, dan Adaro Green Industry.
Nantinya, hasil pengolahan bijih bauksit ini bisa menunjang transisi dari energi fosil ke energi terbarukan. Aluminium bisa menjadi bahan baku pendukung untuk proyek-proyek seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan kendaraan listrik. Namun perusahaan menyatakan sumber energi untuk smelter tersebut masih akan bergantung pada batu bara sampai pembangunan fase kedua selesai. Perusahaan bakal mengganti sumber listriknya menjadi tenaga air di fase ketiga proyek tersebut.
Proyek smelter aluminium ini, termasuk dengan pembangunan pembangkit energinya, membutuhkan anggaran hingga US$ 2 miliar. Dalam konferensi pers pada September 2022, perusahaan menyatakan pembiayaan proyek tersebut bakal berasal dari ekuitas dan utang ke perbankan. Porsinya 30-40 persen dari ekuitas dan 60-70 persen dari bank.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo