Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kenaikan harga tiket pesawat tak serta-merta akan meningkatkan pendapatan maskapai penerbangan.
Maskapai penerbangan terbebani biaya avtur yang tarif per liternya naik 50 persen sejak awal tahun.
Kenaikan harga tiket pesawat juga bakal terjadi pada segmen penerbangan berbiaya murah.
JAKARTA — Kenaikan harga tiket pesawat dan jumlah penumpang pada masa arus mudik Lebaran mendatang tak serta-merta akan mengerek pendapatan maskapai penerbangan. Pasalnya, menurut Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Indonesia (INACA), Bayu Sutanto, tingkat keterisian pesawat hanya terjadi satu arah menuju kota tujuan mudik. "Saat kembali dari kota tujuan mudik biasanya kosong," kata dia kepada Tempo, kemarin, 10 April.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harga tiket pesawat, menurut Bayu, memang selalu merapat ke batas atas termahal saat permintaan meningkat drastis. “Setiap peak season seperti mudik, harga cenderung naik. Pengaruh supply and demand,” ujar dia. Namun Bayu tak ingin berspekulasi ihwal besaran kenaikan tarif pesawat pada masa mudik Lebaran kali ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak sebelum pandemi, batas atas dan batas bawah harga tiket pesawat masih didasari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Kenaikan harga tiket pesawat pun dinilai bakal terjadi pada penerbangan berbiaya murah (low-cost carrier/LCC). Konsultan sekaligus pengamat penerbangan dari CommunicAvia, Gerry Soejatman, menilai maskapai penyedia penerbangan LCC bisa mematok tarif tinggi karena desakan biaya operasi. “Saat ini harga tiket sudah terpengaruh lonjakan harga avtur sejak masa sepi, apalagi ketika mudik.”
Pesawat Garuda Indonesia saat pengisian bahan bakar minyak avtur di Bandara Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Dok.TEMPO/Rully Kesuma
Ongkos bahan bakar pesawat terbang ikut melambung bersama harga acuan minyak dunia yang sempat menyundul US$ 110 per barel, atau yang tertinggi selama sedekade terakhir. Sama halnya dengan harga bahan bakar kendaraan bermotor dan elpiji, harga rata-rata avtur terus melonjak akibat perang Rusia versus Ukraina.
Gerry menuturkan, porsi biaya bahan bakar masih berkisar 60 persen dari total kebutuhan operasi maskapai penerbangan. “Kalau harga avtur naik 20 persen saja, biaya per kursi per kilometer bisa naik 5-12 persen.”
Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia, Alvin Lie, pun khawatir harga tiket akan semakin mahal karena avtur. Sebab, saat ini tarif per liternya sudah meningkat 50 persen sejak awal tahun. Di sisi lain, potensi permintaan justru bisa melampaui masa sebelum pandemi. "Pada 2018-2019 hampir 7 juta penumpang. Setelah dua tahun tidak bisa mudik, ada kemungkinan jumlahnya menjadi 9-10 juta penumpang.”
Peneliti badan usaha milik negara dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan maskapai semakin leluasa mematok harga saat masa padat penumpang. Terlebih, regulasi perjalanan sudah jauh lebih longgar dibanding dua tahun terakhir.
“Saat euforia tinggi, penumpang pesawat tidak punya daya tawar lagi soal harga,” ucap Toto. Sebagai gantinya, dia menyambung, penumpang akan menuntut layanan prima sebagai kompensasi. “Karena itu, maskapai harus mengurangi komplain dari konsumen dan mengusahakan agar penerbangan mereka tepat waktu.”
Pesawat maskapai Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai arus penumpang terbagi ke berbagai segmen maskapai. Penumpang berpendapatan menengah ke atas tak keberatan dengan harga tinggi tiket penerbangan layanan penuh (full service), contohya pada layanan Garuda Indonesia.
Adapun mereka yang mencari harga terjangkau akan berebut di segmen LCC. “Kelompok menengah akan memilih kelas yang lebih murah,” ucap Rendy. “Kalau persentase harga tetap tinggi, sebagian akan mempertimbangkan pindah ke moda transportasi mudik lain.”
Dari sisi maskapai, upaya untuk menarik minat calon penumpang dilakukan dengan memberikan diskon. Garuda Indonesia, misalnya, yang melakukan banting harga untuk beberapa rute khusus. Perusahaan menggelar obral tiket bertajuk Garuda Online Travel Fair, yang berlangsung selama tujuh hari, pada awal Ramadan. Diskon terbesar yang ditawarkan mencapai 70 persen.
Vice President Corporate and Channel Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Arsena Permasadhi, memprediksi, pada masa arus mudik Lebaran kali ini, penjualan tiket maskapainya akan tumbuh 40 persen ketimbang periode penjualan sebelumnya. “Menjadi suatu blessing karena, sejak awal Maret, ada relaksasi perjalanan, baik untuk domestik maupun internasional,” ujarnya.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim, meminta kenaikan tarif penerbangan tetap disesuaikan dengan daya beli konsumen domestik. “Memang (masa arus mudik Lebaran) menjadi momentum maskapai. Tapi ingat, konsumen tetap menginginkan harga yang terjangkau.”
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
Baca Juga:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo