Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Cuaca Ekstrem, KNTI Desak Pemerintah Lindungi Nelayan

Permintaan ini menyusul cuaca ekstrem di sekitar daerah pesisir dalam satu bulan terakhir yang mengancam keselamatan nelayan.

14 Desember 2020 | 10.08 WIB

Kapal nelayan banyak sandar di pelabuhan karena tidak melaut. ANTARA
material-symbols:fullscreenPerbesar
Kapal nelayan banyak sandar di pelabuhan karena tidak melaut. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI mendesak pemerintah mengimplementasikan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan serta Pembudidaya Ikan dan Tambak Garam. Permintaan ini menyusul cuaca ekstrem di sekitar daerah pesisir dalam satu bulan terakhir yang mengancam keselamatan nelayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Strategi perencanaan dan penganggaran untuk memberi perlindungan, pengawasan, pencegahan, dan penanganan kebencanaan yang berdampak kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih minim,” ujar Ketua Harian DPP KNTI Dani Setiawan dalam keterangannya, Senin, 14 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dampak cuaca ekstrem, tutur Dani, telah mengakibatkan aktivitas sektor perikanan lumpuh. Hingga Desember 2020, KNTI mencatat 55 kapal di Surabaya, Semarang, Sumpenep, Tuban, dan Serdang Bedagai rusak karena cuaca buruk. Selain itu, puluhan rumah nelayan atau masyarakat pesisir dihantam gelombang dan angin kecang.

Di Kota Pekalongan, KNTI mencatat tanggul penahan air jebol sehingga menyebabkan banjir di dalam rumah warga. Kondisi yang sama pun dialami masyarakat pesisir di Tanjungbalai, Asahan, dan Kota Medan.

Dani melanjutkan, ratusan ribu nelayan kecil tidak bisa melaut karena adanya gelombang tinggi dan angin kencang. Kondisi ini, menurut Dani, sebetulnya merupakan kejadian rutin yang terus terjadi setiap tahun. Namun, dia menyayangkan pemerintha tidak memiliki mitigasi khusus.

Padahal, Dani melanjutkan, pasal ketiga undang-undang perlindungan nelayan semestinya memberikan jaminan terhadap timbulnya risiko dari bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran. Di samping itu, Dani memandang upaya perlindungan terhadap nelayan tidak banyak berubah dan cenderung minim.

Misalnya, fasilitas alat penyedia informasi cuaca, infrastruktur pesisir, alat keselamatan melaut, asuransi, dan penyediaan bantuan sosial bagi keluarga nelayan yang berhenti melaut di masa cuaca ekstrem.

Selain mendesak pemerintah mengimplementasikan beleid tentang perlindungan nelayan, KNTI meminta pemerintah pusat dan daerah menyediakan payung hukum yang kuat untuk memitigasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau kecil.

“Mengingat dampaknya yang semakin memburuk, langkah-langkah cepat juga perlu diambil untuk mengatasi kedaruratan akibat dampak cuaca ekstrem yang dialami oleh nelayan dan masyarakat pesisir saat ini,” ucap Dani.

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus