Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bekas Diplomat Melapor

Seorang wartawan Australia, Peter Rodgers, dicurigai melakukan dwifungsi, sebagai reporter & intel. Ia pernah membocorkan perundingan Australia-Indonesia mengenai pengungsi Tim-Tim yang macet. (md)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA perang Vietnam berkecamuk, banyak wartawan Amerika yang menjalankan tugas rangkap. Adakalanya mereka sengaja ditanam sebagai reporter. Jenis ini yang kemudian dikenal sebagai spook, hantu, rajin mengumpulkan info dan melaporkannya juga kepada sesuatu instansi resmi, terutama bidang intelijen, selain kepada media masing-masing. Kini dalam situasi dan kondisi stabil di Jakarta, hadir pula wartawan Peter Rodgers yang dicurigai melakukan dwi-fungsi. Siapa dia? Orangnya tampan, tinggi -- 1,84 m -- dan masih muda -- 32 tahun. Dengan kumisnya yang dirawat rapi, Rodgers kelihatan pantas menjadi aktor film. Dia pernah menjadi sekretaris I bagian politik di Kedutaan Resar Australia, Jakarta, selama tiga tahun sampai Juli 1977. Sekembalinya di Canberra, dia menjadi tak betah. "Hidup di sana menjemukan," katanya. Sedikitnya 3 tahun dia harus menunggu penempatan baru di luar negeri, jika dikirim. Dan belum tahu di mana. Dia ingin kembali ke Asia. Tak sabar menunggu, Rodgers menghubungi Sydney Moming Hetald, koran konservatif dari kelompok Fairfax. Dalam kelompok itu terdapat pula harian Australian Financial Review dan mingguan National Times -- semua terbit di Sydney. Kebetulan karena orang Fairfax di Jakarta, Hamish McDonald, meninggalkan Indonesia, ada lowongan bagi Rodgers. Tanpa memperoleh latihan jurnalistik sedikit pun, Rodgers menjadi wartawan dan muncul kembali diJakarta, Juli '78. Banyak kenalannya orang Indonesia menjadi kaget. "Harap anda suka menerima saya dalam kapasitas baru," katanya pada seorang pejabat Deplu RI. Dia, tentu saja, diterima. Bahkan Deppen memberinya kartu pers setelah meneliti surat pengangkatan dan visanya. Tapi di Canberra sendiri, orang mencurigainya sebagai anggota Australian Secret Intelligence Service. Seakan-akan badan intel itu menyuruhnya menjadi koresponden, hingga Senator C. G. Primmer dari partai buruh (oposisi) bertanya: Masihkah Rodgers "melapor secara teratur pada ASIS? Apakah itu praktek pemerintah untuk membiarkan badan intel menempatkan agen mereka dalam kedudukan jurnalistik . . . ? Apakah Tuan Rodgers diangkat sebagai koresponden (kelompok) suratkabar Fairfax untuk mengadakan publisitas menguntungkan bagi pemerintahan Soeharto dan untuk menyesatkan pendapat umum Australia mengenai Timor?" Pertanyaan 27 September itu dijawab tiga minggu kemudian oleh Senator Carrick, pejabat Menlu, yang menjelaskan bahwa Rodgers sudah berhenti sebagai pegawai Deplu Australia. Carrick meminta perhatian rekannya terhadap keterangan Perdana Menteri Fraser di DPR, 25 Oktober 1977, bahwa pemerintahnya tidak bersedia berdebat mengenai ASIS. Jadi, tiada konfirmasi dan tiada pula bantahan resmi terhadap spekulasi mengenai adanya reporter-intel itu. Dari Jakarta, Rodgers segera membantahnya. "Saya tidak dan belum pernah dipekerjakan oleh ASIS dalam kapasitas apa pun," katanya seperti dikutip Herald di Sydney. Kecurigaan itu "hanyalah akibat fantasi politik, sakit hati pribadi, atau ketidak-tahuan, atau kombinasi dari ketieanva." Pemimpin redaksinya menambah catatan di bawah berita koran itu (19 Oktober) menyangkut Rodgers: "Pertanyaan Senator Primmer dalam terbaik (adalah) salah-arah dan dalam terburuk suatu tuduhan tak berdasar. " Keesokan harinya, Primmer dikutip lagi sebagai mengatakan bahwa dia cuma bertanya untuk sekedar mencari info, "terutama dalam kaitannya dengan Timor Timur." Pihak oposisi di Australia telah menjadikan soal Timtim sebagai peluru menghantam pemerintahan Fraser. Penulisan Rodgers ternyata tidak selalu disukai di Jakarta. Belum lama ini dia membocorkan perundingan Australia-lndonesia mengenai soal pengungsi Timtim yang macet. Beritanya yang dimuat The Age, harian di Melbourne, menggegerkan di sana. Di Jakarta, itu masih dianggap perlu dirahasiakan. The Age menerima tiap berita yang dikirim Rodgers pada Herald berdasar persetujuan kedua koran itu. Ber-Suzuki Sebagai keseluruhan, hasil karya Rodgers dalam penilaian Deppen "cukup fair" yang belum membutuhkan perhatian khusus. Biasanya, perhatian khusus Deppen itu terjadi bila sang wartawan asing sudah keterlaluan dalam pemberitaannya hingga perlu ditegor. Bahwa Rodgers itu intel atau bukan, Deppen tampaknya tidak mau ikut mempersoalkannya. "Wewenang kita hanya memperhatikan dia di bidang kewartawanan saja," kata Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, Sukarno, pada A. Margana dari TEMPO. Demikian pula sikap orang di Deplu, Pejambon. "Prinsip kita, kita terbuka untuk semua orang, asalkan ia memberikan gambaran wajar mengenai Indonesia," sambung Mohammad Hatta, Direktur Penerangan di Deplu itu. Hatta sebelum Natal mengatur interpiu Rodgers dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja. Kesan Hatta: Rodgers bersikap "benar-benar sebagai wartawan." Kini orang itu bepergian dengan sepedamotor Suzuki cc 125. Helm selalu dipakainya. Ke resepsi pun dia ber-Suzuki. la tinggal di rumah seorang pengusaha Australia di wilayah Menteng. Diberi tempat di suatu paviliun kecil, katanya, "saya senang begini." Orangtuanya adalah petani makmur di New South Wales, Australia. "Kalau gagal jadi wartawan," katanya lagi, "ya, saya pulang kampung jadi petani saja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus