Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dampak Semu Penjaminan Kereta Cepat

Penjaminan pemerintah untuk cost overrun kereta cepat Jakarta-Bandung dikhawatirkan menjadi beban baru KAI pada masa depan.

15 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penjaminan terhadap dampak pembengkakan biaya alias cost overrun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dinilai belum cukup meredam beban KAI.

  • Skema bantalan biaya yang dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 itu justru memicu tunggakan finansial baru bagi operator kereta api pelat merah.

  • Regulator bisa mengucurkan penjaminan biaya dengan sejumlah pertimbangan, seperti kemampuan finansial negara serta kesinambungan dan pengelolaan risiko fiskal.

JAKARTA – Penjaminan terhadap dampak pembengkakan biaya alias cost overrun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dinilai belum cukup meredam beban PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan skema bantalan biaya yang dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 itu justru memicu tunggakan finansial baru bagi operator kereta api pelat merah. “Berupa pokok dan bunga pinjaman, belum termasuk biaya turunan lainnya di masa depan,” tuturnya kepada Tempo, kemarin, 14 September 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Agustus lalu, aturan itu berisi tata cara penyaluran kredit pemerintah untuk KAI dalam proyek sepur kencang. Artinya, regulator akan menutupi pengeluaran KAI yang timbul akibat gejolak biaya investasi kereta berkecepatan 350 kilometer per jam tersebut.  

Bila merujuk pada isi Pasal 3 Permenkeu Nomor 89 Tahun 2023, regulator bisa mengucurkan penjaminan biaya dengan sejumlah pertimbangan, seperti kemampuan finansial negara serta kesinambungan dan pengelolaan risiko fiskal. Yang akan menjadi penjamin, sesuai dengan regulasi itu, adalah pemerintah dan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI)—dalam hal ini PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PII. 

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 yang berlaku sejak 11 September lalu berisi mekanisme penjaminan pemerintah untuk gejolak biaya kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Selama ini, tambahan biaya alias cost overrun proyek sepur kencang membebani PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Besaran penjaminan itu disesuaikan dengan pinjaman KAI terhadap kreditor—meliputi pokok, bunga, serta biaya lain yang timbul. Agar bisa dicairkan, KAI wajib menyetor berbagai persyaratan, seperti persetujuan tertulis dari Komite KCJB dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengenai jaminan dari pemerintah tersebut. Perusahaan pun harus menyertakan pernyataan soal kemampuan keuangan terbaru, surat dari Kementerian Perhubungan ihwal dukungan regulasi, rencana penggunaan kredit atas KCJB, profil kreditor dana tersebut, proyeksi keuangan, serta mitigasi risiko ke depannya.  

Menurut Badiul, penjaminan ini hanya menambah pengeluaran kas negara untuk KCJB. Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah berulang kali terserap proyek yang kini sedang diuji coba untuk publik tersebut. “Penjaminan ini tidak lepas dari fakta proyek yang dananya berubah dan naik dari rencana awal.”  

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah duluan mensinyalir beban kas KAI yang memimpin konsorsium BUMN dalam proyek KCJB. Dalam laporan pemeriksaan BPK atas sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pemerintah pusat pada 2022, beban KAI tergambar dengan jelas. Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 menyatakan bahwa pinjaman modal untuk mengatasi kenaikan atau perubahan biaya KCJB harus diburu oleh KAI. Hal ini pun berlaku bila muncul kewajiban perusahaan patungan untuk KCJB, yaitu PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang tak bisa diantisipasi dengan penyertaan modal negara (PMN).

Rangkaian EMU kereta cepat Jakarta-Bandung memasuki Stasiun Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 13 September 2023. TEMPO/Prima Mulia

Dalam notula rapat Komite KCJB pada 28 Maret 2023 yang dikutip BPK, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyebut PT PII sebagai penjamin serta first loss absorption dan diakui institusi internasional. Dalam rapat serupa, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan agar skema penjaminan melalui PT PII disampaikan ke China Development Bank atau Bank Pembangunan Cina. "Apabila Bank Pembangunan Cina tetap menginginkan penjaminan langsung pemerintah, pihak Indonesia perlu memikirkan alternatif pendanaan, misalnya dengan melakukan negosiasi bersama Himpunan Bank Milik Negara."

Dalam laporan itu, auditor BPK menyebutkan skema penjaminan untuk KAI belum dijelaskan secara lengkap oleh Kementerian Keuangan. BPK menganggap PT KAI berpotensi menanggung pembayaran pokok dan bunga pinjaman bila KCIC tak bisa membayar pokok dan bunga shareholder loan. Bila terjadi, kondisi ini tidak sesuai dengan isi beberapa undang-undang.

Setelah negosiasi panjang, Indonesia dan Cina menyepakati nilai cost overrun KCJB sebesar US$ 1,2 miliar. Dari angka tersebut, Indonesia harus menanggung pembengkakan biaya senilai US$ 723,58 juta atau sekitar Rp 10,8 triliun. Sebagian besar atau senilai US$ 542,68 juta akan dibiayai oleh utang dari Bank Pembangunan Cina. Sisanya, sebesar US$ 180,89 juta, bersumber dari ekuitas (modal) yang harus disetor konsorsium BUMN. 

Peneliti badan usaha milik negara dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menyebutkan penjaminan pemerintah urgen untuk menjaga arus investasi dan modal kerja KAI. Instrumen utang yang disediakan pemerintah masih mumpuni untuk menarik minat kreditor agar KAI bisa memperoleh pinjaman. “Supaya penggunaan anggaran oleh KAI kredibel, evaluasi dan peninjauan berkala harus dikuatkan oleh Kementerian BUMN dan lembaga teknis lainnya.”  

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebutkan proyek KCJB kian melenceng dari komitmen business-to-business (B2B) yang dicanangkan pada awal perencanaannya. Dana negara sudah mengucur dalam bentuk PMN, kemudian berpotensi mengalir untuk subsidi tiket. “Sekarang masuk ke penjaminan,” ucap Bhima. “Secara finansial, KCJB sudah menjadi beban bagi para pembayar pajak.”

Tempo berupaya mengkonfirmasi soal pemberian penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat Jakarta-Bandung kepada sejumlah pejabat Kementerian Keuangan. Namun, hingga berita diturunkan, belum ada yang merespons pertanyaan Tempo.

YOHANES PASKALIS | CAESAR AKBAR 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus