Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pemerintah tengah mengejar produksi gula nasional untuk memenuhi kebutuhan yang semakin tinggi. Pemenuhan gula konsumsi tahun depan akan dilakukan secara bertahap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, Syahrul mengatakan produksi gula konsumsi baru mencapai 2,18 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan gula konsumsi mencapai 2,8 juta ton per tahun. Dengan begitu, pemerintah harus mengimpor 620 ribu ton untuk kebutuhan gula konsumsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan konsentrasi untuk kesiapan gula konsumsi. Apabila gula konsumsi bisa dipenuhi dalam waktu singkat, kita berharap bisa mengejar produksi gula industri yang selama ini importasinya sangat besar," tutur Syahrul secara virtual, kemarin.
Syahrul mengatakan ada dua pola yang dilakukan untuk mendorong produksi gula konsumsi nasional, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi kebun tebu. Pemerintah menargetkan intensifikasi kebun tebu seluas 200 ribu hektare (ha) dengan cara bongkar ratoon (peremajaan) dan rawat ratoon (pemeliharaan). Sementara itu, ekstensifikasi kebun tebu akan dilakukan seluas 50 ribu hektare. "Target peningkatan produksi kita 676 ton pada 2023," tutur Syahrul.
Direktur Jenderal Industri Agro Abdul Rochim mengatakan setiap tahun kebutuhan gula nasional rata-rata sebesar 5,8 juta ton, tapi produksi gula dalam negeri hanya sekitar 2,7 ton. Sebanyak 3,7 juta ton kebutuhan gula harus dipenuhi lewat impor. Untuk memberikan nilai tambah, impor yang dilakukan itu dalam bentuk gula kristal mentah atau raw sugar yang diolah menjadi gula kristal putih dan gula kristal rafinasi. Dengan adanya kesenjangan tersebut, Rochim mengatakan, masih diperlukan pembangunan pabrik gula baru di Tanah Air.
"Dalam kurun 2019-2020, telah berdiri empat pabrik gula baru yang berkapasitas besar, 6.000-12 ribu ton tebu per hari (TCD). Harapannya, pembangunan pabrik baru ini bisa mengurangi impor," ujar Rochim.
Menurut Rochim, masih ada kendala dalam pembangunan pabrik gula baru oleh investor, misalnya ketersediaan lahan yang clear and clean hingga pembangunan kebun tebu yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam rangka menarik minat investor industri gula, Kementerian Perindustrian memberikan fasilitas insentif bahan baku bagi industri gula baru maupun perluasan yang terintegrasi dengan kebun melalui Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017. Adapun jangka waktu insentif tersebut selama tujuh tahun untuk pabrik di luar Pulau Jawa, lima tahun di Pulau Jawa, dan tiga tahun untuk pabrik gula perluasan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Musdhalifah Machmud, menuturkan pemerintah menargetkan ada kenaikan kapasitas produksi gula oleh perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) lewat revitalisasi pabrik. Dari rencana peningkatan daya saing oleh BUMN gula, pemerintah menargetkan kapasitas pabrik gula lebih besar dari 4.000 TCD. Kemudian juga diperlukan peningkatan hak guna usaha (HGU) untuk lahan perkebunan tebu lebih dari 60 persen dan penghiliran.
"Target produksi gula perusahaan BUMN pada 2021 itu 1,2 juta ton. Ini masih meningkat lebih tinggi apabila target revitalisasi bisa dijalankan," tutur Musdhalifah.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bustanul Arifin, mengatakan Indonesia merupakan negara pengimpor gula terbesar di dunia. Menurut dia, produksi gula dalam negeri belum berdaya saing karena indeks biaya produksi gula masih tinggi. Bustanul menuturkan, terobosan teknologi sangat diperlukan, dari benih hingga sistem perawatannya. "Apabila ada pemanfaatan teknologi hingga penggunaan varietas baru, ada surplus konsumsi sebesar Rp 7 triliun per tahun," ujar dia.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo