Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti pengelolaan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilaksanakan pemerintah. Salah satunya adalah pemberian dana talangan modal kerja untuk sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) senilai Rp 19,65 triliun. “Harus diingat bahwa dana talangan ini berbeda dengan penyertaan modal negara (PMN), sehingga wajib dikembalikan,” kata Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, kepada Tempo, kemarin.
Pemerintah akan memberi dana talangan modal kerja kepada lima BUMN yang kinerjanya terkena dampak wabah Covid-19. Perusahaan itu adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp 8,5 triliun; PT Kereta Api Indonesia (Persero) Rp 3,5 triliun; PT Perkebunan Nusantara Rp 4 triliun; PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Rp 3 triliun, dan Perum Perumnas Rp 0,65 triliun.
Achsanul mengatakan dana talangan harus dicatat sebagai utang yang diberikan kepada BUMN atau dibukukan sebagai piutang dalam neraca pemerintah. “Harus ditentukan jangka waktunya apakah masuk utang jangka panjang atau apa,” kata dia. Menurut Achsanul, pemanfaatan dana talangan tersebut juga perlu ditetapkan dan disepakati secara rinci sehingga dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengawal program PEN, termasuk pemberian dana talangan untuk BUMN. “Kami ikut mengawal sejak awal, dan sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo,” kata Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Keterlibatan KPK, kata Pahala, dilakukan untuk mencegah fraud atau kejahatan yang dapat merugikan negara. “Beberapa program baru mau berjalan. Kami turut membuat petunjuk teknis dan formulasi regulasinya.”
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan skema dana talangan masih dibahas. “Ada beberapa konsep yang masih dibicarakan, apakah melalui penempatan dana di bank negara dan dipinjamkan ke BUMN atau skema lain,” ucap dia. Erick juga menegaskan dana talangan bersifat utang pada umumnya, dan tidak dapat dikonversi menjadi ekuitas seperti skema penyertaan modal negara (PMN). Menurut Erick, dana talangan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan kinerja perseroan yang terganggu wabah Covid-19.
Rencana pemerintah memberi dana talangan BUMN menuai kritik. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menuturkan dana talangan rawan menimbulkan moral hazard dan diragukan efektivitasnya. “Pemerintah perlu membedakan mana kerugian akibat pandemi dan kerugian akibat salah kelola,” kata dia.
Beberapa BUMN penerima dana talangan, kata Bhima, telah terbelit masalah keuangan jauh sebelum pandemi Covid-19, seperti Garuda Indonesia dan Krakatau Steel. “Kurang tepat kalau anggaran negara digunakan untuk menginjeksi BUMN tanpa mengetahui akar masalahnya. Dikhawatirkan dana ini akan menguap karena menjadi subsidi untuk perusahaan yang tak tepat menerimanya,” ujar Bhima.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamarussamad, mengatakan rencana pemanfaatan dana talangan merupakan hal krusial, sehingga pelaksanaannya perlu diawasi secara ketat. Dia memberi contoh Garuda yang bulan ini mesti membayar utang jatuh tempo US$ 500 juta. “Apakah dana talangan dimaksudkan untuk itu? Kalau iya, sungguh ironis,” kata dia. “Untuk membayar utang, seharusnya dilakukan renegosiasi.”
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, memastikan dana talangan yang digelontorkan pemerintah tidak akan dipakai untuk membayar utang jatuh tempo. “Sinyal utama yang sudah disampaikan Kementerian Keuangan, ini (dana talangan) tidak boleh diperuntukkan buat bayar sukuk,” kata dia.
GHOIDA RAHMAH | VINDRY FLORENTIN | FRANSISCA CHRISTY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo