Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menemukan dugaan penyimpangan terkait perjalanan dinas di sejumlah kementerian dan lembaga dengan nilai Rp39,26 miliar lebih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2023, yang belum lama ini diterbitkan BPK, disebutkan bahwa dugaan penyimpangan tersebut ada 4 macam, yaitu belum ada bukti pertanggungjawaban senilai Rp14,7 miliar yang melibatkan 14 kementerian dan lembaga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dua perjalanan dinas fiktif senilai Rp9,3 juta, dan belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan/ kelebihan pembayaran di 38 kementerian dan lembaga senilai Rp19,6 miliar, serta penyimpangan perjalanan dinas lainnya di 23 kementerian dan lembaga sebesar Rp4,8 miliar.
Tabel Dugaan Penyimpangan terkait Perjalanan Dinas
Kelompok Permasalahan | Jumlah K/L | Nilai (Rp) | |
1 | Belum ada bukti pertanggungjawaban | 14 | 14.759.974.928,00 |
2 | Perjalanan dinas fiktif | 2 | 9.308.814,00 |
3 | Belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan/kelebihan pembayaran | 38 | 19.647.343.160,10 |
4 | Permasalahan penyimpangan perjalanan dinas lainnya | 23 | 4.843.870.574,33 |
Jumlah | 39.260.497.476,43 |
Menurut BPK, belanja barang belum ada bukti pertanggungjawaban sebesar Rp14,7 miliar di antaranya terjadi pada: Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp5 miliar merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil sebagai pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak dapat diyakini kebenarannya
Selain itu juga ada di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebesar Rp211juta merupakan pengadaan tiket transportasi dan penginapan melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang tidak seluruhnya didukung dengan bukti yang memadai dan sesuai ketentuan.
Belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan/kelebihan pembayaran sebesar Rp19,6 miliar di antaranya terjadi pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp10,5 miliar merupakan sisa kelebihan pembayaran perjalanan dinas yang belum dikembalikan ke Kas Negara, di BRIN sebesar Rp1,5 miliar merupakan belanja perjalanan dinas pada satker Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora yang tidak akuntabel dan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Selain itu KumHAM sebesar Rp1.305.700.156,60 merupakan perjalanan dinas yang melebihi kelas yang diperkenankan untuk jabatan, serta bukti akomodasi dan transportasi yang dipertanggungjawabkan pelaksana lebih besar dibandingkan dengan bukti yang pengeluarannya.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa lembaganya telah mengembalikan kelebihan anggaran perjalanan dinas yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan ke kas negara.
"Gambarannya begini, misalkan, dianggarkan perjalanan dinas satu orang katakanlah Rp10 juta, ternyata yang terealisasikan Rp8 juta, kan masih ada Rp2 juta. Itu yang kemudian temuan awal itu dinyatakan belum disetorkan ke kas negara atau belum dikembalikan, tetapi sekarang ini sebetulnya semua angka yang temuan BPK itu sudah kami setorkan ke kas negara," kata Hasyim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Juni 2024.
Hasyim mengatakan bahwa proses pengembalian tidak sederhana karena harus diselaraskan terlebih dahulu mengenai sisa anggaran yang tidak digunakan.
"Setelah diadministrasikan, baru kemudian disetorkan ke kas negara. Akan tetapi, pada dasarnya hari ini (Senin), pada saat RDP (rapat dengar pendapat) itu sesungguhnya temuan BPK tentang kelebihan sisa anggaran perjalanan dinas yang Rp10,57 miliar itu sudah disetorkan KPU ke kas negara," ujarnya seperti dikutip ANTARA.
Selain menyetorkan ke kas negara, lanjut Hasyim, KPU RI juga telah melapor ke BPK mengenai sisa anggaran tersebut.
Pilihan Editor Dibuka Presiden Jokowi Malam Nanti, Ini Sejarah Jakarta Fair dari Monas ke Kemayoran