Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bos GE Sebut SDM Sebagai Tantangan Terbesar di Industri 4.0

CEO General Electric Indonesia Handry Satriago melihat tantangan terbesar Indonesia memasuki era Revolusi Industri 4.0 adalah sumber daya manusia.

8 Juni 2018 | 09.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - CEO General Electric Indonesia Handry Satriago melihat tantangan terbesar Indonesia memasuki era Revolusi Industri 4.0 adalah sumber daya manusia. "SDM adalah tantangan paling besar," kata Handry di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis, 7 Juni 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal tersebut, menurut Handry, harus ditanggulangi karena Indonesia perlu memanfaatkan gelombang baru inovasi digital yang mulai mengubah industri dan ekonomi secara keseluruhan itu. Dengan demikian, Indonesia dapat mendorong produktifitas dan potensi pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan daya saingnya di level internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Indonesia memang telah memperbaiki peringkatnya dalam indeks daya saing global dari 42 menjadi 36 dari 137 negara, namun kita masih berada di belakang negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand," ujar Handry.

Untuk itu, Handry menyebut dua langkah penting yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas SDM Indonesia. Pertama adalah perlunya penyiapan sekolah-sekolah kejuruan dengan teknologi terkini.

Teknologi yang ia maksud misalnya teknik manufaktur modern yang memanfaatkan alat cetak 3 dimensi, atau segala hal yang berkaitan dengan industrial internet, serta kemampuan sensor juga perlu dipersiapkan. "Itu harus disiapkan dengan cepat karena sampai sekarang kan belum ada ahlinya," ujar Handry.

Senada dengan Handry, Ketua Kamar Dagang dan Industri Industri Rosan Roeslani juga mengatakan kendala utama Indonesia menuju revolusi industri 4.0 adalah sumber daya manusia. Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja, ia mengatakan dari 133 juta orang tenaga kerja Indonesia, hanya 12 samai 13 persen yang merupakan sarjana.

"Gap skillnya sangat terasa," ujar Rosan. Ia menyebut mayoritas tenaga kerja Indonesia hanya merasakan bangku Sekolah Dasar.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi itu, kata Rosan, terlihat dengan adanya upaya peningkatan pelatihan dan pendidikan masyarakat. "Harapannya bisa meningkatkan skill orang Indonesia, karena kalau di Asean, kita masih di bawah."

Di lain kesempatan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan salah satu langkah prioritas nasional yang tengah dijalankan kementeriannya adalah membangun SDM industri yang terampil. "Kami telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match antara industri dengan SMK di beberapa wilayah Indonesia," kata dia.

Hingga tahap keenam peluncuran program pendidikan vokasi tersebut, Kemenperin telah melibatkan sebanyak 618 perusahaan dengan menggandeng hingga 1.735 SMK. Airlangga menjelaskan upaya yang dilakukan itu adalah implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK.

Di samping itu, Airlangga mengatakan kementeriannya terus mendorong pondok pesantren di seluruh Indonesia menjadi ekosistem dalam penumbuhan wirausaha industri 4.0 baru melalui program Santripreneur. "Upaya ini sebagai salah satu strategi nasional yang tengah dijalankan untuk memasuki era revolusi industri keempat sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0," kata Airlangga.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus