Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Dana murah sudah habis

PT PANN mengambil alih dua kapal miliknya dari PT Indonesia Oriental Lines (IOL). teguran keras diberikan kepada maskapai pelayaran nusantara (mpn) dan pelayaran umum Indonesia (pelumin). (eb)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELEBIHAN suplai ruangan kapal, di saat permintaan angkutan barang sedang sepi, berakibat jelek buat PT Indonesia Oriental Lines (IOL), Jakarta. Sesudah beberapa kali tak bisa memenuhi kewajibannya, kapal yang disewa dari PT PANN, Juni lalu diambil kembali oleh lembaga keuangan nonbank itu, dan kemudian disewakan pada Sulita Lines. Apa boleh buat, dari perusahaan itu PANN juga sedang memproses pengambilalihan sebuah kapal lagi. "Kami berat melakukannya, tapi demi kelancaran usaha, tindakan itu harus dilaksanakan," ujar Singgih Soedjono, kepala Bagian Hukum PANN. Teguran keras dan ancaman penyitaan juga sudah dilayangkan pada Maskapai Pelayaran Nusantara (MPN) dan Pelayaran Umum Indonesia (Pelumin) yang menunggak membayar sewa kapal mereka. MPN yang menyewa 3 kapal -- Niaga IV (berbobot mati 1.000 ton), Niaga XXX (1.400 ton), dan Niaga XLV (2.700 ton) -- setiap bulan harus membayar sewa dan asuransi Rp 41 juta pada PANN. Tapi, karena operasi ketiga kapal di trayek Indonesia Barat itu selalu merugi, sudah beberapa bulan ini kewajiban itu tak bisa dipenuhinya. Sesungguhnya, "kini bisa saja PANN menyita ketiga kapal itu," ujar Ibnu Sad, direktur MPN. Menurut perjanjian, jika pihak penyewa selama 3 bulan berturut-turut tidak bisa membayar sewa, pemilik (PANN) berhak mengambil alih kapal itu. Untung, bagi Pelumin, yang menunggak sewa kapal semi-petikemas Niaga XXV lebih dari 3 bulan, pemilik kapal tak kaku melaksanakan ketentuan itu. Setiap bulan perusahaan pelayaran yang mengoperasikan 16 kapal pelbagai jenis itu seharusnya menyetor Rp 23 juta untuk Niaga XXV kapal yang disewanya. Karena Pelumin harus pula menutupi biaya operas kapal lainnya yan merugi, kewajiban membayar sewa itu tak bisa dipenuhinya. Sesudah MPN dan Pelumin belakangan berjanji akan melunasi kewajiban mereka, PANN tentu tak bisa meneruskan sikap kerasnya. Kebijaksanaan seperti itu juga ditempuhnya, teristimewa menghadapi Pelni, perusahaan pelayaran milik negara, yang sejak lima tahun lalu menyewa 9 kapal niaga. Berapa jumlah tunggakannya, Singgih enggan mengungkapkannya. Yang pasti, "kesembilan kapal itu sudah diputuskan akan dialihkan sebagai penyertaan modal pemerintah (equiy) di Pelni," katanya. Kendati angkutan laut sedang lesu, ke meja direksi PANN masih datang juga permintaan dari 5 perusahaan pelayaran untuk menyewa kapal. Jika beberapa tahun lalu pembelian kapal secara kredit 10 tahun hanya dikenai bunga 10%, kini bunga murah sebesar itu bakal tak diperoleh lagi. Maklum, dana murah dari pemerintah sudah habis dipakainya membeli 73 kapal secara berangsur. Berapa tingkat bunga cicilan itu, Azril Nazahar, direktur utama PANN, belum mau mengungkapkan. "Kami masih mempelajarinya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus