Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Bahlil Sebut Rekomendasi IMF Pada 1998 Cikal Bakal Deindustrialisasi, Benarkah?

Kepada BKPM Bahlil Lahadalia menyebut rekomendasi IMF pada krisis ekonomi 1998 menjadi cikal bakal deindustrialisasi. Benarkah?

4 Juli 2023 | 13.19 WIB

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (kiri) bersama pemilik saham gerai Holywings Hotman Paris (kanan) menjawab pertanyaan wartawan saat peninjauan lapangan di gerai Holywings Gunawarman, Jakarta, Jumat, 15 Juli 2022. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia telah melakukan pemeriksaan langsung ke Holywings terkait dengan adanya penemuan pelanggaran izin usaha. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (kiri) bersama pemilik saham gerai Holywings Hotman Paris (kanan) menjawab pertanyaan wartawan saat peninjauan lapangan di gerai Holywings Gunawarman, Jakarta, Jumat, 15 Juli 2022. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia telah melakukan pemeriksaan langsung ke Holywings terkait dengan adanya penemuan pelanggaran izin usaha. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut rekomendasi Dana Moneter Internasional atau IMF pada krisis ekonomi 1998 menjadi cikal bakal deindustrialisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ekonom dari Institute for Developmet of Economics and Finance atau Indef, Andry Satrio Nugroho, berpendapat sebaliknya. "Saya tidak setuju dengan deindustrialisasi akibat adanya campur tangan IMF," ujar Andry ketika dihubungi, Senin, 3 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasalnya, menurut dia, deindustrialisasi nyatanya terjadi karena tidak ada masterplan industri manufaktur jangka panjang, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) yang sudah obsolete dan tidak sesuai dengan perkembangan industri, serta didukung kebijakan industri yang tidak tepat sasaran.

"Tentunya kita tidak bisa samakan antara rekomendasi IMF ketika krisis (1998) dan hari ini. Ketika krisis, IMF merasa bahwa industri dirgantara dibiayai dari APBN, saat itu IMF memberikan bantuan dengan syarat adanya penyehatan APBN," tutur dia.

Sebelumnya, Bahlil mengatakan Indonesia memiliki sejarah panjang tentang IMF. Dia menjelaskan, pada 1998 ketika krisisis ekonomi, IMF merekomendasikan resep ekonomi untuk Indonesia.

"Dia rekomendasikan industri ditutup, contoh dirgantara. Bansos-bansos ditutup, daya beli masyarakat lemah. Di situlah cikal bakal terjadi deindustrialisasi," kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu, 1 Juli 2023. 

Pada saat itu, dia menjelaskan, bunga kredit dinaikkan sehingga hampir semua pengusaha kolaps dan terkena kredit macet hingga asetnya diambil. Bahlil menilai, hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. 

Selanjutnya: Lebih jauh, Bahlil menyarankan IMF sebaiknya ...

Lebih jauh, Bahlil menyarankan IMF sebaiknya mendiagnosis negara-negara yang sedang susah. Menurut Bahlil, IMF bahkan mengakui pertumbuhan ekonomi dan neraca dagang Indonesia sudah baik. 

"Ini standar ganda menurut saya. Ada apa di balik ini?" ungkap dia. 

Sebelumnya diberitakan, IMF melalui dokumen bertajuk IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia memberikan catatan tentang rencana hilirisasi di Indonesia.

"Direksi mencatat strategi diversifikasi Indonesia yang berfokus pada kegiatan hilir dari perusahaannya komoditas mentah, seperti nikel," tulis IMF dalam dokumen tersebut, dikutip Senin.

Meskipun begitu, IMF menyambut baik ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambahan dalam ekspor, menarik investasi asing langsung, dan memfasilitasi transfer keterampilan dan teknologi. IMF juga menilai kebijakan tersebut harus diinformasikan oleh analisis biaya-manfaat lebih lanjut, dan dirancang untuk meminimalkan limpahan lintas batas. 

"Dalam konteks itu, direksi meminta pertimbangan menghapus secara bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan untuk komoditas lain," tulis IMF.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus