Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berat Ongkos Pengadaan Bus Listrik

Besarnya kebutuhan investasi bus listrik menjadi salah satu kendala program elektrifikasi armada perkotaan. Operator bus pun harus merogoh biaya untuk pengembangan stasiun pengisian kendaraan listrik umum.

1 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Besarnya kebutuhan investasi untuk bus listrik menjadi salah satu kendala program elektrifikasi armada yang sedang digencarkan PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta.

Direktur Operasi dan Keselamatan Transjakarta, Yoga Adiwinarto, mengatakan pengelolaan bus listrik perusahaannya akan melibatkan peran 18 mitra operator bus dalam kota. Meski nantinya bisa memakai jadwal dan izin rute milik Transjakarta, belum semua operator menyanggupi biaya pengadaan bus listrik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kemampuan pendanaan operator berbeda. Tidak semua bisa segera menyiapkan fresh money untuk uang muka pengadaan bus listrik,” ucapnya kepada Tempo, kemarin, 31 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga 2030, badan usaha milik DKI itu akan melebarkan jaringan angkutan bertenaga listrik. Secara bertahap, 4.000 unit bus Transjakarta saat ini akan terus ditambah hingga 10 ribu unit. Pada Maret 2022, perusahaan sudah bermitra dengan entitas autobus PT Mayasari Bakti untuk meluncurkan 30 bus listrik berlantai rendah alias low-entry di rute pengumpan. Dengan kapasitas 324 kilowatt per jam (kWh), Yoga menyebutkan angkutan feeder bus listrik itu bisa beroperasi hingga jarak tempuh 250 kilometer per hari.

Bus listrik di Terminal Senen, Jakarta, 31 Oktober 2022. TEMPO/Tony Hartawan


Manajemen sedang memantapkan kontrak dengan tiga atau empat operator lain agar terdapat total 100 unit bus listrik yang beroperasi pada akhir tahun ini. Agar bisa mendapat pinjaman dalam skema equity financing atau penguatan modal, menurut Yoga, setiap operator disyaratkan mengantongi minimal 20 persen biaya kebutuhan pengadaan bus listrik.

Dengan asumsi harga per unit berkisar Rp 5 miliar saat ini, biaya pengadaan 100 unit bus listrik menembus Rp 500 miliar. Dengan hitungan tersebut, artinya operator harus memiliki down payment atau uang muka hingga Rp 100 miliar agar bisa dibiayai oleh perbankan.

Menurut Yoga, ongkos itulah yang masih memberatkan para mitra operator. Pengelolaan angkutan dalam kota di DKI pun tidak tergolong sebagai bisnis yang menguntungkan, terutama karena dampak pandemi Covid-19. “Kami mencoba menyesuaikan skalanya sesuai dengan kemampuan operator, kurang-lebih cukup 20-30 unit bus per kontrak,” ujar dia.  

Yoga mengatakan setiap kontrak berdurasi 10 tahun. Dalam kemitraan bisnis ini, Transjakarta membayar operator sesuai dengan hitungan kilometer yang sudah ditempuh selama layanan dalam jangka waktu tertentu. Mulai 2024, perusahaan menjajaki kemitraan serupa dengan para operator mikrotrans, seperti angkutan kota dan armada trayek pendek lainnya.

Hanya Separuh Anggota Organda yang Bisa Elektrifikasi Armada

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengeluhkan hal serupa. Dari sekitar 30 pengelola bus dalam organisasinya, hanya separuh yang bisa mengikuti program elektrifikasi armada tersebut. “Harga armada listrik bisa tiga kali lipat dari bus berbahan bakar biasa,” tuturnya. “Mau pengadaan ataupun konversi bus lama juga mahal, sehingga menjadi kendala.”

Tak hanya tersendat soal investasi bus, para operator harus merogoh biaya untuk pengembangan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Saat ini SPKLU yang dikembangkan PT PLN (Persero) dianggap belum memadai untuk kebutuhan bus listrik dalam kota. PT Mayasari Bakti, yang sudah mengikat kontrak dengan Transjakarta, menurut Shafruhan, harus mengeluarkan Rp 10 miliar sendiri untuk pembangunan depot pengisian ulang daya atau charging station di kawasan Kampung Rambutan, Jakarta Timur.

Staf Ahli Utama Menteri Perhubungan, Budi Setiyadi, mengatakan baterai dan motor bus listrik merupakan komponen termahal dalam produksi bus listrik. “Harga (bus listrik) 11 meter sampai Rp 6 miliar dan yang 8 meter sekitar Rp 3 miliar. Jadi, kendala operator di permodalan ini,” ucap dia, kemarin.

Adapun Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebutkan harus ada intervensi pemerintah untuk pendanaan operasi angkutan umum bertenaga listrik. Himpunan Bank Milik Negara (Himbara)—grup berisi bank pelat merah—seharusnya bisa lebih berperan dalam pengadaan bus listrik melalui penugasan pemerintah. Pendanaan angkutan setrum untuk publik pun seharusnya mendapat tenor jangka panjang dengan hitungan bunga yang tidak membebani operator.

“Penugasan itu bisa dalam rangka penguatan sektor energi terbarukan atau demi mitigasi perubahan iklim,” kata Bhima. “Cukup tiga bank Himbara seharusnya sudah cukup untuk menangani kebutuhan biaya bus listrik ini.”

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (Core), Mohammad Faisal, menganggap ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air sudah dibanjiri insentif. Masalahnya, belum ada insentif yang meringankan skema pembelian armada setrum baru, khususnya bus. “Belum ada diskon pajak pembelian armada sekelas bus, jadi insentifnya harus dikaji lagi agar bisa makin luas.”

Hingga saat ini, pengembangan insentif fiskal dan nonfiskal untuk kendaraan listrik berbasis baterai disokong oleh regulasi turunan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019. Salah satu yang terkemuka adalah pelonggaran tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan bea masuk untuk pemasaran mobil listrik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021. Ada juga Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 36 Tahun 2021 yang mengatur aspek teknis produk kendaraan emisi rendah (low-carbon emission vehicle/LCEV). Di kalangan pemerintah, terdapat Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 yang mengatur penggunaan kendaraan listrik untuk dinas perorangan.

ANNISA NURUL AMARA | YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus