Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berharap Perpanjangan Diskon Tarif Pungutan Ekspor

Petani meminta pemerintah memperpanjang pembebasan tarif pungutan ekspor untuk mendongkrak harga TBS kelapa sawit.

12 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo meminta pemerintah memperpanjang periode pembebasan tarif pungutan ekspor yang akan berakhir pada 31 Agustus 2022. Ketua Umum Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, mengatakan perpanjangan kebijakan tersebut diperlukan untuk mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) sawit petani.

"Hal ini sangat perlu dilakukan pemerintah karena harga CPO (crude palm oil) dunia sedang terkoreksi dan untuk merangsang eksportir mempercepat pengosongan tangki timbun CPO di pabrik kelapa sawit," ujar Gulat kepada Tempo, kemarin.

Ia mengatakan kebijakan penghapusan sementara pungutan ekspor dan tidak diperpanjangnya flush out (kemudahan ekspor CPO) belakangan mulai mendongkrak harga TBS secara perlahan. Namun, Gulat menambahkan, anjloknya harga sawit petani tidak semata-mata karena dua kebijakan tersebut, tapi juga faktor lain, seperti domestic market obligation (DMO), domestic price obligation (DPO), serta bea keluar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Persoalan selanjutnya yang menekan harga petani, menurut Gulat, adalah patokan harga minyak sawit mentah. "Rujukan harga CPO kini menggunakan harga tender CPO dari PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN). Harusnya dasar rujukannya adalah harga referensi Kementerian Perdagangan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 55 Tahun 2015," kata Gulat. Ia menuturkan harga tender di PT KPBN selalu lebih rendah dari harga referensi Kementerian Perdagangan.

Di samping itu, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018 menyatakan harga TBS yang ditetapkan di 22 provinsi sawit hanya berlaku untuk petani bermitra alias petani plasma dan petani swadaya yang melakukan kemitraan. Padahal jumlah petani bermitra tidak lebih dari 7 persen. "Sedangkan 93 persen lainnya adalah petani swadaya, yang kemudian menjadi bulan-bulanan 1.118 pabrik kelapa sawit di seluruh Indonesia."

Adapun harga referensi dinas perkebunan setiap provinsi pun berbeda-beda periode pemutakhirannya. Beberapa provinsi menetapkan harga setiap pekan, tapi ada pula yang sebulan sekali. Akibatnya, beberapa provinsi menetapkan harga lebih rendah daripada provinsi lainnya.

Contohnya, harga TBS yang ditetapkan Dinas Perkebunan Riau sebesar Rp 1.800 per kilogram dan Sumatera Utara Rp 1.900 per kilogram, lebih tinggi karena menggunakan harga CPO KPBN yang pada 10 hari terakhir terdongkrak seiring dengan dihapusnya pungutan ekspor dan flush out. Namun pemerintah daerah Kalimantan Tengah dan Sulawesi Barat masih menetapkan harga pada level Rp 1.400 per kilogram dan Rp 1.250 per kilogram karena rata-rata harga CPO diambil saat pungutan ekspor dan flush out masih berlaku, serta dengan tarif bea keluar yang lama.

Hal terakhir yang juga membuat harga TBS rendah, kata Gulat, adalah faktor ketidakpastian. Ia mengatakan ketidakpastian selama ini diantisipasi perusahaan dan pabrik-pabrik kelapa sawit dengan mentransmisikannya kepada biaya sehingga menekan harga petani. Berdasarkan data Apkasindo di 22 provinsi, harga rata-rata TBS sawit petani swadaya pada 10 Agustus 2022 masih di kisaran Rp 1.566 per kilogram. Sementara itu, harga rata-rata sawit petani plasma dan bermitra adalah Rp 1.783 per kilogram.

Lahan perkebunan kelapa sawit di Jambi, 10 Agustus 2022. ANTARA/Wahdi Septiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Di Bawah Rp 1.000 per Kilogram

Adapun Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, mengatakan harga sawit petani di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, adalah Rp 1.350-1.600 per kilogram pada 11 Agustus lalu. Namun SPKS mencatat masih ada petani yang harus menanggung harga TBS rendah di bawah Rp 1.500 per kilogram, yakni di Mamuju, Sulawesi Barat. Para petani di Mamuju harus menerima sawitnya dihargai Rp 900 per kilogram untuk petani swadaya dan Rp 1.100 per kilogram untuk petani plasma.

"Negara perlu mengintervensi ketika harga TBS petani swadaya di bawah Rp 1.500 per kilogram karena ada potensi praktik tidak sehat. Seperti di Mamuju, diduga karena monopoli satu-dua perusahaan besar di sana," ujar Darto. Ia menyebutkan harga TBS ideal yang dapat menunjang kesejahteraan petani sawit adalah Rp 2.000-2.500 per kilogram.

Darto sepakat atas usulan agar pelonggaran pungutan ekspor diperpanjang. Musababnya, apabila tarif tersebut kembali dikenakan pada September mendatang dan stok CPO masih berlimpah, harga TBS diperkirakan kembali terjun ke bawah Rp 1.500 per kilogram, kendati pemerintah sudah menurunkan tarif bea keluar menjadi US$ 52.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengatakan ekspor saat ini terus berjalan, tapi belum bisa mempercepat pengurasan tangki-tangki CPO. Ia mengatakan stok di dalam negeri masih sekitar 6 juta ton. Meskipun demikian, harga TBS mulai pulih di Rp 1.600-1.800 per kilogram.

Eddy tak menampik kemungkinan harga TBS akan tertekan apabila pungutan ekspor kembali dikenakan selepas 31 Agustus mendatang. Ia berkata, harga sawit dunia sedang lesu di kisaran US$ 1.000 per ton. Begitu pula harga CPO yang masih akan berfluktuasi sesuai dengan pasokan dan permintaan minyak nabati dunia. "Naik-turun itu biasa, tapi permintaan minyak nabati dunia akan terus naik sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dunia," ucap Eddy.


Perintah Presiden 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, dua pekan lalu, ia menerima perintah dari Presiden Joko Widodo untuk mendongkrak harga TBS petani di atas Rp 2.000 per kilogram. Setelah adanya perintah tersebut, ia mengatakan berbagai kebijakan telah diambil, antara lain membebaskan pungutan ekspor sebesar US$ 200.

Zulkifli mengatakan pengurangan beban itu seharusnya menaikkan harga TBS sekitar Rp 600 per kilogram. "Kalau selama ini pabrik kelapa sawit membeli Rp 1.250, ditambah Rp 600 menjadi Rp 1.850 per kilogram," ujarnya.

Kini, untuk menggenjot harga TBS di atas Rp 2.000, Kementerian Perdagangan mengubah periode penghitungan harga patokan ekspor (HPE) dari sebulan sekali menjadi dua pekan sekali. Dengan demikian, ketika harga dunia turun, HPE pun akan turun. Bulan ini, harga pungutan referensi untuk penetapan bea keluar pada 9-15 Agustus 2022 adalah US$ 872,27 per metrik ton, sehingga bea keluar CPO turun menjadi US$ 52 per metrik ton dari sebelumnya US$ 288 per metrik ton.

Dengan turunnya tarif bea keluar itu, harga TBS sawit petani semestinya kembali naik sebesar Rp 640 per kilogram. Dengan demikian, harga buah sawit segar berada di kisaran Rp 2.490 per kilogram. Namun, Zulkifli menuturkan, baru beberapa daerah yang memiliki harga TBS melebihi Rp 2.000 per kilogram, antara lain di Jambi dan Riau.

Zulkifli mengatakan harga TBS masih belum sesuai dengan harapan salah satunya karena tangki-tangki di dalam negeri masih penuh. Karena itu, pemerintah terus mempercepat ekspor dengan memperbesar perbandingan DMO dengan volume ekspor. "Pengalinya kami ubah dari 1:5 menjadi 1:13,5 kali sehingga bulan ini bisa ekspor 4 juta ton. Kalau itu berjalan lancar, harga TBS bisa sesuai dengan harapan," tuturnya. Ihwal permintaan agar pelonggaran pungutan ekspor diperpanjang, pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Syailendra, mengatakan akan mengevaluasi kebijakan yang sekarang berjalan.

CAESAR AKBAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus