Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dua pendukung Prabowo-Gibran ditunjuk menjadi komisaris BUMN.
Hanya 17,63 persen komisaris yang berasal dari kalangan profesional.
Penunjukan komisaris BUMN tidak mengikuti ketentuan seperti penunjukan direksi.
JAKARTA - Belum lagi selesai rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilihan Umum 2024, bagi-bagi jatah untuk pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah dimulai. Dua orang yang berkaitan dengan pasangan itu ditunjuk menjadi komisaris BUMN (badan usaha milik negara).
Siti Zahra Aghnia, istri Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda Prabowo-Gibran, Muhammad Arief Rosyid Hasan, diangkat menjadi komisaris PT Pertamina Patra Niaga. Selanjutnya, Prabu Revolusi, yang ikut mendukung pasangan nomor urut 2 itu, ditunjuk menjadi komisaris PT Kilang Pertamina Internasional.
Kementerian BUMN belum mengeluarkan pernyataan mengenai penunjukan dua orang tersebut. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo tak menjawab pertanyaan Tempo mengenai alasan di balik penunjukan Siti dan Prabu. Begitu pula Prabu Revolusi serta Arief Rosyid belum merespons hingga berita ini ditulis.
Kalangan Profesional Hanya 17,63 Persen
Praktik bagi-bagi jabatan kepada mereka yang dianggap berjasa selalu terdengar setiap kali pemilu usai. Ketika Presiden Joko Widodo memenangi Pemilu 2014 dan 2019, puluhan pendukungnya kecipratan posisi sebagai komisaris di berbagai perusahaan pelat merah.
Survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) per Maret 2021 memperlihatkan sebanyak 14,73 persen jabatan komisaris BUMN diisi oleh tokoh berlatar belakang relawan calon presiden hingga anggota partai politik. Jumlahnya setara dengan 71 dari 482 orang komisaris saat itu.
Selain itu, terdapat 51,66 persen kursi komisaris yang diisi oleh pejabat birokrasi sebagai perwakilan pemerintah selaku pemegang saham BUMN. Sementara itu, kalangan profesional hanya 17,63 persen. Sisanya berasal dari personel militer, aparat penegak hukum, dan mantan menteri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko. Dok. TEMPO/Aditia Noviansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko mengatakan kondisi tersebut menunjukkan fungsi komisaris sudah lama bukan cuma berkaitan dengan urusan bisnis, tapi juga urusan bagi-bagi kekuasaan. Praktik ini masih akan berlanjut, kata dia, jika melihat gemuknya koalisi pendukung Prabowo-Gibran.
Banyaknya komisaris BUMN dari kalangan relawan ataupun pejabat pemerintahan membuat peran lembaga ini tidak berjalan optimal. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, komisaris bertugas mengawasi kegiatan dan operasi perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi.
“Tapi, karena komisaris ini hanya perwakilan pemerintah, tidak banyak yang cukup efektif melakukan pengawasan,” ujar Danang kepada Tempo, Senin, 26 Februari 2024. Dia juga menilai banyak komisaris yang tidak mempunyai latar belakang yang sesuai dengan bisnis inti perusahaan.
Berujung pada Kerugian dan Korupsi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Esther Sri Astuti mengatakan kompetensi komisaris krusial untuk memastikan kesehatan BUMN. Kalau perusahaan merugi, pemerintah bakal terkena imbasnya. Terbukti, pemerintah sudah berulang kali menyuntikkan modal kepada BUMN yang merugi.
“Kalau menempatkan orang hanya berdasarkan balas budi atau kompensasi, itu menurut saya harus dihindari. BUMN menjadi tidak sehat,” ujar Esther.
Associate Director BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Toto Pranoto menyebutkan kompetensi yang memadai di bidang keuangan, legal, serta industri idealnya dimiliki seorang komisaris. “Fungsi komisaris BUMN adalah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap jajaran direksi atas target yang telah ditetapkan,” tuturnya.
Persoalannya, penunjukan komisaris BUMN tidak wajib mengikuti ketentuan seperti penunjukan direksi, yaitu lewat mekanisme penilaian lembaga independen. Akibatnya, calon komisaris titipan penguasa bebas melenggang meskipun tidak memiliki kompetensi yang memadai. “Jika latar belakang koneksi penguasa tak bisa dihindari, setidaknya pejabat tersebut harus memenuhi syarat, seperti bersikap profesional, tidak partisan, dan memiliki integritas tinggi,” ucap Toto.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menuturkan pemerintahan yang baru terpilih memang punya kepentingan menempatkan orang-orang dengan visi sejalan guna mendukung program mereka. “Pada pola ini, sah saja penempatan dilakukan. Namun pola pikir yang saya lihat, penempatan tersebut didasarkan pada balas jasa atau kompensasi,” katanya.
Keputusan tersebut membuat peran dewan komisaris BUMN tidak berjalan baik. Padahal, Alfred berujar, kinerja komisaris berkorelasi dengan kinerja BUMN. Lemahnya tata kelola yang baik di beberapa BUMN merupakan salah satu dampak tumpulnya peran komisaris. Kondisi tersebut bisa berujung pada inefisiensi operasi, kerugian, tidak optimalnya peran BUMN dalam perekonomian, hingga korupsi.
VINDRY FLORENTIN | ANNISA FEBIOLA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo