Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terancam Lambatnya Belanja Daerah

Belanja pemerintah daerah belum mampu menopang pertumbuhan ekonomi di tengah lesunya konsumsi dan investasi.

6 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Belanja pemerintah belum mampu menopang pertumbuhan ekonomi.

  • Anggaran pemerintah daerah menumpuk di bank hingga Rp 182,33 triliun.

  • Menteri Dalam Negeri mengusulkan sanksi penundaan pencairan dana transfer daerah.

JAKARTA - Belanja pemerintah belum mampu menopang pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan konsumsi masyarakat dan investasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal I 2021, konsumsi pemerintah tumbuh 2,96 persen secara tahunan, ditopang oleh realisasi belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial pemerintah pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan belanja pemerintah berpotensi tumbuh lebih tinggi lagi. Namun realisasinya terhambat oleh lambatnya belanja pemerintah daerah. “Pemerintah daerah belum menggelontorkan anggaran secara optimal. Tampak dari belanja barang, jasa, dan pegawai yang menurun,” kata dia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suhariyanto mengatakan kondisi tersebut berbeda dengan belanja pemerintah pusat. BPS mencatat kenaikan belanja barang dan jasa pada pengeluaran konsumsi kolektif maupun individu. “Ini lebih banyak terjadi pada belanja barang non-operasional, khususnya untuk penanganan pandemi Covid-19 seperti pengadaan obat-obatan dan vaksin, juga kenaikan belanja bantuan sosial,” ujar dia.

Melihat kondisi tersebut, Suhariyanto mengatakan penyerapan anggaran daerah perlu mendapat perhatian serius, agar pertumbuhan ekonomi dapat berjalan optimal. “Kalau daerah bisa segera merealisasi dan mencairkan anggaran, konsumsi pemerintah akan membantu pemulihan ekonomi.”

Antre bantuan sosial tunai (BST) di Kantor Pos Pekanbaru, Provinsi Riau, 16 April 2021. ANTARA/FB Anggoro

Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar belanja pemerintah pusat dan daerah dipercepat untuk mendorong konsumsi masyarakat. “Terutama untuk berbagai bentuk bantuan sosial dan padat karya, karena sisi permintaan masih harus diperbesar,” ucapnya. Jokowi menyoroti anggaran pemerintah daerah yang masih belum dibelanjakan hingga akhir Maret 2021. “Kemarin saya diingatkan kalau di bank masih ada anggaran provinsi, kabupaten, dan kota sebesar Rp 182 triliun yang seharusnya segera dibelanjakan.”

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta Kementerian Keuangan menunda dana transfer ke daerah, khususnya bagi daerah yang masih memiliki dana bank. Dengan cara ini, Tito yakin pemerintah daerah terpacu dan memprioritaskan belanja. Kementerian Dalam Negeri, kata dia, telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan untuk menginventarisasi daerah yang belum maksimal membelanjakan anggaran. “Kalau belanjanya tidak bergerak, lebih baik dana transfer ditahan dulu,” ujarnya.

Tito meminta semua kepala daerah menggenjot belanja pada kuartal II. Dia mengimbau kepala daerah untuk memaksimalkan belanja modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai 30-40 persen. Menurut Tito, masih ada kepala daerah yang menganggarkan belanja modal di bawah batas tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan sejumlah daerah belum maksimal menggelontorkan APBD untuk penanganan dampak Covid-19 ataupun pemulihan ekonomi. Hingga akhir Maret 2021, simpanan dana APBD yang mengendap di bank mencapai Rp 182,33 triliun atau membengkak 11,22 persen dengan posisi Februari sebesar Rp 163,95 triliun. Sedangkan realisasi belanja baru Rp 98,9 triliun atau 9,4 persen dari total APBD. “Walhasil, instrumen fiskal mampet dan tidak berjalan,” katanya.

Sri mengatakan lambatnya realisasi belanja daerah menyebabkan pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV 2020 merosot masing-masing -3,49 persen dan -2,19 persen. “Kekuatan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sangat menurun karena pemerintah daerah tidak melakukan eksekusi secepat dan setepat yang diharapkan,” ujar dia.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyoroti realisasi belanja pemerintah di kala pandemi Covid-19 yang lebih lambat jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Pada kuartal I 2021, belanja pemerintah tumbuh 2,96 persen, di bawah kuartal I 2020 yang sebesar 3,77 persen dan kuartal I 2019 sebesar 5,25 persen. “Ini mengindikasikan pola anggaran tidak berbeda dengan kondisi normal, padahal seharusnya lebih cepat,” ucapnya.

Menurut Bhima, diperlukan ketegasan berupa sanksi untuk mendorong realisasi belanja daerah. Sanksinya, kata dia, berupa pemangkasan dana transfer tahun berikutnya, untuk menimbulkan efek jera. “Pemerintah juga bisa memberikan sanksi kepada daerah, seperti menghentikan tunjangan selama beberapa bulan jika performa serapan anggaran masih buruk, demi mendorong pertumbuhan ekonomi.”

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus