Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Bioskop Cinema XXI dan CGV Mulai Buka, Kenapa Tak Ada Film Indonesia?

Dua jaringan bioskop terbesar di Indonesia, Cinema XXI dan CGV, masih mengandalkan film-film asing.

18 September 2021 | 05.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dua jaringan bioskop terbesar di Indonesia, Cinema XXI dan CGV, masih mengandalkan film-film asing. Film Indonesia masih absen di layar lebar bioskop XXI dan CGV yang buka mulai 16 September.

Berdasarkan pantauan Bisnis di situs resmi masing-masing jaringan bioskop Cinema XXI dan CGV, hanya ada lima film yang ditayangkan. Kelimanya adalah Mogadishu, Space Jam 2, Black Widow, Fast and Furious 9, dan The Suicide Squad yang notabene adalah film Hollywood.

Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin, absennya film Indonesia pada pembukaan kembali bioskop tak terlepas dari keengganan para produser film Indonesia menayangkan filmnya di bioskop. Mereka takut mengalami kerugian karena jumlah penonton masih dibatasi.

"Mereka [produser] itu takut merugi. Karena kapasitas bioskop itu masih dibatasi 50 persen dan jam buka mal itu juga masih dibatasi. Tentunya berpengaruh ke jumlah penonton," katanya kepada Bisnis, 17 September 2021.

Djonny menjelaskan kehadiran film Indonesia sangatlah penting untuk membangkitkan kembali industri perfilman yang sempat tiarap akibat pandemi Covid-19. Bahkan, dia mengusulkan pada jaringan bioskop untuk memberikan apresiasi kepada para produser dari dalam negeri yang berani merilis filmnya setelah pembukaan kembali bioskop.

"Saya sempat diskusikan dengan pihak [jaringan] bioskop apresiasi untuk film Indonesia yang ditayangkan saat ini, dalam jumlah layar misalnya. Film [Indonesia] yang antre [untuk] ditayangkan di bioskop ini banyak, mungkin ada 130-an lebih," tuturnya.

Kehadiran platform video on-demand (VoD), menurut Djonny, juga mempengaruhi distribusi film di Indonesia, khususnya di masa pandemi Covid-19. Banyak produser yang pada akhirnya beralih ke platform tersebut untuk merilis karya produksinya, alih-alih menunggu bioskop kembali dibuka.

"Ada yang lari juga ke [saluran] alternatif seperti platform digital atau VoD karena itu tadi takut rugi. Seharusnya ya industri perfilman nasional ini ya bangkit bersama-sama, sineas juga bioskop juga, tidak seperti ini," ujarnya.

Adapun, terkait dengan kendala operasional yang dihadapi setelah pembukaan kembali bioskop, menurut Djonny, sejauh ini semuanya masih berjalan dengan baik. Namun, dia berharap agar ke depannya pemerintah bisa mempertimbangkan kembali penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebagai satu-satunya syarat masuk pengunjung bioskop.

"Kalau yang di kota-kota besar mungkin tidak masalah karena ponsel pintar ini sudah umum. Tetapi kalau di daerah bagaimana? Mau nonton bioskop harus punya ponsel pintar dulu baru boleh masuk. Syaratnya dievaluasi kembali agar tidak memberatkan," ungkapnya.

Walaupun demikian, pengelola bioskop mengapresiasi pemerintah yang mengupayakan agar industri perfilman, termasuk di antaranya adalah industri bioskop bangkit kembali.

Djonny tak ingin berharap banyak, bioskop boleh dibuka kembali dengan sejumlah persyaratan saja menurutnya sudah cukup membantu.

"Seperti saat ini sudah cukup, kami diajak duduk bersama sebelum keputusan dikeluarkan. Tidak seperti sebelumnya saat PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar] yang sepihak. Kalau memang ada insentif dipikirkan lagi saja apakah hanya untuk sineas atau bioskop juga," tutupnya.

Baca juga: Persiapan Bioskop Cinemax XXI yang Mulai Buka Hari Ini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus