Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Humas Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Rizzky Anugerah, menyebut pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam menetapkan besaran iuran untuk sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Sistem ini ditargetkan Presiden Joko Widodo berlaku mulai 30 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dalam merumuskan besaran iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di masa mendatang, juga sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat melalui diskusi publik," katanya kepada Tempo pada Senin, 13 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Rizzky, apa pun kebijakan yang nanti diterapkan, mesti ada kepastian bahwa setiap peserta akan dilayani dengan baik. Di samping itu, juga dipastikan memperoleh informasi sejelas-jelasnya. Ia melanjutkan, bila pemerintah akan menyesuaikan besaran iuran, tentu ada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait.
Faktor tersebut termasuk mempertimbangkan kondisi dan kemampuan finansial masyarakat. "Terkait penyesuaian iuran, yang harus menjadi perhatian adalah perlu bauran kebijakan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, sebagai antisipasi potensi ketidakcukupan DJS (Dana Jaminan Sosial) Kesehatan dalam 2-3 tahun ke depan," tuturnya.
Sampai dengan saat ini, kata dia nominal iuran yang berlaku bagi peserta JKN masih mengacu pada peraturan yang berlaku. Untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah atau peserta mandiri kelas I, iurannya Rp 150 ribu, kelas II Rp 100 ribu dan kelas III Rp 42 ribu per orang setiap bulan. "Ada subsidi sebesar Rp 7 ribu per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp 35 ribu."