Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN tangan kanan gemetar, Kardono Sastrasuhardja menunjukkan desain mesin pemeras nanas. Stroke telah melemahkan jari-jari tangan dan tubuhnya sejak 2003. ”Banyak pesanan saya tolak karena penyakit ini,” kata perajin dari Kuningan, Jawa Barat, itu kepada Tempo pekan lalu.
Sebelum sarafnya terserang, lelaki 70 tahun ini sanggup membuat 10 mesin sebulan. Kini, empat pekerja dan dua asistennya hanya mampu membuat empat mesin. Pemeras nanas itu baru dua pekan lalu diambil pengusaha sirop dari Kalimantan Timur, seharga Rp 15 juta per unit. Kardono kini sedang merampungkan mesin perontok jagung untuk dikirim ke Riau dan Lampung.
Ia tak menyangka kariernya tertambat di urusan mesin. Lepas SMA, pada 1958, ia bekerja di pelbagai perusahaan, sebelum menjadi pemborong dengan mendirikan CV Binaharja di Jakarta, sambil kuliah di Akademi Teknik Pembangunan. Pasar Jumat, Perumahan Klender I, gedung Departemen Pariwisata, dan sekolah-sekolah di Kepulauan Seribu merupakan ”peninggalannya”.
Pada 1983, bisnisnya bangkrut karena order proyek berkurang. Kardono pulang ke Cirebon. Setahun kemudian ia memboyong keluarganya ke Kuningan. Di tanah baru itu ia membuka toko bahan bangunan, bensin eceran, sampai berjualan pupuk. Semua usaha itu tak mendatangkan hasil lebih untuk menghidupi empat anaknya.
Kardono banting setir berjualan keripik. Saat itulah, 1986, untuk pertama kalinya ia membuat pengiris singkong dan pisang. Bahannya, ya ampun! piringan hitam yang dilubangi di tengahnya dengan empat pisau dan laher untuk engkol. Jika parut manual butuh lima menit mengiris satu singkong, alat itu cuma semenit. ”Idenya ketemu begitu melihat piringan hitam,” katanya.
Alat berikutnya yang ia ciptakan adalah laminating tanpa listrik. Bahannya cangkang dua aki mobil yang saling ditangkupkan, lalu dilapisi plat aluminium dan busa. Bagian dalam cangkang diisi tiga cempor minyak sebagai sumber panas. Tak dinyana, kualitas hasilnya sama dengan mesin buatan Jepang.
Kreativitasnya itu mengantarkannya menjadi juara I lomba teknologi tepat-guna tingkat Jawa Barat pada 1988. Kardono kian serius membuat alat-alat baru dan melengkapinya dengan dinamo. Dinas Perindustrian Kabupaten Kuningan dan provinsi sering mengajaknya ikut pameran di Bandung dan Jakarta, atau berkunjung ke pabrik-pabrik mesin, hingga akhirnya ia diganjar penghargaan inovatif oleh Menteri Riset dan Teknologi pada 1996.
Order pun membanjir. Pejabat kabupaten seluruh Jawa Barat antre memesan mesin pelbagai jenis dalam jumlah besar untuk usaha kecil di daerahnya. Bisnis keripik dihentikan dan ia fokus melayani pesanan. Belakangan, peminat meluas dari Palembang, pengusaha kopi Lampung, pabrik jahe Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi. ”Lama-lama ini jadi hobi,” katanya.
Ia tak pernah menampik pesanan kendati belum bisa membayangkan wujud mesin yang diminta. ”Saya cuma mereka-reka setelah mendengar keinginan pemesan,” ujarnya. Dihitung-hitung, sudah 315 jenis mesin yang dibuatnya. Dari pencacah sayuran, pengupas dan pemeras air segala jenis buah, gilingan cengkeh, las tanpa listrik, pakan ternak, sampai mesin pengocok nomor rekening bank.
Mesin-mesin itu terbuat dari baja baru dan bekas. Karena itu, harga bisa ditekan hingga separuh harga pabrik Rp 1 juta hingga Rp 24 juta, tergantung kerumitan. Dari setiap produk, keuntungan yang diraupnya sekitar 30 persen. Cukup untuk menggaji dua asisten masing-masing Rp 2 juta sebulan.
Khusus untuk Tin Sutinah, istrinya, ia mempersembahkan sebuah mesin pemeras jeruk nipis. Sejak 1996, sang istri memang berbisnis sirop Jeniper Lopes alias Jeruk Nipis Peras Loba (Sunda: banyak-Red.) Pesanan. Dengan mesin itu, Tin tak perlu lagi repot-repot memisahkan air, kulit, dan biji jeruk nipis. Karena produksi lebih cepat, omzetnya berlipat mencapai Rp 90 juta sebulan dari penjualan 1.500 botol sehari. Pasarnya pun merambah ke Cirebon, Bandung, hingga Jakarta.
Bagja Hidayat, Ivansyah (Kuningan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo