Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari lembaga riset Celios Bhima Yudhistira menyebut ada dua indikasi penyebab kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve alias The Fed yang melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK pada karyawannya, yakni penurunan ekonomi global dan digitalisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
The Fed, dinukil dari Reuters, akan memangkas 300 karyawannya. Pengurangan staf itu merupakan kombinasi dari pengurangan karyawan, termasuk pensiun dan PHK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pertama, ekonomi global sedang menurun sehingga bank sentral lakukan beragam efisiensi," kata Bhima pada Tempo, Senin, 25 September 2023.
Dia menuturkan, Fed mengalami kerugian sebesar US$ 100 miliar (sekitar Rp 1.539 triliun). Hal ini disebabkan naiknya suku bunga AS sehingga bank sentral itu harus membayar lebih banyak ke bank. Menurut Bhima, Fed ibaratnya menjadi korban dari kebijakan moneter agresif AS selama 2 tahun terakhir.
"Kedua, Fed beralasan ingin lakukan digitalisasi sehingga memicu efisiensi pegawai," tutur Direktur Celios itu.
Bhima menyebut, perkembangan AI dan blockchain yang begitu pesat menimbulkan kekhawatiran bank sentral lain akan mengikuti Fed untuk memangkas jumlah karyawan dan menggantinya dengan teknologi.
Citigroup juga mengumumkan PHK
"Puncak rekrutmen pegawai bank sentral mulai berakhir, waktunya efisiensi disegala lini," ujar Bhima.
Lantas, bagaimana dampaknya ke Indonesia, terutama untuk sektor perbankan? Pasalnya bukan hanya The Fed yang mengambil jalan PHK sebagai kebijakannya.
Perusahaan bank investasi dan jasa keuangan AS Citigroup mengumumkan PHK pada pertengahan September lalu. Sementara raksasa perbankan Swiss UBS Group AG juga tengah mengurangi jumlah pekerja di Asia hingga mencapai ratusan pada sekitar dua pekan lalu.
"Untuk konteks Indonesia, perbankan bisa saja mulai pangkas jumlah karyawan, terutama di segmen penyaluran pinjaman menengah dan kecil," ujar Bhima.
Dia menuturkan, data per Juli 2023 menunjukkan penyaluran kredit ke debitur UMKM skala kecil dan menengah masing-masing turun 9,8 persen dan 12,1 persen secara tahunan (Yoy). "Untuk korporasi mungkin belum (terdampak) ya," tutur dia.
AMELIA RAHIMA SARI | REUTERS
Pilihan editor: Turunnya Daya Beli Produk UKM Meningkatkan Ancaman PHK