Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kenaikan suku bunga deposito menyebabkan beban bunga bank meningkat.
Ketersediaan likuiditas menjadi prioritas industri perbankan.
Banyak nasabah yang mengalihkan dananya dari bank kecil ke bank besar.
JAKARTA – Bank kecil dan menengah mulai gencar meningkatkan tingkat suku bunga simpanan dan deposito. Persaingan perhimpunan dana kian ketat di tengah pelemahan perekonomian akibat dampak wabah Covid-19. Presiden Direktur PT Bank Mayapada Internasional Tbk Hariyono Tjahjarijadi mengungkapkan kondisi likuiditas di pasar telah menunjukkan sinyal pengetatan, sehingga bank mau tak mau harus mengambil strategi penyesuaian suku bunga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami harus menyesuaikan dengan pasar untuk bisa bersaing. Saat ini kami menawarkan suku bunga deposito pada 7-7,5 persen,” ujar Hariyono kepada Tempo. Tingkat bunga itu berada di atas tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah bank umum oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yaitu 5,75 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walhasil, kenaikan suku bunga deposito menyebabkan beban bunga yang harus ditanggung bank makin meningkat. Padahal, kinerja penyaluran kredit semasa pandemi cenderung seret. Belum lagi bank tengah kewalahan memenuhi permohonan restrukturisasi kredit nasabah. “Ini antara lain berdampak pada arus kas bank,” kata Hariyono.
Kondisi serupa dialami oleh PT Bank Sahabat Sampoerna (BSS). Chief Financial Officer BSS Henky Suryaputra menuturkan bank berupaya menyeimbangkan permintaan restrukturisasi nasabah dengan tetap menyalurkan pembiayaan secara hati-hati. Tingkat suku bunga yang ditawarkan BSS saat ini berada pada 6,0–6,5 persen. “Kami memilih untuk menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan nasabah daripada berperang suku bunga dengan bank lain.”
Di tengah mulai munculnya tanda-tanda pengetatan likuiditas, Henky mengapresiasi langkah pemerintah berupaya menjaga likuiditas perbankan nasional tetap gembur. Terakhir, dengan menyiapkan skema bank jangkar alias bank penyalur dana penyangga likuiditas bagi bank lain yang mengalami kesulitan likuiditas. “Kerja sama antarbank dengan skema bank jangkar ini akan sangat bermanfaat untuk mendukung likuiditas di tengah pandemi yang belum kita ketahui kapan akan berakhir,” ucapnya.
Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu mengakui ketersediaan likuiditas menjadi prioritas industri saat ini. “Ibarat aliran darah di tubuh. Jadi, kalau itu stop, kita kolaps,” katanya. Menurut Daniel, aliran likuiditas saat ini belum merata dan cenderung terparkir di bank-bank besar. “Banyak nasabah yang mengalihkan dananya dari bank kecil ke bank besar karena orang cenderung mencari aman.”
Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij mengatakan agar likuiditas dan arus kas tak terganggu, pihaknya menekankan kebijakan penghimpunan sumber dana murah, serta meningkatkan pendapatan berbasis komisi (fee based income). “Untuk tingkat bunga kami saat ini di counter rate 5,25 persen, dan maksimal bunga deposito untuk special rate 6 persen,” ujarnya.
Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mulai menyiapkan mekanisme penyaluran fasilitas likuiditas dari bank jangkar kepada bank pelaksana restrukturisasi kredit yang membutuhkan bantuan. Bank pelat merah masuk ke daftar bank yang memenuhi kriteria sebagai bank jangkar adalah 15 bank umum dengan aset terbesar dan dalam kategori sehat. GHOIDA RAHMAH
Berebut Dana Simpanan di Kelas Kecil dan Menengah
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo