Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Antrean pemesanan Kreuz, sepeda lokal asal Bandung, sudah penuh hingga awal tahun depan.
Rekomendasi dari mulut ke mulut membuat produk semakin dikenal.
Namun jumlah daftar tunggu pesanan tak sepadat sebelumnya.
JAKARTA – Di tengah jenuhnya pasar sepeda dalam negeri, pamor sepeda lipat tiga Kreuz masih moncer. Sepeda asal Bandung, Jawa Barat, ini masih melayani antrean panjang pemesanan sejak dikenalkan ke publik pada pertengahan tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, antrean pemesanannya sudah penuh hingga awal tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sejauh ini Kreuz sudah berhasil menjual produknya sekitar 600 unit. Panjangnya antrean pemesanan membuat konsumen mundur,” kata Yudi Yudiantara, penggagas Kreuz, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, Yudi berujar bahwa tak sedikit penggemar yang tetap bertahan meskipun berada dalam daftar tunggu pemesanan. Menurut dia, saat ini tak sedikit masyarakat yang turut mendukung produk lokal. Yudi bersyukur rekomendasi dari mulut ke mulut antar-pencinta sepeda ataupun komunitas membuat produknya semakin dikenal.
Menurut Yudi, produk-produk Kreuz memang terinspirasi oleh dan mirip sepeda lipat sejenis buatan impor, yaitu Brompton. Meski begitu, sepeda buatan anak negeri itu kini telah mengantongi sertifikat produk penggunaan tanda standar nasional Indonesia (SPPT SNI). Adapun pabrik barunya di Lembang, Jawa Barat, telah beroperasi sejak Oktober 2020. Pabrik itu dikhususkan untuk membuat frame set atau kerangka sepeda rata-rata sebanyak 200 set.
Sejauh ini, sepeda lipat tiga Kreuz masih bermodel tunggal. Penjualannya terbagi dalam dua bentuk sesuai dengan keinginan pemesan. Bagi yang hanya perlu kerangkanya, konsumen perlu menyiapkan dana Rp 4-4,5 juta. Peminatnya, kata Yudi, sekitar 40 persen. Selebihnya, konsumen memesan sepeda jadi dengan beragam komponen yang disesuaikan dengan isi kocek pemesan. Adapun harga sepeda jadi Kreuz umumnya berkisar Rp 15-30 juta.
Sepeda lokal Kreuz di Bandung, Jawa Barat, 25 Juni 2020. TEMPO/Prima Mulia
Manisnya bisnis sepeda juga dirasakan oleh Jatnika Rahman Taslim, pemilik workshop sepeda jenis minivelo Ikey Bikey di Banjar, Jawa Barat. Dengan bisnis kecil-kecilannya ini, Jatnika mengatakan masih terus melayani pemesanan sepeda khusus atau custom meskipun tren permintaan sepeda sedang turun. “Kapasitas kami hanya 20 unit setiap bulan,” ujar Jatnika.
Sejak masa pandemi, Jatnika mengatakan, pesanan berbondong-bondong masuk. Namun kapasitas yang terbatas membuat Ikey Bikey tak mampu menaikkan produksinya. Walhasil, kata dia, pemesan harus menunggu 1-3 bulan. Di tengah penurunan tren, Jatnika mengatakan jumlah produksi sepedanya masih memenuhi kapasitas. Bedanya, kata dia, jumlah daftar tunggunya tak sepadat sebelumnya.
“Untuk harga, kami sejak awal tidak ada kenaikan, sehingga ketika harga turun, kami juga tetap sama. Kebanyakan kami bikin batang dan garpunya sekitar Rp 1,5-2 juta,” kata Jatnika.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (Dirjen IKMA) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, mengatakan permintaan dalam negeri sebetulnya sudah terpenuhi. Saat ini, kata dia, produksi sepeda masih terus berjalan meskipun tren permintaan mulai menurun. “Dari segi harga, masih seperti sebelumnya. Tidak ada penurunan,” tutur Gati.
ANWAR SISWADI | LARISSA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo