Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Saat Modal Negara Jadi Tumpuan

Kementerian BUMN berkilah suntikan PMN masih lebih rendah dari setoran perusahaan pelat merah untuk negara. Ketepatan penyaluran PMN disoroti.

17 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian BUMN memastikan penyaluran PMN dilakukan secara tepat.

  • Suntikan PMN pada periode 2010-2021 tercatat sebesar Rp 147 triliun.

  • Penyaluran PMN untuk Garuda Indonesia masih akan menunggu hasil penilaian pemerintah.

JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan penyertaan modal negara untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 sebesar Rp 73,26 triliun. Jumlah ini terdiri atas Rp 69,82 triliun PMN tunai dan Rp 3,44 triliun PMN nontunai. Jika disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, PMN tersebut akan digelontorkan ke sepuluh badan usaha milik negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Porsi terbesar (usulan PMN) untuk penyelesaian pembangunan jalan tol Sumatera. Dana yang diperlukan sekitar Rp 30 triliun,” kata Menteri BUMN Erick Thohir di Kompleks Parlemen, pekan lalu. Menurut dia, proses pengajuan PMN ini dilakukan berdasarkan kesepakatan sejumlah kementerian, yakni Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan kementerian teknis lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Erick juga memastikan pemerintah tidak akan memberikan PMN secara sembarangan. Menurut dia, PMN tidak akan dikucurkan kepada BUMN yang tidak sehat, tidak kuat secara korporasi, dan tidak bermanfaat bagi masyarakat. “Sayang uang negara harus dihambur-hamburkan. Karena itu, kami memastikan PMN tepat sasaran.”

Pengajuan PMN untuk RAPBN tahun depan ini menjadi rekor usulan terbesar, setidaknya sejak 2017. Pada 2021, Kementerian BUMN mengajukan PMN sebesar Rp 71,2 triliun untuk belasan perusahaan pelat merah yang disalurkan ke sembilan BUMN. Adapun pada tahun ini, realisasi penyaluran PMN mencapai Rp 38,5 triliun untuk tujuh BUMN.

Menteri BUMN Erick Thohir mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 7 Juni 2022. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Nilai Setoran BUMN Lebih Besar dari PMN

Sebelumnya, Kementerian BUMN mengklaim jumlah pengajuan dan realisasi PMN tak sebanding dengan pendapatan negara lewat pajak, dividen, dan pendapatan negara bukan pajak dari perusahaan-perusahaan negara. Pada periode 2011-2020 saja, menurut Erick, setoran BUMN kepada negara dari tiga sumber tadi mencapai Rp 3.295 triliun. Sedangkan, pada periode yang sama, suntikan PMN hanya sebesar Rp 147 triliun.

Sementara itu, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, penyaluran penyertaan modal negara pada periode 2005-2021 telah mencapai Rp 369,17 triliun. Peningkatan signifikan suntikan PMN kepada BUMN dan lembaga negara, menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Adinugroho Dwiutomo, terjadi sejak 2015. “Untuk mendukung program Nawacita,” kata dia, seperti dikutip Antara, Selasa lalu.

Dari total dana yang dikucurkan, mayoritas atau sekitar Rp 350 triliun diberikan kepada BUMN dalam bentuk dana segar. Sisanya, Rp 19 triliun, disalurkan berupa PMN nontunai. Jika dilihat dari sisi pemanfaatan, porsi terbesar PMN atau sekitar Rp 354 triliun digunakan untuk pembiayaan ekspor, kredit mikro, kedaulatan pangan, infrastruktur dan konektivitas, energi, perumahan, peningkatan industri strategis, serta penguatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Hanya sebagian kecil PMN yang dimanfaatkan untuk pendirian BUMN (Rp 3 triliun), penjaminan infrastruktur (Rp 2 triliun), dan pembiayaan perumahan (Rp 1 triliun). Sedangkan pemanfaatan PMN untuk restrukturisasi BUMN secara total mencapai Rp 12,7 triliun. Jumlah tersebut dibagikan kepada PT Dirgantara Indonesia (Rp 3,99 triliun), PT Merpati Nusantara (Rp 1,09 triliun), PT Geo Dipa Energi (Rp 0,44 triliun), PT Kertas Kraft Aceh (Rp 0,3 triliun), dan PT Kertas Leces (Rp 0,27 triliun).

Toh, upaya restrukturisasi sejumlah BUMN itu pun tak semuanya berhasil. Pada tahun ini, Kementerian BUMN melikuidasi Merpati, Kertas Kraft Aceh, dan Kertas Leces. Presiden Joko Widodo pun sempat mengkritik pemberian PMN kepada sejumlah BUMN sakit. Pada Oktober 2021, Presiden menyentil BUMN yang kondisi keuangannya memprihatinkan tapi berkali-kali mendapat suntikan modal negara. “Sakit tambahi PMN. Sakit, suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali,” ujar Jokowi.

Kontroversi Penyaluran PMN untuk BUMN

Penyaluran modal pemerintah ke perusahaan pelat merah juga beberapa kali menuai kontroversi. Pada bulan yang sama, saat mengkritik pemberian PMN kepada BUMN sakit, Presiden Joko Widodo juga meneken Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021. Aturan ini membuka pintu pendanaan negara untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Padahal, pada 2015, saat mencanangkan proyek ini, Jokowi membuat aturan yang menyatakan proyek tersebut tak menggunakan dana APBN dan tidak mendapat jaminan pemerintah.

Akibat adanya aturan baru, pembiayaan proyek sepur kilat oleh negara pun dimungkinkan melalui dua bentuk, yakni penyertaan modal negara kepada konsorsium BUMN penggarap proyek. PMN dapat diberikan untuk memenuhi kewajiban perusahaan patungan akibat kenaikan biaya proyek. Pembiayaan kedua adalah dalam bentuk penjaminan APBN terhadap kewajiban pimpinan konsorsium BUMN. Penjaminan diberikan bila konsorsium butuh pinjaman untuk menambah modal akibat pembengkakan biaya.

PT Kereta Api Indonesia, selaku pemimpin konsorsium BUMN dalam proyek kereta cepat, pun pada 2021 mendapat kucuran PMN sebesar Rp 6,9 triliun. Dana tersebut digunakan untuk membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) pada proyek kereta ringan Jabodebek sebesar Rp 2,6 triliun dan pemenuhan modal dasar proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sebesar Rp 4,3 triliun.

Pada tahun ini, KAI kembali mengajukan PMN sebesar Rp 4,1 triliun untuk mendanai pembengkakan biaya proyek kereta cepat. PMN yang diajukan KAI tersebut sebetulnya masuk dalam Rancangan APBN 2023, tapi diajukan untuk cair tahun ini. "Jika tidak terdapat kepastian dalam hal pendanaan cost overrun, proses pembangunan dapat kembali mengalami perlambatan atau terhenti," kata Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, kemarin.

Sorotan juga datang ketika maskapai pelat merah, Garuda Indonesia, mengajukan PMN sebesar Rp 7,5 triliun pada tahun ini. Seperti diketahui, saat ini Garuda tengah terlilit utang dan dalam proses pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang. Pengajuan PMN ini disetujui Panitia Kerja Penyelamatan Garuda Indonesia Komisi VI DPR pada April lalu.

Waktu itu, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, memastikan PMN yang diterima tidak akan digunakan untuk membayar utang. “Tidak ada untuk itu,” kata Irfan. Ia menyatakan PMN akan dipakai untuk membiayai operasional perusahaan, seperti mengaktifkan kembali armada pesawat yang dikandangkan.

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pencairan PMN untuk Garuda, meski telah disetujui panitia kerja di DPR, masih akan menunggu penilaian pemerintah terhadap kemampuan Garuda Indonesia melakukan restrukturisasi. “Nanti kami koordinasi dengan Kementerian BUMN,” kata Sri Mulyani, awal Juni lalu.

Pesawat Garuda dalam perawatan di Garuda Maintenance Facilities (GMF), Cengkareng, Tangerang. TEMPO/Tony Hartawan

Ketepatan Penyaluran PMN Disoroti

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, melihat penyaluran PMN memang kerap menjadi sorotan, tapi tetap diperlukan. Musababnya, BUMN di Indonesia tidak sepenuhnya bersifat bisnis dan bertujuan mencari keuntungan. Banyak perusahaan pelat merah kini justru mengemban tugas melaksanakan program-program pemerintah yang membebani keuangan BUMN.

"Dengan latar belakang itu, pemerintah sering kali harus menambah modal ke BUMN agar program-program yang diemban bisa berjalan baik dan tidak membuat BUMN mengalami kesulitan keuangan," kata Piter.

Di sisi lain, ia memaklumi bahwa suntikan PMN itu tidak bisa langsung memberikan keuntungan atau penerimaan bagi pemerintah. Pasalnya, banyak program pemerintah yang bersifat jangka panjang, misalnya pembangunan infrastruktur. "Yang paling penting adalah pengawasannya agar PMN benar-benar dipergunakan sesuai dengan tujuan."

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengingatkan agar PMN tidak lagi diberikan kepada BUMN yang tidak sehat. Misalnya, karena kesalahan manajemen, salah strategi, ataupun penugasan yang tidak pada tempatnya. Ia menekankan perlunya korelasi antara suntikan PMN dan output perbaikan kinerja yang signifikan. "Tanpa kejelasan output, maka PMN bisa dikatakan mubazir karena masih banyak pos APBN yang butuh anggaran negara," ujarnya.

PRAGA UTAMA | CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY | RIANI SANUSI | ANT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus