Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sedang mempertimbangkan pemberian bantuan sosial atau bansos untuk keluarga pejudi online.
Keluarga pejudi online dinilai tidak masuk kriteria penerima bansos. Sebab, penerima bansos hanya masyarakat yang masuk kategori miskin atau miskin ekstrem.
Bansos untuk keluarga pejudi online kemungkinan bakal memberatkan APBN.
MENTERI Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mempertimbangkan pemberian bantuan sosial atau bansos untuk keluarga pejudi online. Ia menilai keluarga pejudi online patut masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bansos. DTKS, yang dikelola oleh Kementerian Sosial, merupakan acuan dalam program pengentasan kemiskinan.
Muhadjir mengatakan praktik judi secara langsung dapat memiskinkan masyarakat sehingga layak mendapat bantuan. Ia menegaskan bansos hanya diberikan kepada anggota keluarga pejudi online, khususnya anak dan istri mereka. Menurut dia, mereka adalah korban karena mengalami kerugian materiil, penurunan kesehatan mental, bahkan sampai berujung pada kematian.
Gagasan tersebut menuai kritik dari sejumlah kalangan. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menegaskan bahwa judi secara hukum dilarang oleh negara. "Mereka yang melakukan judi online secara sadar melanggar aturan negara. Mereka tidak bisa disebut korban," ucap Nailul kepada Tempo, kemarin, 18 Juni 2024.
Nailul berpendapat, keluarga pejudi online tidak masuk kriteria penerima bansos. Sebab, penerima bansos hanya masyarakat yang masuk kategori miskin atau miskin ekstrem. Adapun syarat penerima bansos diatur dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor 146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam aturan itu, terdapat 11 kriteria yang harus dipenuhi rumah tangga penerima bansos. Salah satunya, memiliki pengeluaran sebagian besar untuk konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana. Sementara itu, pelaku judi online memiliki dana untuk melakukan kegiatan tersebut. Kalaupun ada anggota keluarga pejudi online yang masuk kategori masyarakat miskin, Nailul menekankan pemerintah harus membuktikannya dengan data. Jangan sampai ada tambahan karakteristik atau syarat yang berpotensi menjadi celah korupsi dengan memainkan data penerima bansos.
Di sisi lain, pemberian bansos kepada keluarga pejudi online juga berpotensi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Gurnadi Ridwan, menuturkan kebijakan itu ada kemungkinan bakal memberatkan APBN dengan dua cara. Pertama, menambah kuota anggaran bansos yang baru. Kedua, mengambil jatah penerima bansos yang benar-benar berhak mendapatkannya.
Berdasarkan catatan Indonesia Budget Center, anggaran bansos terus melonjak, terutama tahun ini. Pada 2024, anggaran bansos tercatat naik Rp 53,3 triliun atau 12 persen dibanding realisasi anggaran perlindungan sosial tahun lalu. Anggaran perlindungan sosial pada 2023 sebesar Rp 443,5 triliun, lalu tahun ini naik menjadi Rp 486,8 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila penyaluran bansos untuk keluarga pejudi online diterapkan, pemerintah tentu akan membutuhkan tambahan alokasi anggaran. Jika pemerintah memutuskan untuk mengambil kuota penerima bansos yang ada, Gurnadi khawatir langkah tersebut dapat mengubah indikator pemberian bansos. Risikonya, menimbulkan kecemburuan dan menjadi anomali dalam kebijakan perlindungan sosial.
Toh, pemberian bansos tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku judi online. Bahkan Gurnadi menilai kebijakan itu bisa memicu bertambahnya jumlah pelaku judi online baru. "Tidak menutup kemungkinan bansos ini juga menjadi seolah-olah jaminan bagi pelaku agar tetap berjudi," ucapnya.
Gurnadi menuturkan seharusnya pemerintah menekankan edukasi bahaya judi online dan penegakan hukum. Ditambah pembukaan lapangan kerja dan akses modal usaha. Apalagi selama ini bansos belum efektif mengentaskan kemiskinan di Tanah Air. Penyebabnya, penggelontoran bansos sering kali tidak tepat sasaran karena pemerintah tak rajin melakukan pemutakhiran data untuk keluarga penerima manfaat (KPM).
Minimnya transparansi dalam proses pendataan melapangkan jalan penyalahgunaan anggaran bansos. Karena itu, Fitra meminta pemerintah membuka data penerima bansos dan kriterianya sehingga masyarakat bisa memantau ketepatan distribusinya.
Warga menerima bantuan sosial beras 10 kilogram di gudang Perum Bulog, Jakarta, 11 September 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Jika merujuk pada jumlah penerima manfaat bansos, ada 22 juta penerima bansos dengan anggaran yang direalisasikan mencapai Rp 43,31 triliun hingga 31 Maret 2024. Jumlah anggaran tersebut melonjak 20,7 persen dibandingkan 2023. Anggaran bansos ini pun tersebar dalam berbagai program, seperti Program Keluarga Harapan, program bantuan sosial beras 10 kilogram, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Program Indonesia Pintar (PIP), dengan alokasi berbeda-beda.
Jika melihat total pelaku judi online, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat jumlahnya mencapai 3,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, hampir 80 persen berasal dari kalangan menengah ke bawah. Maka terdapat 2,8 juta pelaku judi online yang bisa mendapatkan bansos.
Total anggaran yang dibutuhkan untuk bansos 2,8 juta keluarga pejudi online bakal mencapai triliunan. Contoh, jika anggota keluarga pejudi online menerima satu jenis bansos, seperti BLT senilai Rp 600 ribu per tiga bulan, anggaran yang dibutuhkan untuk BLT keluarga pejudi online mencapai sekitar Rp 1,68 triliun. Adapun untuk setahun, pemerintah bakal menggelontorkan Rp 6,7 triliun.
Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII), Dewi Rahmawati Nur Aulia, mengungkapkan bahwa pemberian bansos kepada keluarga pejudi online tidak dapat mengentaskan kemiskinan. Menurut dia, bansos seperti ini justru menjadi bentuk insentif pemerintah yang membuat pelaku terus berkutat dalam lingkaran setan judi online.
Dewi menjelaskan, kemiskinan pada pelaku judi merupakan resiko dari permainan yang dilakukan. Dengan demikian, terjadinya kemiskinan pada pelaku judi online ataupun konvensional seharusnya direspons lewat kebijakan dan penegakan hukum. Hal itu sebagai bentuk pembelajaran kepada masyarakat agar tidak terperangkap masuk ke jebakan perjudian.
Ketimbang memberikan bansos kepada keluarga pejudi online, ia berpendapat pemerintah sebaiknya memastikan kebijakan yang mendukung ekosistem kondusif untuk pengentasan kemiskinan dan mendorong upaya untuk kesejahteraan yang bermartabat. Misalnya, mendukung pendidikan berkualitas; kemudahan berusaha; kebebasan ekonomi tanpa korupsi dan pungutan liar; menghidupkan balai latihan kerja; kemudahan kredit usaha; serta literasi ekonomi, keuangan, dan digital.
Kendati keluarga pelaku judi online akan memperoleh manfaat dari adanya bansos, Dewi menegaskan kebijakan ini justru akan membuat pejudi online makin tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Bukan tidak mungkin hal ini berisiko terhadap keamanan dan keselamatan keluarga pejudi tersebut, seperti kekerasan yang didapat saat penagih utang atau debt collector datang.
Sependapat dengan Dewi, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengimbuhkan, fenomena judi online saat ini berada di tingkat yang sangat meresahkan dan berbahaya. Musababnya, judi online sangat adiktif dengan peluang menang kecil. Ia berujar, kemenangan kecil akan makin menjerumuskan pelaku judi untuk mempertaruhkan harta makin banyak. Hal ini diperburuk dengan iklan yang masif di berbagai media sosial. Risikonya, pertumbuhan transaksi judi online ini menjadi sangat luar biasa.
Warga menerima bantuan beras cadangan pangan pemerintah untuk keluarga penerima manfaat (KPM) oleh Presiden Joko Widodo di gudang Bulog, Cibitung, Jawa Barat, 16 Februari 2024. TEMPO/Subekti
Pada 2017, PPATK mendeteksi 250 ribu transaksi terkait dengan judi online senilai Rp 2 triliun. Pada 2023, jumlahnya meningkat menjadi 168 juta transaksi senilai Rp 327 triliun yang melibatkan 3,5 juta pelaku judi online. Tanpa upaya pemberantasan yang serius, kata Yusuf, eksposur dan penetrasi judi online akan makin progresif ke depan, terutama pada generasi muda yang sangat fasih dengan gawai dan teknologi informasi.
Tidak hanya menutup situs web judi online, Yusuf meminta pemerintah membongkar dan menangkap para bandar judi online, termasuk para pelindungnya. Langkah berikutnya adalah memberantas ekosistem judi online. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan harus serius berkoordinasi dengan semua stakeholders untuk memblokir semua rekening bank dan dompet digital yang terindikasi dengan judi online.
Jika pemerintah tetap menyalurkan bansos untuk keluarga pejudi online, Yusuf menyarankan agar rehabilitasi pelaku judi online harus menjadi bagian integral dari kebijakan tersebut. Selama pelaku judi online belum menjalankan rehabilitasi dan dinyatakan sembuh dari kecanduan, pemberian bansos akan menjadi pemborosan uang negara, bahkan menjadi bagian dari ekosistem judi online.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto merespons ihwal risiko dan beratnya beban APBN bila pemerintah memberikan bansos kepada keluarga pejudi online. Airlangga menegaskan bantuan sosial untuk judi online tidak ada dalam anggaran ataupun rencana anggaran pemerintah. "Judi online enggak ada dalam anggaran yang sekarang," ujarnya saat ditemui setelah menjalankan salat Idul Adha di Masjid Ainul Hikmah DPP Golkar, Senin, 17 Juni lalu.
Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan belum ada koordinasi dengan Kementerian Koordinator PMK. Jika ada usulan program, ujar Airlangga, Muhadjir Effendy perlu membahasnya dengan kementerian teknis. Sementara itu, Muhadjir mengatakan gagasan pemberian bansos terhadap korban judi online tersebut menjadi salah satu materi yang diusulkan Kemenko PMK dalam persiapan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Online. Muhadjir juga menyatakan akan membahas usulannya dengan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Muhadjir mengusulkan rencana ini karena merupakan Wakil Ketua Satgas Pemberantasan Perjudian Online mendampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto, yang menjabat sebagai ketua dalam struktur tim ad hoc tersebut. "Dalam mekanisme pemberian bansos kepada keluarga yang terkena dampak judi online ini, akan kami bahas dengan Menteri Sosial," kata Muhadjir di halaman kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, dikutip dari Antara pada Senin lalu.
Hingga saat ini, Satgas Pemberantasan Perjudian Online belum buka suara ihwal gagasan pemberian bansos tersebut. Begitu pula dengan Kementerian Sosial. Tempo mencoba meminta konfirmasi kepada Wakil Ketua Harian Pencegahan Satgas Judi Online Usman Kansong dan Staf Khusus Menteri Sosial Don Rozano Sigit ihwal polemik tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, keduanya belum menjawab pertanyaan yang dikirim Tempo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ilona Esterina Piri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.