Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belum Efektif Anggaran Pertanian

Anggaran belanja Kementerian Pertanian dinilai minim dan penggunaannya belum berfokus pada peningkatan produksi. 

6 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Anggaran belanja Kementerian Pertanian terus turun dalam lima tahun terakhir.

  • Kementerian Pertanian mengajukan anggaran biaya tambahan sebesar Rp 5,83 triliun untuk peningkatan produksi padi dan jagung.

  • Konversi lahan pertanian menjadi tantangan dalam meningkatkan produksi padi.

JAKARTA - Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, mengatakan minimnya anggaran belanja Kementerian Pertanian membuat upaya meningkatkan produksi pertanian tidak optimal. Bukannya naik, dalam lima tahun terakhir, anggaran belanja Kementerian Pertanian cenderung turun.

“Dana untuk riset dan pengembangan juga sedikit,” ujarnya saat dihubungi Tempo, kemarin. Menurut Eliza, bantuan untuk mekanisasi pertanian, riset dan pengembangan, serta adaptasi perubahan iklim perlu diprioritaskan supaya peristiwa gangguan produksi pangan akibat El Nino pada 2023 tidak terulang. 

Anggaran belanja Kementerian Pertanian terus turun sejak 2019. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, belanja Kementerian Pertanian masih tersedia sebesar Rp 19,4 triliun. Setelah itu belanja Kementerian Pertanian terus menyusut hingga tersisa Rp 14,7 triliun pada 2024.

Alokasi terbesar belanja Kementerian Pertanian pada 2024 adalah untuk menjalankan program ketersediaan akses dan konsumsi pangan berkualitas sebesar Rp 8,4 triliun. Sedangkan alokasi terkecil adalah untuk melaksanakan program pendidikan dan pelatihan vokasi senilai Rp 606,7 miliar.

Kurangnya anggaran membuat Kementerian Pertanian mengajukan anggaran biaya tambahan sebesar Rp 5,83 triliun pada 2023. Usulan tersebut disetujui oleh Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat. Namun hingga saat ini anggaran untuk peningkatan produksi padi dan jagung itu tidak kunjung cair.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menuturkan pihaknya sudah berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan guna membahas pencairan anggaran biaya tambahan tersebut.   

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia Muhammad Nuruddin  menyebutkan kebutuhan terbesar dari program peningkatan produksi pertanian, khususnya padi, adalah pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta pupuk.

Meski begitu, dia juga mengingatkan perlunya peningkatan anggaran untuk penguatan sumber daya manusia petani, terutama petani muda. “Belanja Kementerian Pertanian masih didominasi belanja barang, seperti pupuk, benih, dan alsintan. Belum menyentuh peningkatan kapasitas dan keterampilan petani ataupun penyuluh.”  

Selain ketersediaan anggaran, Nuruddin menambahkan, peningkatan produksi pertanian ditentukan oleh ketersediaan lahan. Selama ini sentra-sentra produksi padi mengalami konversi lahan dengan laju yang sangat tinggi, yakni 600 ribu hektare. Sebagai perbandingan, realisasi luas panen padi 2023 adalah 10,21 juta hektare, turun dari realisasi luas panen padi pada 2022 sebesar 10,45 juta hektare.    

Berfokus pada Sisi Produksi  

Buruh tani menapi gabah saat panen padi di Desa Cijeruk, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Oktober 2023. TEMPO/Prima Mulia

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, berpendapat bahwa anggaran negara untuk Kementerian Pertanian saat ini sebenarnya sudah cukup. Hanya penggunaannya belum efektif. Dia menilai pemerintah perlu memfokuskan anggaran pada sisi produksi dan meningkatkan alokasi ke direktorat yang berkaitan dengan produksi. 

Abra mengungkapkan, untuk mengukur perlu-tidaknya menambah anggaran, dapat dilihat dari capaian target belanja selama ini. Ketergantungan pada pangan impor dan penurunan produksi pertanian di dalam negeri mengindikasikan adanya beberapa program belum berhasil. Karena itu, dia menilai, rencana pembuatan dana siaga ketahanan pangan harus difokuskan pada keamanan pasokan.

Selama ini, Abra menjelaskan, biaya produksi pertanian yang tinggi membuat harga pangan menjadi mahal. Dia pun menyarankan pemerintah mengintervensi harga dengan menurunkan biaya produksi petani. “Pemerintah wajib memastikan sarana dan prasarana pendukung produksi pertanian terjaga harganya dan bisa terjangkau oleh petani,” ujarnya.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi belum menjawab pertanyaan Tempo mengenai efektivitas penggunaan anggaran di Kementerian Pertanian. Adapun Amran Sulaiman pada 19 Februari lalu mengatakan akan melakukan refocusing anggaran dengan mengalihkan anggaran yang tidak produktif menjadi anggaran produktif, seperti untuk pembelian benih.  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Yohanes Maharso berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus