Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa Para Taipan Masuk Bisnis PLTS

Sejumlah perusahaan besar membangun PLTS di Batam. Para taipan mengincar porsi ekspor listrik.

4 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kota Batam kebanjiran investor PLTS dan panel surya.

  • Perusahaan milik taipan nasional ikut memburu peluang ekspor listrik.

  • Calon eksportir listrik harus memenuhi syarat kandungan lokal minimal 40 persen.

WIRARAJA Group bersiap menyambut pemodal. Pada Senin mendatang, 5 Juni 2023, perusahaan pengelola Kawasan Industri Wiraraja di Kabil, Kota Batam, Kepulauan Riau, itu meneken perjanjian investasi bersama enam perusahaan bidang energi. “Investasi di area industri saya akan diresmikan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto,” kata Akhmad Ma'ruf Maulana, Presiden Direktur Wiraraja Group, kepada Tempo pada Jumat, 2 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhmad menyebutkan sejumlah pejabat tinggi lain yang bakal hadir dalam penandatanganan investasi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) itu, seperti Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.; Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif; serta Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan yang akan membangun ekosistem PLTS di Kawasan Industri Wiraraja adalah PT Apollo Solar Indonesia, PT Marubeni Global Indonesia, PT Tynergy Technology Group, PT Wiraraja Yunan International, PT Alpha Solar Indonesia, dan PT Jaya Electrical Energy. Menurut Akhmad, yang menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kepulauan Riau, total modal yang mengucur mencapai US$ 585 juta atau sekitar Rp 8,74 triliun. 

Penandatangan Joint Development Agreement untuk impor PLTS antara PT Medco Power Indonesia, Pacific Light Power Pte Ltd, dan Gallant Venture Ltd, di acara Singapore International Energy Week, pada 25 Oktober 2021. kemlu.go.id

Rinciannya, Apollo Solar Indonesia yang menjalankan produksi panel surya berinvestasi US$ 10 juta. Marubeni Global Indonesia yang bergerak dalam bidang usaha pembangkit listrik dan transmisi menanamkan modal US$ 400 juta. Produsen semikonduktor, Tynergy Technology Group, mengucurkan US$ 150 juta. Wiraraja Yunan International yang memproduksi stretch film berinvestasi US$ 5 juta. Sedangkan Alpha Solar Indonesia dan Jaya Electrical Energy yang membuat sel surya dan mesin pendingin menaruh modal US$ 10 juta. “Saya bertugas menarik investasi mereka," ujar Akhmad.

Investasi ini adalah kelanjutan dari pertemuan para investor di acara Hannover Messe, Jerman, pada 14-21 April lalu. Di Batam, ada beberapa perusahaan dan konsorsium yang sudah mengantongi rekomendasi gubernur untuk mengembangkan PLTS. Sebagian di antaranya perusahaan global dan milik taipan nasional, seperti konsorsium Marubeni Global Indonesia yang menggarap PLTS di 10 pulau di Kota Batam; PT Batamindo Solar Perkasa yang menjadi kongsi Salim Group, Medco Energi, dan PacificLight Power yang menggarap PLTS di Pulau Bulan; serta PT Parama Multisarana Orion, bagian dari Salim Group, yang juga membangun PLTS di Pulau Bulan.

Tahun lalu, Kementerian Koordinator Perekonomian memasukkan pembangunan PLTS di Batam ke daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Penetapan PSN termaktub dalam Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022. Status PSN akan memuluskan perusahaan-perusahaan itu sebagai pemasok listrik ke Singapura. 

Singapura membutuhkan listrik dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 4 gigawatt pada 2035. Dalam keterangannya pada Rabu, 3 Juni lalu, Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mengakomodasi minat investasi PLTS di wilayah Batam-Bintan-Karimun, yang salah satunya untuk ekspor listrik ke Singapura. “Kami berharap dapat bekerja sama lebih lanjut dengan Singapura untuk memfasilitasi proyek pengembangan sumber daya energi bersih dan terbarukan,” katanya.

Rencana jual-beli listrik antarnegara sebetulnya sudah muncul dua tahun lalu. Pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022, Energy Market Authority (EMA) Singapura merilis dua proposal permohonan impor listrik dari negara tetangga, termasuk Indonesia. Saat mengumumkan proposal tahap pertama, EMA mengundang sejumlah perusahaan, antara lain grup Adaro, Pertamina, Medco, dan grup Salim. 

Dalam keterangan pers pada 25 Oktober 2021, EMA menyatakan sudah memulai uji coba dengan konsorsium PacificLight Power Pte Ltd untuk mengimpor listrik 100 megawatt. Listrik ini dikirim lewat interkonektor antara ladang PLTS di Pulau Bulan, Kepulauan Riau, dan pembangkit listrik di Singapura. Dalam proyek ini, ada PT Medco Power Indonesia, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk; PacificLight Power; dan Gallant Venture Ltd, yang masuk kelompok usaha grup Salim. Dalam tahap awal, PLTS berkapasitas 670 megawatt-peak itu menyediakan listrik setara 100 megawatt non-intermittent ke Singapura.

Konsorsium ini menandatangani perjanjian di acara Singapore International Energy Week pada 25 Oktober 2021. Tempo meminta konfirmasi ihwal proyek ini kepada Presiden Direktur PT Medco Power Indonesia Eka Satria dan Direktur Utama Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro. Namun keduanya tidak menjawab.  

Di bulan yang sama, muncul kabar PT Adaro Energy Indonesia Tbk menanamkan investasi Rp 30 triliun dalam proyek PLTS di Waduk Duriangkang, Batam. Padahal PLTS di waduk tersebut sebelumnya hendak digarap oleh Sunseap Group dari Singapura. Pada Juli 2021, Sunseap meneken nota kesepahaman ladang panel surya terapung atau floating photovoltaic di Waduk Duriangkang bersama Badan Pengusahaan Batam. Proyek di lahan seluas 1.600 hektare dan bernilai Rp 28 triliun itu bakal menghasilkan listrik 2,2 gigawatt-peak

Sunseap tak menggarap proyek ini hingga kemudian muncul Adaro sebagai kontraktor baru. Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan perusahaannya memenangi tender setelah melalui seluruh tahapan, "Yang dilakukan secara terbuka dan transparan,” tuturnya pada Sabtu, 3 Juni lalu. Saat ini, kata Febriati, Adaro tengah menggarap proyek tersebut bersama produsen panel surya dan baterai. “Kami juga telah berdiskusi dengan para calon pembeli di Singapura,” ucapnya.

Tak cuma memiliki modal besar, peminat ekspor listrik juga harus mengikuti kemauan pemerintah agar memakai panel surya buatan Indonesia dengan tingkat kandungan dalam negeri minimal 40 persen. Bagi sebagian pelaku industri, kebijakan ini memberatkan karena komponen yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTS belum bisa sepenuhnya didapatkan di dalam negeri. Tapi, bagi Akhmad Ma’ruf Maulana, kebijakan ini patut diapresiasi. “Sebagai investor dalam negeri ini menguntungkan. Namun pemerintah harus berkomitmen, jangan sampai perusahaan yang tidak memproduksi end-to-end malah dikasih izin."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini ditulis bersama Khairul Anam. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Taipan di Ladang Listrik Surya"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus