Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti pembentukan sovereign wealth fund, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) pemerintah yang telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan lembaga yang dalam modal awalnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu harus dipastikan transparan dalam pelaksanaan pengelolaan dana hingga penyaluran dana yang dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPK, kata Achsanul, tetap akan mengambil peran dalam pengawasan serta audit LPI ketika sudah beroperasi. “Walau tidak disebutkan, BPK tetap dapat melakukan audit sesuai dengan kewenangannya,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan UU Cipta Kerja tentang LPI disebutkan bahwa audit kinerja laporan keuangan dilakukan akuntan publik, alih-alih oleh BPK.
Menurut Achsanul, sebagai lembaga pemerintah, LPI wajib menjunjung transparansi dan akuntabilitas karena berkaitan dengan keuangan negara. “Sama halnya dengan perusahaan milik negara yang juga diaudit oleh kantor akuntan publik, tapi BPK tetap bisa melakukan audit terhadap penggunaan dana dan kinerjanya.”
Managing Partner Pembiayaan Infrastruktur Non-Anggaran Pemerintah (PINA), Yose Rizal, menuturkan, sebagaimana sovereign wealth fund di negara lain, LPI memiliki aturan tata kelola yang universal, termasuk dalam hal pengawasan dan pelaporan audit. “Ini sudah biasa, sebagaimana aturan main global, nanti di dalamnya ada komite pengawasan, sehingga dipastikan perangkatnya sudah cukup lengkap,” katanya. Transparansi pun dipastikan komprehensif hingga tahapan pembiayaan proyek yang dikucurkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menuturkan, pada awal pembentukannya, LPI akan mengandalkan suntikan modal dari pemerintah, yang antara lain terdiri atas kombinasi aset negara, aset badan usaha milik negara (BUMN), dan sumber lain. “Dengan ekuitas tersebut, kami berharap bisa menarik dana investasi tiga kali lipat atau sekitar Rp 225 triliun,” ujarnya. Dia merinci, penyertaan modal akan berbentuk dana tunai Rp 30 triliun, juga barang milik negara, saham negara, hingga piutang negara. “Semuanya akan diatur dalam peraturan pemerintah.”
Staf Ahli Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Hernando Wahyono, mengatakan seluruh dana investasi yang dihimpun, baik dari dalam maupun luar negeri, nantinya dikelola dalam master fund. Berikutnya, dana tersebut didistribusikan master fund langsung ke dana tematik, perusahaan portofolio, atau proyek tertentu. “Baru akan diinvestasikan satu-satu lagi, apakah akan masuk ke sektor energi, kesehatan, pariwisata, dan lain-lain.”
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan pembentukan lembaga investasi di sisi lain bukan tanpa risiko. “Terdapat celah penyimpangan yang berpotensi merugikan negara, karena apabila gagal bayar, aset negara akan disita,” Kata Bhima. Dengan kategori risiko tinggi tersebut dibutuhkan pengawasan ketat, tak terkecuali oleh BPK. “Karena jika tidak demikian, dalam jangka panjang, apabila salah kelola, aset negara akan menurun nilainya.”
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo