Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pada tahap awal BI akan membangun platform yang dapat diakses oleh bank dan non-bank terpilih.
Rupiah Digital berbeda dengan dompet digital ataupun instrumen kripto.
Di tahap akhir, Rupiah Digital bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bertransaksi.
JAKARTA — Alur kerja central bank digital currency (CBDC) atau Rupiah Digital berbeda dengan alat atau sistem pembayaran yang telah ada selama ini. Praktisi sistem pembayaran dan pengamat perbankan Arianto Muditomo berujar perbedaan utamanya adalah Bank Indonesia terlibat secara penuh sebagai penerbit hingga pengawas dalam peredaran dan pemanfaatannya.
“Pertama, bank sentral bertindak sebagai penerbit resmi CBDC dan dapat mengkonversi mata uang fisik menjadi bentuk digital,” ujarnya kepada Tempo, kemarin. Distribusi Rupiah Digital dapat dilakukan melalui saluran perbankan tradisional atau lembaga keuangan lainnya, yang di dalamnya masyarakat dapat menyimpannya dalam dompet digital atau rekening yang diakui.
Keamanan dan enkripsi yang canggih pun diterapkan untuk melindungi transaksi Rupiah Digital, yaitu dengan beberapa implementasi mempertimbangkan penggunaan teknologi distributed ledger atau blockchain untuk meningkatkan transparansi. “Rupiah Digital memiliki status legal tender dan diakui sebagai bentuk uang resmi yang dapat digunakan untuk semua transaksi di dalam negara tersebut,” ucap Arianto. Bank Indonesia memiliki kontrol penuh atas Rupiah Digital dan bertanggung jawab atas kebijakan moneter sehingga Rupiah Digital memiliki dampak langsung terhadap stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas menghitung uang rupiah di Kantor Cabang BSI KC Mayestik, Jakarta, 28 Desember 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arianto berujar infrastruktur yang dibutuhkan untuk implementasi Rupiah Digital harus didukung oleh teknologi informasi dan jaringan yang andal untuk memastikan integritas dan interoperabilitas Rupiah Digital. “Keterlibatan mitra menjadi krusial dan infrastrukturnya harus dapat diintegrasikan dengan lembaga keuangan tradisional serta pihak terkait lainnya,” katanya. Hal itu membutuhkan kerja sama dan dukungan dari mitra bisnis serta lembaga keuangan untuk memastikan pertukaran dan penggunaan Rupiah Digital berjalan efisien. “Pendidikan dan pelatihan bagi para mitra juga penting agar mereka memahami implementasi Rupiah Digital dan dapat berpartisipasi secara maksimal dalam ekosistem yang terbentuk.”
Platform Khazanah Digital Rupiah
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya menuturkan pada tahap awal bank sentral akan membuat prototipe untuk menguji konsep pengembangan perangkat lunak sebagai tulang punggung Rupiah Digital. Tahapan ini disebut proof of concept. Pada tahap ini Bank Indonesia akan membangun Khazanah Digital Rupiah, sebuah platform yang dapat diakses oleh bank dan non-bank terpilih yang nantinya disebut wholesaler dan retailer.
Rupiah Digital Wholesale akan memiliki cakupan akses terbatas dan hanya didistribusikan untuk penyelesaian transaksi wholesale, seperti operasi moneter, transaksi pasar valuta asing, serta transaksi pasar uang. Sedangkan Rupiah Digital Retailer akan memiliki cakupan akses yang terbuka untuk publik serta didistribusikan ke berbagai transaksi retail, baik dalam bentuk transaksi pembayaran, transfer oleh individu, maupun bisnis oleh merchant atau korporasi.
“Masyarakat perlu memahami perbedaan antara Rupiah Digital, dompet digital atau e-wallet, dan instrumen kripto. Perbedaan mendasarnya bisa dilihat dari otoritas yang menerbitkan uang, format, jaminan keamanan, transparansi, struktur pencatatan transaksi, juga risikonya,” kata Perry.
E-wallet merupakan aplikasi atau platform yang memungkinkan penggunanya menyimpan dan melakukan transaksi menggunakan uang digital. E-wallet dapat dikeluarkan oleh lembaga keuangan, perusahaan teknologi, atau penyedia layanan keuangan lainnya. Meski sering digunakan untuk transaksi di dalam ekosistem atau platform tertentu, seperti pembelian barang atau layanan di platform e-commerce atau aplikasi pembayaran, e-wallet mungkin tidak memiliki status legal tender dan tidak dikeluarkan oleh bank sentral.
Legal tender merujuk pada status hukum suatu mata uang atau instrumen pembayaran yang diakui oleh pemerintah untuk bertransaksi dalam suatu yurisdiksi. Dengan kata lain, jika suatu mata uang atau instrumen diakui sebagai legal tender, setiap orang harus menerima dan mengakui alat pembayaran tersebut sebagai alat pembayaran yang sah.
Aplikasi pembayaran digital di pameran Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2023, Jakarta, 23 November 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Dia mengimbuhkan, e-wallet bisa dipakai untuk melakukan banyak instrumen transaksi melalui satu pintu dalam satu aplikasi. Sedangkan Rupiah Digital merupakan uang yang benar-benar diterbitkan secara virtual dan disimpan melalui platform digital serta tidak bisa ditarik dalam bentuk fisik.
Rupiah Digital juga menggunakan struktur tersentralisasi serta desentralisasi yang pencatatannya real time dan lebih transparan sehingga setiap rekam jejak perpindahan uang dapat tercatat oleh sistem secara otomatis. “Pada tahap pertama, proyek Garuda-Rupiah Digital akan dimulai dengan wholesale untuk penerbitan, pemusnahan, dan transfer antar-bank,” ujar Perry.
Selanjutnya, pada tahap kedua, implementasi Rupiah Digital akan diperluas untuk mendukung operasi moneter dan pengembangan pasar keuangan. Sedangkan tahap ketiga adalah interaksi antara wholesaler dan retailer secara end-to-end atau pemanfaatan oleh masyarakat umum dalam kebutuhan transaksi sehari-hari.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo