KELEBIHAN suplai ruangan kapal, di saat permintaan angkutan
barang sedang sepi, berakibat jelek buat PT Indonesia Oriental
Lines (IOL), Jakarta. Sesudah beberapa kali tak bisa memenuhi
kewajibannya, kapal yang disewa dari PT PANN, Juni lalu diambil
kembali oleh lembaga keuangan nonbank itu, dan kemudian
disewakan pada Sulita Lines. Apa boleh buat, dari perusahaan itu
PANN juga sedang memproses pengambilalihan sebuah kapal lagi.
"Kami berat melakukannya, tapi demi kelancaran usaha, tindakan
itu harus dilaksanakan," ujar Singgih Soedjono, kepala Bagian
Hukum PANN.
Teguran keras dan ancaman penyitaan juga sudah dilayangkan pada
Maskapai Pelayaran Nusantara (MPN) dan Pelayaran Umum Indonesia
(Pelumin) yang menunggak membayar sewa kapal mereka. MPN yang
menyewa 3 kapal -- Niaga IV (berbobot mati 1.000 ton), Niaga XXX
(1.400 ton), dan Niaga XLV (2.700 ton) -- setiap bulan harus
membayar sewa dan asuransi Rp 41 juta pada PANN. Tapi, karena
operasi ketiga kapal di trayek Indonesia Barat itu selalu
merugi, sudah beberapa bulan ini kewajiban itu tak bisa
dipenuhinya. Sesungguhnya, "kini bisa saja PANN menyita ketiga
kapal itu," ujar Ibnu Sad, direktur MPN.
Menurut perjanjian, jika pihak penyewa selama 3 bulan
berturut-turut tidak bisa membayar sewa, pemilik (PANN) berhak
mengambil alih kapal itu. Untung, bagi Pelumin, yang menunggak
sewa kapal semi-petikemas Niaga XXV lebih dari 3 bulan, pemilik
kapal tak kaku melaksanakan ketentuan itu. Setiap bulan
perusahaan pelayaran yang mengoperasikan 16 kapal pelbagai
jenis itu seharusnya menyetor Rp 23 juta untuk Niaga XXV kapal
yang disewanya. Karena Pelumin harus pula menutupi biaya operas
kapal lainnya yan merugi, kewajiban membayar sewa itu tak bisa
dipenuhinya.
Sesudah MPN dan Pelumin belakangan berjanji akan melunasi
kewajiban mereka, PANN tentu tak bisa meneruskan sikap kerasnya.
Kebijaksanaan seperti itu juga ditempuhnya, teristimewa
menghadapi Pelni, perusahaan pelayaran milik negara, yang sejak
lima tahun lalu menyewa 9 kapal niaga. Berapa jumlah
tunggakannya, Singgih enggan mengungkapkannya. Yang pasti,
"kesembilan kapal itu sudah diputuskan akan dialihkan sebagai
penyertaan modal pemerintah (equiy) di Pelni," katanya.
Kendati angkutan laut sedang lesu, ke meja direksi PANN masih
datang juga permintaan dari 5 perusahaan pelayaran untuk menyewa
kapal. Jika beberapa tahun lalu pembelian kapal secara kredit 10
tahun hanya dikenai bunga 10%, kini bunga murah sebesar itu
bakal tak diperoleh lagi. Maklum, dana murah dari pemerintah
sudah habis dipakainya membeli 73 kapal secara berangsur. Berapa
tingkat bunga cicilan itu, Azril Nazahar, direktur utama PANN,
belum mau mengungkapkan. "Kami masih mempelajarinya," katanya.