Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Dengan Alamat Pabrik Payung

Penelusuran Tempo mengindikasikan perusahaan bentukan Asian Agri milik Sukanto Tanoto di Hong Kong beralamat fiktif. Diduga dipakai untuk memanipulasi pajak.

29 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG mewah itu terletak di kawasan elite 5 Queen’s Road Central, tak jauh dari pusat pemerintahan Hong Kong. Itulah Henley Building, gedung perkantoran 30 lantai, tempat Twin Bonus Edible Oil & Fats Ltd. sejatinya bermarkas.

Twin Bonus adalah perusahaan jual-beli minyak kelapa sawit. Bersama Good Fortune Oil dan Fats Ltd., United Oil & Fats Ltd., dan Ever Resources Oil & Fats Industries Ltd., perusahaan ini kerap membeli minyak sawit dengan harga murah dari Asian Agri Group milik taipan Sukanto Tanoto.

Tapi, siapa nyana, ketika koresponden Tempo menyambanginya, Twin Bonus ternyata tak pernah berkantor di sana. Ruang 2306, yang disebut-sebut sebagai kantor Twin Bonus, ternyata dihuni oleh pengacara J. Chan, Yip, So & Partner Solicitors & Notaries. ”Twin Bonus hanya memakai alamat ini untuk mendaftarkan bisnisnya,” kata seorang resepsionis di kantor itu, Rabu pekan lalu.

Mereka yang ingin berurusan dengan Twin Bonus bisa menitipkan surat di kantor ini. ”Nanti kami yang akan menyampaikannya,” kata perempuan muda itu. Di mana Twin Bonus sesungguhnya berkantor, ia tak mau banyak cakap.

Bukan cuma Twin Bonus yang susah dicari. Dalam menjalankan usahanya, Ever Resources dan United Oil juga memakai alamat palsu. Alamat Ever Resources di Room 1601, Wing On Centre, 111 Connaught Road Central ternyata kantor W.M. Sum & Co, perusahaan pelatihan audit. Sedangkan United Oil mendompleng pada alamat Fred Lok Umbrella Industries Ltd., pabrikan payung yang berdiri sejak 1968.

Berbagai alamat ”fiktif” itu menguatkan dugaan manipulasi pajak yang dilakukan Asian Agri. Seperti diberitakan majalah ini (edisi 15-21 dan 22-28 Januari), kelompok usaha Sukanto Tanoto itu diduga melakukan praktek gelap ini selama bertahun-tahun.

Caranya dengan melakukan transfer profit ke perusahaan afiliasi di luar negeri seperti Hong Kong, Mauritius, Makao, dan British Virgin Islands lewat mekanisme transfer pricing dan transaksi hedging (forward contract) fiktif. Dengan siasat itu, Asian Agri ditaksir bisa mengirit pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan Rp 1,1 triliun sejak 2002.

Kasus ini terbongkar setelah Vincentius Amin Sutanto, bekas Group Financial Controller Asian Agri yang membobol uang US$ 3,1 juta dari rekening Asian Agri Abadi Oils & Fats Ltd., membeberkan setumpuk data indikasi manipulasi pajak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Salah satu data penting itu adalah surat elektronik antara Asian Agri Indonesia dan Maureen Lai, staf sekretaris Asian Agri di Hong Kong. Dalam surel bertajuk ”Infrastructure for 4 Hong Kong Companies” itu terlihat jelas peran Asian Agri ketika menyiapkan pernak-pernik bagi empat perusahaan ”jadi-jadian” tersebut.

Sejak September hingga awal Oktober 2003, surel yang dikirim kepada para petinggi Asian Agri, seperti Moy Keen Choy, Kwan Kim Kong, Lee Boon Heng, dan Willie Sia itu membahas penentuan nomor telepon dan faksimile untuk tiap perusahaan, hingga siapa staf penerima telepon yang harus ditempatkan untuk berjaga-jaga bila ada yang mengecek kesahihan perusahaan tersebut.

Semua itu dilakukan karena alamat kantor yang ditumpangi hanya bisa menerima layanan surat. Padahal, penjamin surat utang yang bakal diterbitkan Asian Agri dan pihak auditor ingin meminta klarifikasi lewat telepon soal kontrak penjualan minyak sawit antara Asian Agri dan empat perusahaan Hong Kong tersebut.

Itu sebabnya, empat saluran telepon baru disiapkan. Kwan Kim Kong, General Manager Departemen Marketing Asian Agri, juga membekali setiap penerima telepon dengan jawaban atas kemungkinan berbagai pertanyaan auditor. Gary Cheung ditempatkan sebagai penerima telepon untuk Good Fortune, Maureen Lai untuk Twin Bonus, serta Sandy Cheung dan Vickie Ng untuk United Oil dan Ever Resources.

Tapi, sambungan telepon itu tak bertahan lama. Setelah uji tuntas oleh Credit Suisse First Boston selesai, dan proses penerbitan surat utang perusahaan rampung, Maureen Lai diminta segera memutus semua saluran telepon tadi.

Bukti bahwa empat perusahaan itu terkait dengan Asian Agri juga terungkap dari salah satu surel yang dikirim Sandy Yeung pada 8 Agustus 2006. Ketika itu Sandy melaporkan posisi saldo bank semua perusahaan Asian Agri di Hong Kong dan Makao. ”Laporan dikirimkan setiap hari,” kata sumber Tempo. Uniknya lagi, kewenangan tanda tangan rekening bank perusahaan Hong Kong dan Makao dipegang oleh orang yang sama.

Semua keterkaitan itulah yang tampaknya diupayakan ditutupi Asian Agri selama bertahun-tahun. Lihat saja laporan keuangan Asian Agro Abadi International Ltd., yang diaudit Ernst & Young. Di situ perusahaan Hong Kong itu disebutkan sebagai pihak ketiga.

Keanehan lainnya: terdapat perbedaan pencatatan dalam laporan Asian Agro Abadi dan laporan perusahaan Hong Kong yang juga telah diaudit. Di laporan Asian Agro disebutkan, dalam transaksi lindung nilai (forward contract) dengan Twin Bonus, Good Fortune, dan United Oils, beberapa anak perusahaan Asian Agri mengalami kerugian pada 2001 (Rp 25,4 miliar) dan 2003 (Rp 87,2 miliar).

Namun, di laporan empat perusahaan Hong Kong tak ada jejak transaksi itu. Pendapatan perusahaan-perusahaan itu nol. Pembukuannya rugi karena tergerus biaya operasional. Asetnya bahkan ada yang cuma US$ 0,26.

Perusahaan-perusahaan itu baru meraih laba pada pembukuan 2004. Namun, untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak, salah satu perusahaan, Twin Bonus, menyatakan kepada Inland Revenue Department, kantor pajak di Hong Kong, bahwa semua kegiatan operasional perusahaan ditentukan oleh PT Asia Nusa Prima. Perusahaan ini tak lain merupakan pembeli kredit KUD Tuah Sakato dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Aset itu beralih ke BPPN setelah Bank Unibank—juga milik Sukanto—dibekukan.

Dalam surat ke kantor pajak Hong Kong, Twin Bonus juga mengaku tidak terkait dengan anak perusahaan Asian Agri, seperti Indo Sepadan Jaya, Nusa Pusaka Kencana, Rigunas Agri Utama, atau Inti Indosawit Subur. Berbekal penjelasan itulah, kantor pajak Hong Kong membebaskan Twin Bonus dari kewajiban membayar pajak pada 2004 dan 2005. Semua ”keberhasilan” ini terungkap jelas dalam surel yang dikirim Francis Chau, staf East Trade (induk RGM di Hong Kong), kepada petinggi Asian Agri, pada 9 November 2006.

Untuk memastikan ada-tidaknya keterkaitan antara Asian Agri dan empat perusahaan di Hong Kong tersebut, Tempo sempat menanyakannya beberapa kali kepada manajemen Asian Agri, namun tak diperoleh jawaban jelas. Tjandra Putra, Kepala Divisi Legal RGM, menolak berkomentar. ”Lihat saja penjelasan tertulis yang sudah kami kirimkan,” ujarnya, Jumat lalu.

Namun, ketika berkunjung ke kantor Tempo, 5 Januari lalu, Tjandra mengatakan bahwa afiliasi dengan perusahaan di luar negeri itu bagian dari strategi pemasaran. ”Karena produk Asian Agri banyak diekspor, lebih bagus bila ada kantor di sana,” katanya. Sedangkan manajemen dalam negeri fokus untuk produksi.

Direktur Asian Agri, Eddy Lukas, dalam pertemuan itu juga menampik kalau perusahaan di Hong Kong sekadar paper company. ”Itu bukan perusahaan yang cuma bisa terima telepon,” katanya. ”Kalau tidak riil, kami tidak bisa transaksi.”

Pertanyaannya, benarkah telah terjadi transfer profit dari Indonesia lewat perusahaan-perusahaan itu? Untuk menjawab semua dugaan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan audit sungguh-sungguh terhadap dugaan penggelapan pajak Asian Agri.

Hendarman Supanji, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, pun mengatakan, Kejaksaan juga sedang menelaah kasus tersebut. ”Bila ada tindak pidana korupsi, kami siap menanganinya,” katanya.

Yandhrie Arvian, Moh Fanani (Hong Kong)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus