Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Saham-saham sektor teknologi diperkirakan mulai bangkit seiring dengan proyeksi meredanya kebijakan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, yang akan diikuti bank sentral berbagai negara. Di samping itu, kebijakan efisiensi besar-besaran yang dilakukan perusahaan teknologi dalam beberapa waktu terakhir diprediksi membawa dampak positif bagi keuangan perseroan.
Grafik Indeks Teknologi (IDXTechno) di Bursa Efek Indonesia menunjukkan adanya tren perbaikan sepanjang bulan ini. IDXTechno berada di level 5.539,02 pada penutupan perdagangan kemarin, atau naik 6,99 persen dibanding level 5.178,05 pada 2 Januari lalu. Kendati demikian, dibanding setahun lalu, yang berada di level 7.905,01, selisihnya 29,91 persen.
Direktur Equator Swarna Investama, Hans Kwee, mengatakan tekanan pada sektor teknologi sepanjang tahun lalu terjadi lantaran kebijakan suku bunga tinggi berbagai bank sentral di dunia. Musababnya, perusahaan teknologi, khususnya startup digital, kebanyakan masih menderita kerugian sehingga mereka terus membutuhkan pembiayaan baru. "Ketika tren bunga naik, pembiayaan menjadi mahal," ujar Hans kepada Tempo, kemarin, 24 Januari 2023.
Di sisi lain, kata Hans, kebanyakan perusahaan rintisan teknologi juga memiliki rentang pertumbuhan jangka panjang. Jadi, valuasi mereka pun dihargai untuk jangka panjang. Dengan adanya kenaikan suku bunga, discount rate pun meningkat. Akibatnya, valuasi perusahaan teknologi cenderung turun.
Lantaran situasi itu pulalah perusahaan modal ventura yang sebelumnya cenderung agresif berinvestasi mulai meminta perusahaan-perusahaan teknologi mengubah proses bisnisnya agar lebih menguntungkan. Hans menilai hal tersebut wajar lantaran pada saat yang sama ongkos pembiayaan ikut naik. Modal ventura pun kini cenderung selektif menggelontorkan pembiayaan lantaran banyaknya kegagalan investasi dalam beberapa waktu terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nah, bercampurnya faktor ini menyebabkan perusahaan teknologi memasuki periode winter," ujar Hans. Seiring dengan keringnya modal untuk perusahaan teknologi itu, ia melihat para pelaku industri startup ini mulai mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan efisiensi, dari mengurangi promo, menambah biaya yang dikenakan kepada pengguna, hingga mengurangi jumlah pegawai.
Kendati tren efisiensi ini menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja di industri startup, Hans melihat langkah ini cenderung positif terhadap neraca keuangan perseroan. Dengan begitu, dalam beberapa tahun ke depan, sejumlah perusahaan teknologi yang belum pernah untung pun akan mulai mendulang cuan.
Saham Bukalapak dan GoTo Menguat
Kondisi tersebut, menurut Hans, memberikan angin segar bagi investor. Buktinya, beberapa perusahaan teknologi yang menjadi sorotan, seperti Bukalapak dan GoTo, mulai mengalami pemulihan nilai saham. Grup Gojek-Tokopedia itu, yang sebelumnya pernah menyentuh harga saham Rp 81 per lembar, pada perdagangan kemarin terpantau di level Rp 119 per lembar saham. Sementara itu, Bukalapak, yang pernah menyentuh kisaran Rp 254 per lembar, kemarin ditutup di level 278.
Hans mengatakan pemulihan kinerja saham perusahaan teknologi itu akan berlangsung perlahan seiring dengan tren kenaikan suku bunga The Fed yang segera berakhir. Pasar, kata dia, berekspektasi bahwa kenaikan suku bunga bank sentral AS itu hanya menyisakan 25-50 basis point. Setelah itu, The Fed diperkirakan menahan suku bunganya, atau bahkan menurunkannya lagi. Segera setelah itu terjadi, bank sentral lain—termasuk Bank Indonesia—juga akan mengikuti langkah tersebut.
Dengan situasi tersebut, saham-saham teknologi diperkirakan semakin positif pada semester II 2023. "Sentimen mulai terasa dari sekarang. Pasar cukup positif sekarang karena mengantisipasi kenaikan suku bunga mencapai puncaknya. Kinerja saham perusahaan teknologi akan membaik pada tahun ini," tutur Hans.
Sependapat dengan Hans, analis investasi dari Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian, mengatakan saham sektor teknologi akan bagus jika sentimen kenaikan suku bunga yang agresif mereda. "Seperti saat ini, sentimennya sangat mendukung, di mana BI dan The Fed diproyeksikan akan melunak dalam menaikkan suku bunga. Selain itu, tren perlambatan inflasi dan ekonomi bisa mendukung sentimen dovish The Fed," ujarnya.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji, pun mengatakan pergerakan pasar sektor teknologi semakin kondusif setelah kinerja laporan keuangan perusahaan teknologi global mulai membaik. Di sisi makro pun, laju inflasi di Negeri Abang Sam mulai mereda sehingga kekhawatiran investor akan kenaikan suku bunga The Fed mulai berkurang. Dengan demikian, mereka mulai memindahkan kembali uangnya dari aset-aset aman ke aset-aset yang lebih berisiko tapi lebih menguntungkan.
Pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 24 Januari 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Melihat IDXtechno pun terlihat selama dua pekan mulai ada apresiasi. Otomatis ada rebound dari emiten berbasis teknologi yang sebelumnya turun," ujar Nafan. Situasi pasar yang semakin kondusif itu diharapkan mendorong investor mulai kembali mencermati sektor teknologi. Kendati untuk saat ini perusahaan teknologi masih belum mencetak untung, dalam jangka panjang sektor ini cukup prospektif. Karena itu, ia memperkirakan musim dingin perusahaan teknologi bisa segera mereda.
Situasi lain yang menjadi sentimen positif bagi sektor teknologi adalah kondisi perekonomian global yang diperkirakan tidak seburuk proyeksi-proyeksi sebelumnya. Dengan pengetatan likuiditas The Fed yang mulai mereda dan dibukanya kembali perekonomian Cina, investor diperkirakan semakin optimistis ke depannya.
"Yang masih menjadi catatan agak kelabu adalah perang Rusia dan Ukraina yang belum selesai," tutur Nafan. Ia mengatakan, apabila upaya diplomasi membuahkan hasil, pertumbuhan ekonomi global ke depan akan lebih terjamin.
Adapun Kepala Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menduga pendanaan sektor teknologi pada tahun ini masih kering lantaran investor masih melihat adanya potensi badai atau tekanan di sektor ini. "Tapi saya rasa masih bisa menjadi positif karena dapat menjadi bisnis masa depan. Teknologi masih bisa berkembang," ujar dia.
Sedangkan Direktur Center of Economics and Law Studies, Bhima Yudhistira, mengatakan investor masih akan melihat perkembangan sektor teknologi ke depan. Musababnya, di pasar global pun nilai saham-saham teknologi masih cenderung di bawah harga setahun lalu. Ia mengatakan para pemodal cenderung ragu-ragu membeli saham teknologi karena risikonya tinggi dan belum tentu menghasilkan untung. Kondisi tersebut juga berlaku untuk perusahaan-perusahaan yang baru akan melantai atau melakukan IPO di pasar modal. "Untuk yang akan melantai di bursa pun sebagian investor cenderung skeptis karena belajar dari beberapa startup yang sudah IPO, tapi kenaikan harga cenderung rendah," ujar dia.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo