Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bila Rumah Dibayar Emas

Dengan adanya kenaikan harga emas, penduduk perumahan di pondok gede cemas karena mereka mencicil pembelian rumah dengan standar harga emas. (eb)

26 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEMAM harga emas juga berjangkit di kompleks perumahan Ardhini di Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Bukan karena warga kompleks itu ikut spekulasi. Tapi S2 rumah yang mereka tempati di situ harus dicicil berdasarkan harga emas 24 karat. Tak heran di setiap rumah, di rapat-rapat RT, soal kenaikan harga emas dewasa ini selalu menjadi pembicaraan hangat. "Saya puyeng mendengar kenaikan harga emas yang gila-gilaan itu," keluh Anton Sugianto. Akhir Desember lalu emas 24 karat masih sekitar Rp 10.000 per gram. Pekan lalu sudah Rp 14.800 per gram. Kenaikan harga emas itu menggelisahkan Anton, 33 tahun yang punya anak 3. Ia sudah 3 tahun tinggal di kompleks Ardhini I, menempati rumah sederhana di atas tanah 100 mÿFD. Ketika kontrak pesanan ditanda-tangani 4 tahun lalu dengan PT Ardhini Abadi, rumahnya itu dinilai seharga 750 gram. Jika dinilai dengan pasaran emas waktu itu yang Rp 1.900 per gram harga rumahnya Rp 1.425.000 dengan masa cicilan 5 tahun @ 12,5 gram emas sebulan. Salah Urus Sampai Oktober 1979 pihak Ardhini menetapkan standar harga cicilan RP 3000 per gram. Sehingga untuk rumah type 45/100 seperti dihuni Anton misalnya, angsurannya naik dari Rp 23.750 per bulan menjadi RP 37.500. Tapi sejak November lalu P.T. Ardhini menaikkan lagi standar cicilan nasabah menjadi Rp 3.250 per gram. "Terus terang jumlah itu di luar jangkauan rata-rata warga," ujar Bakry, Bendahara RT setempat. Ada juga yang meminta perpanjangan waktu cicilan. "Kalau tidak, saya bisa bangkrut," kata seorang nasabah di Jalan Ros, Blok B -- Ardhini 1. "Semua warga mengeluh," ujar Muindro, pengurus Tim Sarana kompleks Ardhini. Muindro, pegawai Ditjen Pengawasan Dep-Keu menempati rumah 'idaman' type 54/200. Harganya dinilai 2750 gram emas 24 karat @ Rp 2.200 per gram. Atau Rp 6 juta dan harus dicicil selama 5 tahun. Angsurannya 38,75 gram emas per bulan. Dengan standar angsuran sekarang sebesar Rp 3.250 per gram dianggap sudah terlalu berat. "Yang untung adalah pengusaha realestate tapi nasabah buntung," katanya. Menurut Anton maupun Muindro hampir seluruh rumah yang dibangun di situ rata-rata terlambat dikerjakan 6 bulan. Jalan lingkungan, instalasi listrik dan saluran air tidak dibuat oleh Ardhini Abadi sebagaimana yang dijanjikannya. Untuk memasuki kompleks perumahan itu, para nasabah harus menempuh sawah. Itu pun belum cukup. Rumah yang sudah sepertiga lunas tidak bisa dimasuki karena pintunya disegel oleh pemilik tanah dan pemborong P.T. Jago Mas. Ternyata uang pembebasan tanah belum dilunasi oleh Ardhini Abadi kepada pemilik tanah. Juga biaya pembangunannya. Maka para warga kompleks Ardhini I membentuk Tim Sarana. Tim inilah kemudian yang melakukan pungutan cicilan rumah. Akan halnya P.T. Ardhini Abadi "bagaikan burung terbang yang hinggap ke sana ke mari" kata seorang nasabah. Kantornya sering pindah. Mulai dari Jalan Cut Mutia 4, ke Angkasa Puri By Pass, lalu ke Gedung Granada dan ke Rawamangun. Terakhir pindah lagi di Gedung Cik's di Jalan Cikini Raya. P.T. Ardhini Abadi hanya menerima jatah pengumpulan cicilan dari tim sebanyak sepertiga bagian. Sisanya atas persetujuan pihak AA, langsung diangsur kepada pemborong dan pemilik tanah, Sebagian lagi dipakai untuk pembuatan jalan lingkungan dan saluran air. Apa kata direksi P.T. Ardhini Abadi? "Keadaannya yang sudah-sudah memang demikian," jawab Adhiat Boewono, 56 tahun, pensiunan ABRI. Dulu dia direktur, kini komisaris P.T. Ardhini Abadi. Direktur yang sekarang Muchlis, mengakui "perusahaan kami dulu mengalami salah urus." Di Pondok Gede saja kini ada sekitar 20 perusahaan yang menamakan diri real estate. "Sebagian besar berasal dari orang-orang Ardhini," ucap Adhiat. Selain Ardhini I ada juga proyek perumahan Ardhini II yang kabarnya lebih kacau lagi. Banyak pegawainya yang, seperti diakui komisaris Adhiat, sudah keluar. Lalu mendirikan proyek perumahan di daerah itu. Salah satu adalah P.T. Wisma Kusuma Indah. Berbeda dengan Ardhini, di WKI para nasabah membayar cicilan atas dasar harga emas yang tak berubah-ubah begitu kontrak ditandatangani. Hingga sekarang ada penghuni yang masih mencicil berdasarkan harga emas Rp 2.400 per gram. Kini tarif mereka sekitar Rp 4.600 per gram. "Sulit menaikkan lagi, harga beli masyarakat tak kuat," kata manajer Freddy S. P.T. Daya Cipta Utama, masih tetangga kompleks Ardhini, malahan masih berpijak pada harga emas Rp 3.100 per gram. Tapi untuk bisa menempati rumah, seorang nasabah diharuskan membayar uang muka paling sedikit 30% dari harga pengikatan. Menurut Sutrisno Lukito, Dir-Ut WKI, "Pak Tjokropranolo menganjurkan agar tidak menaikkan harga standar." Tapi itu agaknya hanya berlaku sampai penutup tahun anggaran 1979/1980. Sebab, mulai 1 April nanti, Dir-Ut Sutrisno akan menaikkan tarif 10% di atas harga sekarang. Begitu juga yang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus