Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sistem Baru Pengawas DMO Batu Bara

Kenaikan harga batu bara dunia meningkatkan peluang pelanggaran terhadap aturan DMO. Pemerintah diminta mengoptimalkan Simbara untuk memantau ekspor dan memastikan pemenuhan DMO batu bara.

9 Maret 2022 | 00.00 WIB

Aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga KCN Marunda, Jakarta, 5 Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga KCN Marunda, Jakarta, 5 Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Harga batu bara dunia sudah di atas US$ 400 per ton, jauh di atas harga DMO.

  • Data ekspor batu bara tercerai-berai di banyak instansi sehingga pengawasannya tak maksimal.

  • Banyak perusahaan yang memilih membayar denda ketimbang memenuhi DMO batu bara.

JAKARTA – Meroketnya harga batu bara dunia membawa berkah sekaligus potensi persoalan bagi Indonesia. Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan, di satu sisi, kenaikan harga batu bara mengerek penerimaan bagi negara. Di sisi lain, kata dia, potensi ketidakpatuhan pengusaha dalam memenuhi aturan wajib pasok kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO batu bara) semakin tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Karena itu, kata Fahmy, pemerintah harus mengoptimalkan Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara) antar-kementerian/lembaga untuk menegakkan aturan tersebut. Pemerintah mengklaim Simbara sebagai sistem yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. "Sistem itu bisa menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Yang terpenting adalah keberanian pemerintah mengambil tindakan. Tanpa itu, ya, tidak ada gunanya," kata dia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pemerintah meluncurkan Simbara, yang mengintegrasikan data produksi, stok, hingga ekspor mineral dan batu bara dari hulu hingga hilir. Sistem ini meliputi data perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), ekspor, pengangkutan/pengapalan, serta devisa hasil ekspor.

Menurut Fahmy, sistem ini seharusnya bisa mendukung pemerintah memperketat pengawasan DMO batu bara. Karena itu, dia meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menjatuhkan sanksi kepada pengusaha yang melanggar. "Sanksi itu bisa berupa larangan ekspor, larangan produksi, dan pencabutan izin usaha," ujar dia.

Fahmy mengatakan dugaan pelanggaran aturan DMO muncul setelah terjadi krisis batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) pada awal tahun ini. Kala itu, pasokan batu bara untuk PLN dan pemasok listrik swasta atau independent power producer (IPP) seret lantaran banyak perusahaan yang belum memenuhi kewajiban DMO.

Bongkar-muat batu bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, 3 Februari 2022. ANTARA/M. Risyal Hidayat

Bersamaan dengan krisis itu, harga batu bara dunia sebesar US$ 100-105 per metrik ton. Dalam ketentuan DMO, pengusaha wajib menjual 25 persen produksi batu bara kepada PLN dengan harga US$ 70 per metrik ton. Angka itu jauh di bawah harga batu bara acuan (HBA) Maret 2022 yang sebesar US$ 203,69 per ton.

Demikian pula dengan harga batu bara di pasar ICE Newcastle Australia yang mencapai US$ 405 per metrik ton untuk kontrak pengiriman Maret 2022. "Siapa yang tidak tergoda. Kalau pengusaha serakah lalu mengabaikan DMO, krisis batu bara di PLN pasti akan kembali terulang," kata Fahmy.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, yakin Simbara bisa menjadi instrumen pengawasan kepatuhan DMO yang efektif. Bahkan, kata Arifin, sistem ini bisa menertibkan perdagangan mineral dan batu bara ilegal. "Baik oleh produsen maupun pedagang perantara yang dapat mengakibatkan kebocoran penerimaan negara," ujar dia.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan selama ini pemerintah belum bisa memaksimalkan pendataan untuk memantau ekspor batu bara karena basis datanya tercerai-berai di banyak instansi. Dampaknya, kata dia, banyak pengusaha yang menunda-nunda pemenuhan DMO. Bahkan tahun lalu Mamit melihat pengusaha lebih memilih membayar denda ketimbang menjual batu bara kepada PLN. "Karena masih ada selisih keuntungan."

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan, sejak awal, para anggotanya berkomitmen memenuhi DMO meski selisih harga pasar dan harga beli PLN sangat tinggi. "Kami cukup lega mendengar pernyataan PLN beberapa waktu lalu bahwa pasokan batu bara masih dalam level aman untuk 15 hari operasi," ujar dia.

Kepala Komunikasi Korporat PT Indika Energy Tbk, Ricky Fernando, juga mengatakan pemenuhan DMO batu bara menjadi prioritas perusahaannya. "Kami selalu melebihi kuota yang ditentukan pemerintah," ujar dia. Januari lalu, kata Ricky, Indika mengalokasikan 55 persen atau 1,1 juta dari 2 juta ton produksi anak usahanya, PT Kideco Jaya Agung, untuk DMO.  

CAESAR AKBAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus