Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Tingkat inflasi dilaporkan turun dari 5,71 persen pada Oktober menjadi 5,42 persen (year on year) pada November. Komoditas pangan seperti beras dan telur ayam ras masih menjadi kontributor inflasi. Penyumbang inflasi lainnya ialah rokok, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, serta tarif angkutan dalam kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kontribusi terbesar datang dari kelompok transportasi, yaitu 15,45 persen, dengan andil terhadap inflasi sebesar 1,86 persen," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Setianto, dalam konferensi pers kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski inflasi menurun, indeks harga konsumen (IHK) tahunan dilaporkan naik dari 107,05 pada November tahun lalu menjadi 112,85 pada November tahun ini. Adapun, secara bulanan, tingkat inflasi pada bulan lalu tercatat 0,09 persen. BPS melaporkan komoditas penyumbang inflasi bulanan adalah beras, telur ayam ras, tempe, tahu mentah, tomat, emas perhiasan, rokok kretek filter, dan sektor jasa.
Praktisi perbankan dan pemerhati ekonomi, Chandra Bagus Sulistyo, menilai angka inflasi bulanan yang sebesar 0,09 persen masih tergolong wajar. Hal ini, kata dia, terjadi karena adanya penyesuaian harga sejumlah komoditas terhadap kenaikan harga BBM serta penyesuaian harga di setiap indikator.
Namun Chandra juga berpendapat bahwa pemerintah perlu waspada saat libur Natal dan tahun baru. Tingginya permintaan barang pada akhir tahun bisa berdampak cukup besar terhadap inflasi. "Kebutuhan bahan pokok menjadi lebih banyak dan meningkat sehingga mendorong kenaikan inflasi. Seharusnya pemerintah menyediakan kebutuhan pangan pokok sehingga inflasi bisa terkendali dengan baik.”
Perdagangan emas di Cikini, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Penurunan tingkat inflasi tahunan per November membuat tingkat inflasi pada akhir tahun diproyeksi berada di kisaran 6 persen. Namun angka tersebut masih jauh di atas target awal Bank Indonesia, yakni maksimum 4 persen. “Dengan demikian, pemerintah tetap perlu waspada terhadap tekanan inflasi hingga akhir tahun ini, terutama dampak libur Natal dan tahun baru,” ujar Direktur Indonesia Development and Islamic Studies, Yusuf Wibisono.
Yusuf mengatakan, secara musiman, inflasi pada Desember selalu tinggi. Hal itu lantaran momentum Natal, tahun baru, dan libur sekolah kerap membuat konsumsi masyarakat meningkat pesat. Sektor makanan dan minuman serta transportasi dan akomodasi berpotensi menyumbang inflasi signifikan pada Desember.
Selain perlu mewaspadai tekanan inflasi pada akhir tahun, Yusuf menyebutkan ancaman besar lainnya adalah imported inflation yang disertai depresiasi nilai tukar rupiah. Upaya keras menjaga depresiasi nilai tukar itu terlihat dari kebijakan Bank Indonesia yang terus menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis point dalam tiga bulan terakhir.
Jika kebijakan ini terus berlanjut, kata Yusuf, dampaknya akan kontraproduktif dengan target pemulihan sektor riil serta berpotensi mendorong inflasi akibat kenaikan harga barang, seiring dengan peningkatan biaya produksi dan tingginya biaya pinjaman. Dia menyarankan agar pemerintah menjaga nilai tukar dengan cara lain. “Upaya menjaga depresiasi rupiah ke depan sebaiknya dengan upaya memulangkan devisa hasil ekspor dan menukarkannya ke rupiah, bukan dengan menaikkan suku bunga.”
Sependapat dengan Yusuf, ekonom dari Center of Economic and Law Studies, Muhammad Andri Perdana, menuturkan terdapat faktor yang bisa menyulitkan pemerintah mencapai inflasi maksimum 4 persen, sesuai dengan target awal dari BI. “Terutama pada harga impor bahan pangan, pupuk, minyak dunia, dan kurs rupiah."
ANNISA NURUL AMARA (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo