Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pada tahun lalu, volume pengiriman paket SiCepat Ekspres turun 40-50 persen.
Dengan efisiensi dan pemanfaatan teknologi, kinerja bisnis SiCepat kembali naik 30 persen.
Segmen pelanggan korporasi membutuhkan penanganan khusus.
MULAI surutnya kasus Covid-19 sejak kuartal IV tahun lalu, yang disusul dengan pengakhiran status pandemi di Indonesia pada 21 Juni 2023, membuat kinerja bisnis jasa pengiriman barang menurun. Volume pengiriman paket merosot, baik yang berasal dari e-commerce maupun paket obat Covid-19 pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi yang sama juga terjadi pada SiCepat, perusahaan ekspedisi yang mulai beroperasi pada 2014, pada saat booming perusahaan e-commerce. Sepanjang 2022, volume pengiriman paket SiCepat turun 40-50 persen dibanding pada masa puncak pandemi.
Namun pelan-pelan perusahaan itu berhasil melakukan efisiensi operasional, meluncurkan superapp, dan aktif membina seller UMKM. Hasilnya positif. Memasuki awal kuartal IV 2023, SiCepat membukukan pertumbuhan bisnis 30 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, kata Wiwin Dewi Herawati, Chief Marketing PT SiCepat Ekspres Indonesia, mayoritas pengiriman SiCepat bersumber dari e-commerce, terutama dari seller-seller kategori UMKM. Sadar akan pentingnya kelompok ini, SiCepat meluncurkan berbagai program untuk membina pelaku UMKM sekaligus menjaga loyalitas mereka.
“Kami membantu seller membikin foto dan video produk dengan kualitas profesional. Kami juga menyediakan lakban gratis, bubble wrap, sampai thermal printer bagi pelanggan loyal,” ujarnya saat berkunjung ke Gedung Tempo, 19 September lalu.
Berikut ini petikan wawancara Wiwin dengan tim Tempo.
Bagaimana awal mula pendirian SiCepat?
SiCepat beroperasi mulai 2014, saat bisnis e-commerce mulai naik. Ketika itu, pemilik kami, yang juga pemilik Sentral Cargo, punya beberapa online shop. Dia melihat, kalau mau kirim barang, kok, mesti antre. Ekspedisi juga tidak ada yang bisa pickup. Kami berpikir untuk membikin ekspedisi saja supaya bisa pickup ke online seller.
Jadi, yang mendisrupsi ekspedisi ketika itu adalah SiCepat. Ketika belum ada ekspedisi yang melakukan layanan pickup, kami bisa. Terobosan yang lain adalah seller tidak perlu bertanya nomor resinya berapa karena kami kirim nomor resi melalui SMS, sehingga seller bisa memberi tahu pembeli dan melakukan tracking mandiri.
Terobosan ketiga adalah penggunaan timbangan digital pada saat kebanyakan ekspedisi masih pakai timbangan analog. Kelebihan kami lainnya, manakala ada perselisihan, kami mengganti 1 kilogram barang senilai maksimum Rp 500 ribu sampai maksimal 5 kilogram. Waktu itu, ekspedisi yang lain mengganti kerugian 10 kali lipat ongkos kirim.
Chief Marketing and Corporate Communication Officer SiCepat Ekspres, Wiwin Dewi Herawati dan Direktur Utama Citilink Juliandra dalam kerja sama pemasangan livery SiCepat Ekspres di badan dan kabin pesawat Citilink di Hangar GMF AeroAsia Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 19 April 2021. Dok. SiCepat Ekspres
Bagaimana kondisi bisnis ekspedisi pasca-pandemi Covid-19?
Terjadi penurunan drastis jumlah paket yang dikirim SiCepat Ekspres. Dari sebelumnya di atas 1 juta paket per hari, sekarang rata-rata sekitar 700 ribu paket per hari. Turun 40-50 persen.
Sebenarnya, kalau sedang peak season, seperti Lebaran, tahun baru, libur sekolah, dan harbolnas, tidak sampai 40 persen turunnya, tapi secara umum 40-50 persen. Jumlah pegawai juga berkurang, dari 65 ribu orang, sekarang tinggal 18 ribu orang.
Mengapa begitu banyak pengurangan pegawai?
Sebab, kami melakukan banyak ekspansi saat masa pandemi karena kala itu semua transaksi dipaksa online. Kami juga memberikan dukungan ekspedisi ke beberapa instansi pemerintah untuk mengirimkan telemedisin, masker, APD, dan lain-lain.
Mau tidak mau kami melakukan ekspansi dan otomatis merekrut banyak kurir. Begitu masa pandemi selesai, paket yang mau dikirim tidak ada, transaksi online turun signifikan, dan gerai-gerai pun mulai sepi.
Kalau kami bicara dengan pengelola e-commerce, jumlah orang yang belanja juga sudah mulai banyak yang turun, kembali ke kondisi sebelum masa pandemi. Contohnya, waktu pandemi banyak orang yang tidak bisa liburan, sekarang bisa bepergian lagi.
Selain pengurangan pegawai, apa langkah efisiensi lainnya?
Peningkatan penggunaan teknologi, seperti penggunaan sepeda motor listrik untuk menghemat BBM. Pada 2022, kami memesan 10 ribu sepeda motor listrik untuk kurir.
Belum semua datang, baru 30 persen. Pemakaian sepeda motor listrik ini telah menghasilkan penghematan biaya BBM sebesar 25 persen karena selama ini pengeluaran BBM ditanggung SiCepat.
Lantas, bagaimana kinerja bisnis SiCepat saat ini?
Hingga awal kuartal keempat 2023, kami mengalami pertumbuhan positif. Secara bisnis, terdapat peningkatan hingga 30 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Berapa jumlah SDM dan infrastruktur SiCepat?
SiCepat dibantu oleh lebih dari 18 ribu karyawan serta mitra, lalu didukung dengan infrastruktur, di antaranya lebih dari 1.500 gerai first mile dan last mile, 80 titik sortation, 21 titik linehaul, 2.700 titik droper atau Drop Point Bersama, serta lebih dari 2.000 unit van dan truk.
Apa strategi untuk merawat dan menambah pelanggan?
Kami sadar bahwa SiCepat Ekspres dibesarkan oleh seller online UMKM. Karena itu, kami memberikan banyak dukungan untuk mereka. Kami membuat beberapa program, salah satunya Sanubari atau Siap Bangkit untuk Negeri sejak 2022. Sanubari bukan program jangka pendek. Tahun depan, kami mau bikin lagi.
Apa isi program Sanubari?
Program ini merespons kesulitan seller yang pada masa pandemi mengalami penurunan omzet. Kita ingat, ketika itu hanya beberapa komoditas yang penjualannya naik. Pelanggan SiCepat yang besar-besar, yang berjualan sepatu dan tas, penjualannya turun. Tapi penjualan makanan kemasan, hand sanitizer, dan masker naik.
Ketika itu, kami putuskan membuat beberapa program pelatihan, pendampingan, bahkan dukungan pendanaan. Bikin kompetisi business plan sehingga pedagang yang betul-betul ingin berbisnis, selain mendapatkan pelatihan, mereka mendapatkan pendanaan.
SiCepat juga membantu memproduksi material pemasaran, seperti membikin foto dan video produk dengan kualitas profesional. SiCepat membangun rumah produksi sendiri. Kami kasih juga dukungan operasional, misalnya menyediakan lakban gratis, bubble wrap, sampai thermal printer untuk pelanggan loyal.
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mendengarkan pemateri workshop Sanubari (Siap Bangkit Untuk Negeri) mengenai digital marketing di Indramayu, Jawa Barat, 27 Juli 2023. Dok. SiCepat Ekspres
Perusahaan ekspedisi sering menonjolkan promo tarif. Apakah ada strategi seperti itu?
Kami sadar bahwa tidak bisa berhenti di program saja. Kemarin, kami baru mengeluarkan program tarif BBM alias Berani Bayar Murah untuk social commerce. Program ini kami kemas ulang dari program Halu atau Harga Lima Ribu di platform e-commerce.
Kami juga punya program Kepoin alias Kejar Poin SiCepat. Jadi sekarang, belanja bisa dapat poin di superapp kami dan bisa di-redeem untuk memperoleh nomor undian.
Berapa jumlah pelanggan SiCepat?
Ada sekitar 3.000 member loyal, yang memberikan kontribusi secara volume ataupun pendapatan yang cukup besar. Selain itu, kami memiliki pelanggan sebanyak 6 juta seller di platform e-commerce.
TikTok Shop sedang naik daun, bagaimana tren pelanggan dari platform social commerce?
TikTok sudah mulai ramai dan terus tumbuh, tapi secara volume social commerce masih belum bisa menyaingi e-commerce.
Bagaimana komposisi pelanggan SiCepat?
Sebanyak 92 persen adalah seller di e-commerce, 6 persen seller di social commerce, dan sisanya pelanggan B2B (business-to-business). Kami ada di hampir semua e-commerce, dengan kontribusi terbesar masih dari Shopee.
Mengapa porsi pengiriman paket dari social commerce masih rendah?
Sebenarnya, sampai 2016, sebanyak 90 persen volume pengiriman SiCepat berasal dari social commerce. Berubah drastis pada 2018, penjualan social commerce turun karena banyak yang beralih ke e-commerce.
Aktivitas bongkar muat paketan barang di Gudang SiCepat, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Bagaimana strategi bisnis SiCepat ke depan?
Kami ingin melakukan kolaborasi, semacam drop point, supaya dari sisi visibilitas kami tidak hilang sekaligus memberikan kemudahan. Kami juga mengembangkan superapp. Jadi, siapa pun sekarang mudah mengirim barang, bisa pickup lewat superapp SiCepat.
Apa yang ditawarkan superapp tersebut?
Ada voucher ongkir, poin. Poinnya bisa digunakan untuk macam-macam karena berkolaborasi dengan beberapa mitra di superapp.
Bagaimana perkembangan aplikasi SiCepat?
Aplikasi ini sudah ada sejak 2021 dan sudah diunduh sebanyak 200 ribu kali. Tapi memang pengguna aktifnya tidak banyak, karena kami, kan, perusahaan jasa.
Anda menyebutkan jumlah pelanggan B2B sebesar 2 persen. Mengapa segmen itu masih kecil kontribusinya?
Karena ada kendala dari sisi operasional. Biasanya kami menangani barang-barang retail. Sedangkan, kalau untuk segmen B2B, kebutuhannya barang-barang berat dan dokumen yang memerlukan penanganan khusus.
Ada rencana untuk meningkatkan kontribusi segmen B2B?
Kami sedang membesarkan layanan enterprise dan kargo, hanya kami mau berfokus pada barang-barang di atas 50 kilogram serta di wilayah Jawa dulu. Kami telah bekerja sama dengan berbagai macam industri, dari perbankan, consumer goods, BUMN, hingga institusi pendidikan, untuk bisa memberikan layanan logistik.
Di daerah mana saja SiCepat beroperasi?
Mayoritas di Pulau Jawa, 65-70 persen. Di Jawa, armada darat kami lengkap. Apalagi sekarang jalur Jakarta-Surabaya sudah bisa pakai jalan tol.
Apakah ada pengiriman menggunakan kereta api?
Saat ini belum karena kereta api untuk kargo, sedangkan barang kargo kami masih sedikit. Namun kami sudah bicara dengan PT KAI untuk mencari peluang bisnis.
Ada rencana pengembangan bisnis ke luar Jawa?
Kami ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Tapi tantangannya cukup besar. Di Kalimantan contohnya, ongkos kirimnya mahal. Kami terpaksa menutup banyak gerai di Kalimantan karena jumlah paketnya sedikit dan ongkos kirimnya mahal. Misalnya, kalau mau kirim paket ke Berau, pesawat harus ke Balikpapan dulu, baru ke Berau. Begitu juga di Papua, terbatas jadwal pesawatnya.
Punya armada pesawat?
Tidak ada. Sudah kami hitung, investor bilang jangan, rugi.
EFRI RITONGA
Catatan redaksi:
Isi artikel ini telah diubah pada hari Rabu, 27 September 2023, pukul 09.27 WIB, untuk memenuhi permintaan klarifikasi dari narasumber. Terima kasih.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo