Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan sedang melanjutkan penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measures) terhadap impor barang ubin keramik. Ketua KPPI Franciska Simanjuntak menyebut saat ini pihaknya sedang mengumpulkan bukti-bukti praktik dumping keramik asal Cina. "Saat ini KPPI sudah memulai penyelidikan perpanjangan pengamanan perdagangan terhadap impor keramik," kata Franciska dalam keterangan tertulis, Sabtu, 29 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Franciska mengatakan, sebelumnya sejumlah perusahaan produsen keramik yang terhimpun dalam Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) melaporkan dugaan praktik dumping kepada KPPI. Penyelidikan KPPI menemukan bukti awal dan akan melakukan penyelidikan lanjutan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penyelidikan tersebut sudah dimulai sejak Jumat, 21 Juni 2024 atas permohonan yang diajukan Asaki mewakili sejumlah perusahaan. "Dari bukti awal permohonan penyelidikan perpanjangan yang disampaikan, KPPI menemukan fakta bahwa masih terjadi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami Pemohon serta belum optimalnya penyesuaian struktural yang dilakukan," kata Franciska.
Dia menambahkan, KPPU masih menerima laporan bagi pihak yang memiliki kepentingan untuk mendaftarkan diri sebagai interested parties paling lambat 1 Juli 2024. Pendaftaran dapat disampaikan secara tertulis kepada KPPI dengan kontak dan alamat Kantor Kementerian Perdagangan.
"Temuan awal KPPI terdapat kerugian serius atau ancaman kerugian serius pada industri keramik. Hal itu tampak dari utilisasi kapasitas keramik yang terus merosot dalam setahun terakhir," katanya.
Menurunnya produksi dan serapan keramik dalam negeri dibarengi dengan meningkatnya jumlah impor kerakim dalam setahun terakhir. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi lonjakan impor keramik asal Cina pada 2023, yakni sebanyak 600 ribu ton atau 4,49 persen dibanding tahun 2022.
Kemudian volume impor juga relatif naik dibanding produksi dalam negeri sepanjang 2021 hingga 2023 dengan rata-rata kenaikan sebesar 1,42 persen. Menurut BPS, 88,57 persen impor keramik dikuasasi oleh Cina.
Ketua Umum Asosisasi Aneka Industri Keramik Indonesia atau Aaski, Edy Sunjaya, mengatakan pemerintah telah membahas persoalan lesunya permintaan dan produksi keramik nasional. Langkah yang bakal diambil pemerintah dalam waktu dekat, yakni rencana pemerintah menerbitkan bea masuk anti dumping (BMAD).
Edy berkata Kementerian Perindustrian juga telah mengusulkan agar regulasi soal impor, yakni Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 untuk direvisi. "Semangat keberpihakan untuk memperkuat industri keramik dalam negeri juga ditunjukkan dengan terbitknya peraturan tentang Standar Nasional Indonesia untuk produk keramik," kata Edy saat dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Juni 2024. Regulasi tersebut diharapkan bisa memperketat impor keramik dari luar negeri.
Edy meyakini dumping keramik tersebut menjadi pemicu lesunya industri keramik dalam negeri saat ini. Berdasarkan catatan Asaki, utilitas produksi keramik dalam enam bulan terakhir hanya 65 persen. Jumlah tersebut turun sebanyak empat persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Memasuki kuartal ketiga 2024, Edy optimis produksi dan permintaan akan keramik dalam negeri bisa melampaui target.
"Jika kebijakan antidumping bisa diimplementasikan dalam bulan Juli 2024, maka Asaki optimis target 75 persen bisa tercapai," kata Edy kepada Tempo, Sabtu 29 Juni 2024.
Edy menduga praktik dumping keramik dipicu oleh subsidi pemerintah Cina terhadap industri keramik yang memicu terjadinya produksi berlebih. Kemudian adanya kebijakan antidumping di negara-negara Eropa, Timur Tengah dan Amerika Serikat, yang selama ini menjadi pasar utama ekspor keramik Cina.
Menurut dia dalam lima bulan terakhir industri keramik dalam negeri kehilangan potensi keuntungan lebih dari 13 miliar USD. "Ini seharusnya tidak perlu terjadi krena semua kebutuhan atau permintaan keramik nasional, baik dari sisi volume kebutuhan dan jenis keramik bisa terpenuhi oleh industri dalam negeri," katanya.
Untuk itu, ia menagih keseriusan Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk mencegah praktik dumping dalam industri keramik. Dia mendesak agar KADI melakukan penyelidikan secara komprehensif dan segera mengeluarkan hasil akhir penyidikan antidumping terhadap produk keramik Cina dalam waktu dekat. "Keramik dari luar harus dikenakan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) yang tinggi seperti di Amerika, yakni 200 persen-an dan berlaku untuk semua produsen dan eksportir," katanya.