Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono enggan suara soal polemik kebijakan pemotongan gaji pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang masih menuai pro kontra. Menurut Basuki, sudah cukup penjelasan yang disampaikan Kantor Staf Presiden (KSP), Badan Pengelola atau BP Tapera, dan instansi terkait.
Basuki juga ogah menanggapi adanya usulan revisi peraturan soal iuran Tapera. "Banyak sekali usulan, tapi saya kira sudah cukup penjelasannya baik dari KSP dari mana-mana," kata Basuki ketika ditemui di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 3 Juni 2024.
Soal polemik itu, Basuki sebelumnya sempat mengatakan bahwa iuran pekerja untuk Tapera merupakan iuran yang bisa dimanfaatkan. Uang tersebut, kata dia, bisa digunakan pekerja untuk memiliki rumah.
"Tapera itu tabungan. Bukan (gaji) dipotong, terus hilang," kata Basuki ketika ditemui di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Selasa, 28 Mei 2024.
Namun saat itu, Basuki belum bisa menjelaskan apakah kepesertaan dan iuran Tapera ini menjadi wajib bagi semua pekerja. Termasuk, skema untuk pekerja yang sudah memiliki rumah atau sudah mengikuti Kredit Perumahan Rakyat (KPR). "Saya tanya BP (Badan Pengelola) Tapera dulu," ucapnya.
Kebijakan pemotongan gaji pekerja untuk Tapera diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu. Beleid ini merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020.
Kepala negara mengklaim pemerintah sudah memperhitungkan kebijakan potong gaji 3 persen untuk Tapera ini. Ia mengatakan manfaat Tapera ini bisa dirasakan ketika program ini sudah berjalan.
Akan tetapi, penolakan muncul dari kalangan buruh hingga pengusaha. Ketua Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE IMIP) Henry Foord Jebs, misalnya, menolak kebijakan ini karena memberatkann ekonomi buruh.
Ia juga tidak yakin iuran yang masuk untuk Tapera bisa kembali ke kantong para pekerja. Henry menduga, wacana pemotongan gaji pekerja swasta untuk Tapera hanya menjadi kedok pemerintah untuk mengumpulkan dana masyarakat.
Sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak karena pengusaha sudah dibebani iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang salah satun manfaatnya juga untuk perumahan.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan saat ini eban yang ditanggung pemberi kerja untuk iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagkerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74. Menurutnya, beban iuran itu semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Usai menuai polemik, KSP akhirnya mengadakan konferensi pers tentang Tapera pada pada Jumat, 31 Mei 2024. Sejumlah narasumber dihadirkan, mulai dari Kepala Staf Kepresidenan, Komisioner BP Tapera, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) Kementerian Ketenagakerjaan, Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, hingga penerima manfaat Tapera.
Sementara itu, Basuki absen dalam konferensi pers tersebut lantaran pada hari yang sama mendampingi Presiden Jokowi kunjungan kerja ke Riau untuk meresmikan sejumlah infrastruktur.
Dalam konferensi pers tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menuturkan bahwa program Tapera hadir untuk merespons persoalan backlog yang kini melanda 9,9 juta penduduk Indonesia.
Ia sekaligus menyatakan bahwa dana Tapera tidak ada hubungannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Moeldoko berujar, tabungan para pekerja yang berpenghasilan rendah itu tidak akan dimasukkan ke kas negara untuk program pemerintah.
"Tidak ada upaya pemerintah untuk membiayai makan siang gratis, apalagi untuk IKN. Semuanya sudah ada anggarannya,” ucap Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.
RIRI RAHAYU | AISYAH AMIRA WAKANG
Pilihan Editor: 2021, BPK Temukan 124.960 Pensiunan Belum Dapat Pengembalian Dana Tapera Rp 567,5 Miliar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini