Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU Pajak Ditentang
PERLAWANAN pengusaha terhadap Rancangan Undang-Undang Perpajakan yang telah diserahkan pemerintah ke DPR terus dilancarkan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyatakan akan melakukan gempuran di DPR dan meyakinkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menarik kembali RUU itu. Jika gagal? ”Kami akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat.
Menurut Hidayat, RUU Pajak merugikan dunia usaha. ”RUU itu tidak akomodatif, tidak business friendly, malah menakutkan” katanya. Dia mencontohkan, tarif pajak masih tinggi: 35 persen untuk orang pribadi dan 30 persen untuk pajak badan. Padahal, di negara-negara Asia lainnya, tarif di bawah 20 persen.
Kewenangan petugas pajak pun dinilai terlalu luas, mulai dari menghitung pajak hingga menyidik, menyita, dan menyegel harta serta memblokir rekening wajib pajak. Kewenangan seperti itu dikhawatirkan akan menyuburkan praktek pemerasan.
Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, membantah RUU Pajak tidak akomodatif. RUU telah diputuskan bersama-sama, termasuk dengan Kadin. ”Kalau ada yang merasa dikhianati, tunjukkan yang mana?” katanya menantang.
Dalam rangka menggenjot penerimaan pajak, Presiden Yudhoyono, Rabu pekan lalu, telah menyerahkan nomor pokok wajib pajak yang ke-10 juta. Dengan tambahan 6,4 juta wajib pajak baru itu, ditargetkan akan ada tambahan penerimaan pajak Rp 5 triliun. Selain itu, ditargetkan setiap tahun dapat dijaring 2 juta wajib pajak baru.
Industri Tercekik Harga Gas
DUA menteri dibuat kaget oleh kebijakan terbaru PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Per 15 Oktober lalu, perusahaan pelat merah ini telah menaikkan harga jual gasnya 15,4 persen, dari US$ 3,9/MMBTU (million metric British thermal unit) menjadi US$ 4,5/MMBTU.
”Industri bisa hancur. Mereka sudah tidak punya alternatif bahan bakar lain,” kata Menteri Perindustrian Andung Nitimihardja. Sebab, sepekan sebelumnya, Pertamina pun telah menaikkan lagi harga jual minyak untuk industri. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Aburizal Bakrie juga tampak terkejut dengan kebijakan PGN. ”Sebaiknya jangan naik dulu. Paling tidak, untuk tahun ini,” katanya.
Direktur Utama PGN, W.M.P. Simanjuntak, beralasan, kenaikan harga diperlukan agar pasokan gas ke pasar dapat ditingkatkan. Harga baru itu pun, menurut dia, masih rendah. ”Sama dengan Rp 1.600/liter solar,” ujarnya kepada Rinny Srihartini dari Tempo. Meski begitu, PGN akan memberi sejumlah keringanan kepada industri, misalnya dalam hal jadwal pembayaran. ”Agar tidak ada persoalan dengan arus kas mereka,” katanya.
UOB Kuasai Bank Buana
KEPEMILIKAN saham United Overseas Bank International Investment Private Ltd. (UOBII) di Bank Buana semakin gemuk. Anak perusahaan bank terkemuka asal Singapura ini baru saja merampungkan pembelian 30 persen (1,7 miliar lembar) saham Bank Buana. Dana investasi yang ditanam sebesar US$ 169 juta (sekitar Rp 1,69 triliun).
Dengan tambahan itu, berarti UOBII kini menguasai sekitar 53 persen saham. Sisanya dimiliki oleh PT Sari Dasa Karsa (23,03 persen), International Finance Corporation ( 5,32 persen), dan publik (18,65 persen). Sesuai aturan pasar modal, sebagai pemilik mayoritas yang baru, UOBII akan melakukan tender pembelian atas sisa saham Bank Buana. Direktur Utama Bank Buana, Jimmy Kurniawan Laihad, menargetkan bank beraset Rp 15,36 triliun ini bisa menjadi bank nasional pada 2010.
Survei: Ekonomi Memburuk
HASIL survei persepsi pasar oleh Bank Indonesia memperkirakan kondisi ekonomi pada triwulan keempat tahun ini (Oktober-Desember) akan memburuk. Hal ini tecermin pada peningkatan inflasi, kemerosotan kurs rupiah, penurunan surplus transaksi berjalan, dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan. ”Persepsi masyarakat memburuk akibat kenaikan harga bahan bakar minyak,” kata Direktur Statistik BI, Wijoyo Santoso.
Berdasarkan hasil survei di 13 kota utama itu, inflasi diperkirakan mencapai 9,4 persen dan kurs rupiah rata-rata Rp 10.278 per dolar AS. Tingkat pengangguran diprediksi akan meningkat pada kisaran 10,1 persen hingga 11 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo