Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Palangka Raya- Kepala Perwakilan Bank Indonesia Rihando menuturkan produksi kelapa sawit menurun karena banyak pegawai yang tidak memanen buah sawit. Pasalnya, para pegawai menjaga kebun agar api dari hutan yang terbakar tidak merembet ke lahan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kondisi berdampak kepada buah sawit yang sudah matang menjadi telat untuk dipanen sehingga mengakibatkan Turunnya tonase produksi," ujar dia, Ahad 6 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia mengatakan kabut asap juga mengganggu hewan penyerbuk sawit sehingga bunga betina sawit tidak terpolinasi dengan baik .
"Kondisi ini sudah barang tentu sangat mempengaruhi produksi kelapa sawit pada bulan-bulan berikutnya,"jelas Rihando.
Senada dengan Rihando, salah satu pelaku industri perkebunan kelapa sawit di Kalteng, Teguh Patriawan, mengatakan produksi sawit per hari turun 10-15 persen saat kondisi terparah.
"Di tempat saya, karyawan yang tadinya merupakan tenaga panen, tugasnya dialihkan untuk menjaga rembeten api. Hal ini berdampak panen berkurang," ujarnya.
Menurut pemilik kebun sawit yang berlokasi di Kotawaringin Timur itu, penurunan produksi dihitung berdasarkan dari hasil panen yang turun. Semula 1.100 ton perhari turun menjadi 900 ton atau hilang hampir 200 ton (sekitar 15 persen).
"Ini karena buah istilahnya brondol atau lewat masa dipanen jumlahnya meningkat karena adanya pengalihan tugas karyawan panen," keluh Teguh.
Dia mengatakan, secara keseluruhan, selama dua bulan kabut asap penurunan produktifitas kebunnya hanya 40-50 persen.
Semakin pekat asapnya, kata dia, maka sinar matahari tidak bisa masuk dan diserap oleh daun.
"Jadi perkiraan saya selama dua bulan itu produktifitas yang hilang sekitar 30-40 persen dengan estimasi harga Rp. 1.500/kg, " jelasnya.