Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jokowi meminta Zulkifli Hasan merealisasi transisi minyak goreng curah menjadi kemasan.
Luhut berharap harga minyak goreng kemasan sederhana bisa menjadi Rp 14 ribu per liter.
BPKN meminta penghapusan minyak goreng curah segera direalisasi.
JAKARTA – Tak berselang lama setelah dilantik menjadi Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan langsung meluncur dari Istana Kepresidenan menuju kantor anyarnya di bilangan Gambir, Jakarta Pusat, kemarin. Setelah serah-terima jabatan dengan menteri sebelumnya, Muhammad Lutfi, Zulkifli pun langsung bersiap rapat bersama jajarannya. Salah satu hal yang dibahas adalah persoalan minyak goreng.
Menjabat pada paruh akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, Zulkifli merasa waktu yang dimilikinya untuk menyelesaikan berbagai tugas tidak banyak. Salah satu persoalan yang langsung muncul di hadapannya adalah perkara minyak goreng. Ia mengatakan hal itu menjadi salah satu pekerjaan rumah yang diberikan Jokowi untuk diselesaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami memang mesti bekerja cepat. Kalau kita bersama-sama, persoalan minyak goreng yang lama enggak selesai itu, saya kira, mudah-mudahan dengan cepat kami selesaikan ketersediaannya dan harganya terjangkau,” ujar Zulkifli di kantornya.
Secara spesifik, Zulkifli membenarkan bahwa Presiden memintanya merealisasi transisi minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan sederhana, dengan menjaga harga tetap Rp 14 ribu per liter. Tanpa menyebutkan secara rinci, Zulkifli mengatakan telah memikirkan beberapa formula untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Ide itu didapat setelah berdiskusi dengan sejumlah pelaku usaha dan industri minyak goreng sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, 15 Juni 2022. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
“Minyak goreng curah dan kemasan bedanya kan hanya sekitar Rp 500, Rp 1.000 kalau kemasannya bagus. Itu masalahnya, akan kami selesaikan,” ujar Zulkifli.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, minyak goreng curah di pasar tradisional dibanderol rata-rata seharga Rp 18.100 per kilogram. Sedangkan harga minyak goreng kemasan bermerek Rp 25.200-26.300 per kilogram.
Pemerintah sedianya berencana melarang peredaran minyak goreng curah mulai awal tahun ini. Wacana itu sudah bolak-balik disampaikan pada akhir tahun lalu. Namun, lantaran harga minyak goreng terus terkerek akibat fenomena supercycle komoditas, pemerintah pun membatalkan rencana tersebut.
“Untuk memberikan kemudahan dan kesempatan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam menjalankan usahanya, khususnya kemudahan mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau, dengan ini pemerintah melakukan pencabutan atau pembatalan kewajiban atau pelarangan minyak goreng curah untuk diedarkan,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, secara virtual, 10 Desember 2021.
Rencana tersebut kembali mencuat setelah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan diminta menangani persoalan minyak goreng curah baru-baru ini. Dia mengatakan transisi penghapusan minyak goreng curah itu akan dilakukan bertahap.
Alasan Minyak Goreng Curah Harus Dihapus
Selain karena minyak goreng curah dianggap kurang higienis, Luhut mengatakan perubahan itu harus dilakukan karena kini tinggal dua negara yang menggunakan minyak goreng curah: Indonesia dan Bangladesh. Ia pun melihat masyarakat, khususnya di Jakarta, cenderung tidak lagi suka menggunakan minyak goreng curah.
“Kau mau terus-menerus begitu? Kita mau (minyak goreng) curah ini jadi kemasan bertahap, ya, jadi kemasan sederhana. Kan jadi bagus,” ujar Luhut. Meskipun minyak goreng kemasan sederhana secara kualitas lebih baik, ia berharap harganya tetap bisa dijaga di kisaran Rp 14 ribu per liter. Hal tersebut, menurut dia, bisa dicapai apabila pasokannya cukup.
Rencana Luhut itu disambut baik Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim. Ia merasa kebijakan itu harus bisa segera direalisasi, mengingat Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia. Dengan demikian, semestinya minyak goreng kemasan sederhana bisa diperoleh masyarakat dengan harga yang ekonomis.
“Seharusnya tidak perlu dengan curah. Kita bisa buat kemasan sederhana, dari higienis tercapai dan kelayakan untuk masyarakat juga tercapai agar lebih bermartabat. Jadi, harapannya ini segera direalisasi,” ujar Rizal.
Pedagang melayani pembeli di gerai minyak goreng curah di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, 7 Juni 2022. TEMPO/Prima Mulia
Rencana Penghapusan Minyak Goreng Curah sejak Era SBY
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni), Sahat Sinaga, mengatakan wacana penghapusan minyak goreng curah sebenarnya berembus sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya kala pos Menteri Perdagangan dijabat Mari Elka Pangestu. Delapan menteri berselang, rencana tersebut tak kunjung terealisasi.
Belakangan, menurut Sahat, pemerintah mulai melirik lagi gagasan ini lantaran telah melihat hitung-hitungan dan perbandingan keekonomisan antara minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana.
Berdasarkan hitungannya, biaya tambahan untuk minyak goreng curah sampai di pasar bisa mencapai Rp 1.959-2.000 per liter. Angka tersebut menghitung potensi hilang di jalan sebesar 7 persen, biaya tenaga kerja, serta plastik. “Belum lagi ribetnya. Sampai ke pasar ada preman lagi, harus bayar. Makanya, harganya tidak bisa Rp 14 ribu per liter,” ujar Sahat.
Adapun biaya untuk kemasan sederhana sekitar Rp 1.230 per kemasan, sudah dengan kardusnya. “Kalau dibandingkan, kan mending pilih kemasan. Makanya, Pak Luhut bilang segera karena ekonomis.”
Masalahnya, untuk bisa merealisasi transisi minyak goreng curah menjadi kemasan sederhana dengan harga tetap Rp 14 ribu per liter, Sahat menilai harus ada cara atau strategi yang dipikirkan pemerintah. Musababnya, dengan pergerakan harga sawit di pasar global saat ini, ia memperkirakan harga minyak sawit mentah atau CPO sebesar Rp 15-16 ribu per liter di dalam negeri, alias memiliki selisih dari rencana harga minyak goreng yang direncanakan Rp 14 ribu. Karena itu, harga Rp 14 ribu dianggap hanya bisa dicapai apabila 85 persen alur produk dikerjakan badan usaha milik negara dan didistribusikan oleh Perum Bulog.
Sahat mengimbuhkan, pemerintah bisa menetapkan merek untuk minyak goreng kemasan sederhana yang digarap perusahaan pelat merah tersebut, misalnya Minyak Goreng Merah Putih. Dengan demikian, pengawasan peredarannya pun lebih mudah. “Jadi, harga minyak kemasan bisa Rp 14 ribu, tapi yang penting caranya. Kan cuma Rp 1.200 itu modalnya,” ujar Sahat. Untuk semakin menekan harga, ia mengatakan, pemerintah juga bisa membebaskan pajak pertambahan nilai untuk produk ini pada masa promosi, misalnya setahun. Jadi, transisi itu bisa tercapai.
Untuk memastikan berbagai skema itu berjalan, Sahat mengusulkan pembentukan Badan Pengembangan Industri Sawit Nasional yang diisi berbagai pemangku kepentingan industri sawit. Dengan demikian, berbagai tindakan dapat diambil oleh lembaga ini apabila terjadi gejolak pada komoditas tersebut. “Tidak perlu sibuk seperti sekarang,” tuturnya. Ia mengatakan industri akan terus mendukung upaya pemerintah untuk
memberikan minyak goreng dengan harga terjangkau kepada masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengatakan pemerintah perlu mengkaji matang rencana tersebut. Pasalnya, minyak goreng curah selama ini kerap menjadi tumpuan para pelaku usaha mikro dan ultramikro. Ia khawatir penghapusan minyak goreng curah akan membuat harga komoditas itu melambung dan tidak stabil di pasar.
“Kalaupun jadi menghapus minyak goreng curah dan diganti kemasan sederhana, pemerintah harus tegas soal penetapan harga. Apalagi pemerintah juga berencana menaikkan tarif listrik golongan di atas 3.000 VA,” kata dia.
Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan pemerintah harus menjamin harga minyak goreng kemasan sederhana bisa terjangkau oleh masyarakat apabila hendak menghapus minyak goreng curah. “Karena masalah yang dihadapi belakangan ini kan soal harga, sehingga masyarakat kelas bawah jadi mengakses migor curah,” kata Faisal.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo