Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX dimulai pada 2010.
Pemerintah Indonesia disebut menunggak pembiayaan proyek sebesar Rp 14,6 triliun.
Indonesia berpeluang memasok komponen pesawat tempur KFX/IFX.
JAKARTA – Perjalanan panjang mewarnai pengembangan produksi pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). KFX/IFX, yang kini juga disebut KF-21 Boramae, adalah pesawat semi-siluman multirole generasi 4.5. Beberapa keunggulan yang dimiliki pesawat itu, selain semi-siluman, adalah semi-conformal missile launcher, advanced avionics, dan punya kemampuan mengisi bahan bakar di udara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Korea Selatan menggandeng Indonesia dalam pengembangan pesawat tempur mewah yang disepakati di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu melalui perjanjian kerja sama pada 2010.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam nota kesepahaman yang diteken Kementerian Pertahanan RI bersama Komisioner Defense Acquisition Program Administration Republic of Korea, disepakati bahwa pemerintah Indonesia menanggung biaya pengembangan sebesar 20 persen. Sedangkan Korea Selatan menanggung 80 persen, yang terdiri atas 60 persen oleh pemerintah Korea Selatan dan 20 persen oleh Korea Aerospace Industries Ltd.
Baca juga: Mudarat Pembelian Pesawat Tempur
Kebutuhan anggaran pengembangan pesawat tempur ini dari awal hingga selesai mencapai 8 triliun won atau sekitar Rp 94,25 triliun (asumsi kurs rupiah 11,77 per won). Dengan demikian, nilai biaya patungan yang harus ditanggung pemerintah Indonesia sekitar Rp 18,8 triliun.
Pada 2011, Indonesia dan Korea Selatan meneken kesepakatan untuk memulai tahap awal pengembangan teknologi hingga pada 2014 memasuki tahap engineering dan manufaktur sebelum memasuki tahap pengembangan prototipe.
Sebagai payung hukum, pada 14 Oktober 2014 diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2014 tentang Pengembangan Pesawat IFX. Setelah itu, pemerintah menunjuk PT Dirgantara Indonesia sebagai pelaksana program ini.
Peluncuran prototipe jet tempur KF-21 di Sacheon, Korea Selatan, 9 April 2021. REUTERS/Yonhap
Pesawat-pesawat tempur tersebut ditargetkan bisa diproduksi massal pada 2026 setelah melalui proses uji coba dan sertifikasi. Jumlah pesawat yang akan diproduksi sebanyak 168 unit, dengan rincian Korea Selatan bakal menyerap 120 pesawat dan Indonesia 48 pesawat.
Namun target tersebut berpotensi tak tercapai karena pengembangan proyek mandek gara-gara pemerintah Indonesia menunggak pembiayaan sebesar Rp 14,6 triliun. Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace mendesak pemerintah Indonesia melunasi kewajibannya paling lambat pada 2026.
Indonesia diyakini berpotensi mengalami kerugian jika tak melanjutkan komitmennya mengembangkan pabrikan pesawat tempur Korea Selatan itu. Chief Representative Officer Korea Aerospace Industries Indonesia Woo Bong-lee mengungkapkan proyek KFX/IFX sudah menarik minat banyak negara ketika prototipenya diluncurkan dan proses uji coba diselesaikan dengan lancar.
"Proyek ini akan menambah pendapatan kedua negara dari pengembangan industri pertahanan yang mandiri," ujarnya kepada Tempo saat ditemui dalam seminar yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia.
Beberapa negara yang juga mengincar KFX/IFX ialah Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir, Turki, Brasil, dan Thailand. Woo yakin KFX/IFX berpotensi menguasai pangsa pasar pesawat tempur siluman serta bersaing dengan Amerika Serikat karena memiliki sederet kelebihan teknologi.
Selain itu, harga pesawat ini lebih murah dan pengoperasiannya lebih ekonomis ketimbang pesawat lain sehingga besar kemungkinan menjadi pilihan banyak negara.
Masuk Rantai Pasok Global
Pidato Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di depan prototipe jet tempur KF-21 dalam upacara peluncuran di Sacheon, Korea Selatan, 9 April 2021. REUTERS/Yonhap
Peneliti dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, menuturkan program KFX/IFX memberikan kesempatan besar bagi PT Dirgantara Indonesia untuk mengakses pengetahuan baru serta pengalaman langsung dalam proses perancangan dan manufaktur pesawat tempur berteknologi maju.
"Kegiatan ini menciptakan peluang ekonomi yang signifikan dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu bagian dari rantai pasok global Korea Aerospace untuk KF-21 Boramae," ucapnya.
Peluang ekonomi ini, menurut Beni, harus menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti ke tahap produksi yang ditargetkan dimulai pada 2026. Dia yakin, jika terlibat dalam rantai pasok global pesawat KF-21 Boramae, Indonesia berpeluang mendapat manfaat ekonomis yang bersifat jangka panjang.
Musababnya, Indonesia akan terus memasok berbagai komponen krusial untuk KF-21 Boramae, seperti left and right wings, vertical and horizontal tails, serta pylon, selama pesawat itu diproduksi.
Ketua Forum Industri Pertahanan Indonesia Eris Harryanto mengatakan ada sejumlah manfaat strategis yang didapat dari kerja sama ini. Pertama, meningkatkan kemampuan Indonesia menghasilkan teknologi terbaru dalam pengembangan pesawat tempur secara mandiri sehingga akan menghemat anggaran pemeliharaan dan peningkatan produk.
Kedua, kerja sama ini akan menambah ketersediaan lapangan kerja, khususnya bagi insinyur dan teknisi penerbangan lokal, serta menumbuhkan wawasan teknologi pesawat tempur. Ketiga, proyek ini dapat memberikan efek gertak kepada negara lain karena negara yang menguasai teknologi pembuatan pesawat tempur akan disegani.
Kepala Riset dan Ekonomi PwC Indonesia Denny Irawan mengimbuhkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mendapat kue dari pangsa pasar pesawat militer global yang sangat besar. Pada 2021, nilai pasar pesawat militer mencapai US$ 55 miliar atau setara dengan Rp 876,97 triliun (asumsi kurs rupiah 15.945 per dolar Amerika).
"Dari sudut pandang ekonomi, ada manfaat yang kita peroleh jika sanggup masuk ke rantai pasok, menjadi eksportir (komponen pesawat tempur)," katanya.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo