Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Demi konsumen, katanya

Untuk mengamankan konsumsi dalam negeri, pemerintah melarang ekspor kopra dan minyak kelapa yang harganya lagi naik di pasar dunia. (eb)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARGA minyak kelapa di pasar internasional sedang bagus. Sesudah angin puyuh Vera meremukkan tanaman kelapa Filipina, yang diduga bakal mengurangi suplai minyak kelapa dunia sebesar 20% tahun ini, harga komoditi itu di Manila meroket dari US$ 635 (Mei) jadi US$ 1.000 (Agustus) per ton. Tapi membaiknya harga minyak kelapa itu tak bakal dinikmati eksportir Indonesia. Maklum mulai Juli lalu, pemerintah tak mengizinkan lagi komoditi itu untuk diekspor. Tindakan yang bersifat sementara itu -- juga berlaku buat kopra -- menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kardjono Wirioprawiro, dilakukan untuk "mengamankan konsumsi dalam negeri". Dia khawatir membaiknya harga minyak goreng dan kopra di luar negeri itu justru akan menyedot persediaan dalam negeri kedua komoditi itu. Kekhawatiran serupa itu juga menghinggapi pabrik minyak goreng. Jika ekspor kopra dan minyak kelapa diizinkan, demikian H. Hanjaya, ketua Gabungan Pabrik Minyak Kelapa Jawa Timur, harga kopra yang di Surabaya Rp 400 per kg, dan minyak goreng yang Rp 675-Rp 750 per kg, jelas akan naik. "Harga minyak goreng dengan bahan baku kelapa mungkin akan naik sampai Rp 1.000 per kg," katanya. Beleid pemerintah yang cenderung berdiri di pihak pabrikan itu tak urung memojokkan petani kelapa. Kopra eks petani Sulawesi Selatan, misalnya, 6 Agustus lalu hanya ditawar Rp 350, sedang sebelum larangan ekspor itu keluar masih Rp 400 per kg di Ujungpandang. Bahkan kini tampak tanda-tanda pabrik minyak goreng "tak berani membuka penawaran kopra", kata Muchtar Pani, pedagang kopra di Ujungpandang. Dia menaksir harga minyak goreng yang pernah mencapai Rp 900 ketika Lebaran lalu juga akan turun. Seorang bekas eksportir menganggap penghentian izin ekspor kopra dan minyak kelapa itu merugikan eksportir, sekaligus mengurangi kesempatan pemerintah memperoleh devisa. Dari ekspor terakhir pada triwulan pertama 1981, kopra masih sempat menghasilkan devisa US$ 1,5 juta. Angka yang dicapai komoditi itu memang kecil jika dibandingkan minyak kelapa sawit. Ekspor kelapa sawit ini pernah jaya empat tahun lalu ketika hasil penjualannya bisa mengeruk devisa US$ 254 juta (438 ribu ton). Tapi ketika konsumsi dalam negeri naik, ekspornya tahun lalu tinggal US$ 82 juta (230 ribu ton). Untuk semester kedua tahun ini Demerintah mengalokasikan ekspor komoditi itu sebesar 190 ribu ton. Untuk kebutuhan dalam negeri alokasi minyak sawit, bahan pengganti kopra dalam pembuatan minyak goreng, dicadangkan 300 ribu ton. Berbeda dengan kopra, tata niaga kelapa sawit yang harganya Rp 295 per kg di Belawan diatur oleh pemerintah yang merupakan produsen terbesar komoditi itu. Jatah alokasi untuk setiap pabrik minyak goreng ditetapkan setiap enam bulan sekali. Unilever yang meminta 3.125 ton untuk Juli-Desember ini kabarnya hanya menerima 1.420 ton. Tapi sebuah perusahaan minyak kelapa lain alokasinya naik dari 15 ribu ton iadi 20 ribu ton. "Karena tahu kami kekurangan, perusahaan itu menawari kami minyak sawit dengan harga Rp 450 per kg," kata sebuah sumber TEMPO. "Di Rotterdam harganya cuma Rp 440." Jika benar demikian, Direktur Jenderal Kardjono perlu menyetop adanya spekulasi macam itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus