Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ekonom menyatakan defisit anggaran tak terhindarkan karena belanja meningkat pada masa PPKM.
Shortfall pajak bisa mencapai Rp 120-150 triliun.
Pemerintah berupaya menjaga belanja negara di level Rp 2.750 triliun pada tahun ini.
JAKARTA – Bertambahnya belanja penanganan dampak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat bakal memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan pelebaran defisit anggaran sulit dihindari. Dari sisi belanja, kata dia, terjadi kenaikan di sektor belanja rutin ataupun untuk program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dibanding pada tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari sisi penerimaan, kata Yusuf, pendapatan negara dari pajak dan sektor lain cenderung menurun. "Terjadi shortfall pajak seperti tahun lalu. Defisit anggaran berpotensi melebar dari target 5,70 persen produk domestik bruto (PDB)," kata dia, kemarin.
Yusuf juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III akan turun dan berdampak pada penerimaan negara, khususnya pajak. Menurut dia, penerimaan pajak sektor perdagangan, manufaktur, dan transportasi berpotensi melambat. Yusuf mengatakan shortfall pajak bisa mencapai Rp 120-150 triliun. "Yang perlu diperhatikan dari pelebaran defisit anggaran ialah bagaimana mengoptimalkan belanja untuk mendorong proses pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi," ujar dia.
Warga mengambil bantuan uang tunai dampak Covid-19 di kantor pos Bandung, 29 Desember 2020. Tempo/Prima Mulia
Menurut Yusuf, penerimaan negara pada semester II akan dipengaruhi oleh kelanjutan proses pemulihan ekonomi. Untuk penerimaan pajak, penerimaan akan banyak ditentukan kinerja sektor manufaktur, perdagangan, dan keuangan. Dia melihat beberapa subsektor usaha masih bisa tumbuh, seperti makanan dan minuman, farmasi dan obat tradisional, serta logam mulia.
Pemerintah optimistis defisit APBN 2021 bisa dijaga sesuai dengan target 5,7 persen. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Rahayu Puspasari, pemerintah telah menyusun ulang belanja Rp 225,4 triliun untuk program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. "Dengan realokasi, defisit APBN tetap bisa dijaga," ujar dia.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan realisasi pendapatan mencapai Rp 886,9 triliun pada semester I atau 50,9 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.743 triliun. Pendapatan negara tumbuh 9,1 persen dibanding pada semester I tahun lalu. Sedangkan defisit pada semester I mencapai Rp 283,2 triliun atau 1,72 persen dari PDB.
Pendapatan negara berasal dari pajak sebesar Rp 557,8 triliun, bea dan cukai Rp 122,2 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 206,9 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, penerimaan membaik jika dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Saat itu, penerimaan turun 9,7 persen. Sedangkan belanja negara naik 9,4 persen jika dibanding pada semester I 2020.
Juru bicara Kementerian Koordinator Perekonomian, Alia Karenina, menuturkan biaya untuk program dukungan PPKM ini berasal dari realokasi, refocusing, dan penyusunan ulang prioritas APBN. Menurut dia, belanja negara untuk tahun ini dijaga pada level Rp 2.750 triliun. "Tidak ada penambahan anggaran belanja," ujarnya.
LARISSA HUDA | CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo