Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dengan briket masuk pasar

Pt tambang batubara bukit asam tanjung enim,untung rp 111 milyar. dalam percaturan pasar, indonesia belum mampu bersaing dan potensi sbg sumber devisa masih kecil. akan diperkenalkan batubara briket.

16 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA kerja di PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) Tanjung- enim, Sumatera Selatan, tampak bergairah. Petang itu sejumlah karyawan masih giat bekerja, meski jam tutup kantor sudah lama lewat. Gairah itu barangkali erat kaitannya dengan bonus tiga bulan gaji yang baru mereka terima akhir tahun 1992. PTBA memang meraih untung sebesar Rp 111 milyar tahun lalu. Hampir separuh dari laba itu -- yakni Rp 54 milyar -- diperoleh dari sektor ekspor, sisanya dari penjualan dalam negeri. Sukses finansial itu merupakan yang terbesar selama tiga tahun belakangan ini. Pada tahun 1990 PTBA masih harus membayar utang Rp 21 milyar. Sebelumnya, pada 1986-1987, utang PTBA sempat mencapai Rp 26 milyar. ''Bayangkan saja, waktu itu nilai harga barang yang ditulis di buku lain dengan harga barang yang berada di gudang,'' ujar Direktur Utama PTBA, Ambyo S. Mangunwijaya. Barulah pada 1991, PTBA memetik keuntungan, yang setelah dipotong utang Rp 26 milyar, jumlahnya mencapai Rp 43 milyar. Laba tersebut dibagi kepada Pemerintah (50%), cadangan umum (35%), dan sisanya untuk karyawan. Adapun kunci sukses itu di antarnya ada pada sistem kontrak kerja sama. Di situ ditetapkan pihak kontraktor harus membayar royalti kepada PTBA sebesar 13,5% dari hasil penjualan batu bara. Menurut Ambyo, tahun lalu total produksi batu bara mencapai 20,9 juta ton. Sebanyak 12 juta ton diekspor ke luar negeri, antara lain ke AS, Eropa, Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan. Namun volume ekspor itu masih lebih kecil dibanding negara pengekspor batu bara lainnya seperti Afrika Selatan, Kanada, dan Australia. Pasar di Asia, misalnya, selama ini masih dalam cengkeraman Australia, yang setiap tahun mengekspor 120 juta ton batu bara. ''Terus terang, dalam percaturan pasar dunia, hingga kini Indonesia masih belum mampu bersaing,'' kata Ambyo. Satu kendala yang harus diatasi menyangkut kapasitas angkut kapal dan pelabuhan. Kapal-kapal Indonesia kapasitasnya di bawah 100 ribu ton. Ini hanya separuh dari kapasitas angkut kapal-kapal Australia. Kapal besar seperti itu sudah pasti tidak dapat masuk ke pelabuhan Telukbayur atau Bandarlampung. Akibatnya, batu bara yang harganya murah jadi mahal ketika sampai di tempat tujuan. Prospek batu bara sendiri sebenarnya cukup baik. Potensi cadangan batu bara diperkirakan 31 milyar ton atau setara dengan 120 milyar barel minyak. Sementara cadangan minyak akan habis dalam 20 tahun, cadangan batu bara masih bisa diandalkan sampai 200 tahun. Sekalipun begitu, ''Kalau difokuskan sebagai penghasil devisa pengganti minyak, rasanya tidak mungkin,'' kata Dirjen Pertambangan Umum Kosim Gandataruna kepada Nunik Iswardhani dari TEMPO. Mengapa? ''Ini berarti volume ekspornya harus tinggi sekali,'' katanya lagi. Menurut Kosim, paling banter volume ekspor yang sekarang 12 juta ton bisa ditingkatkan menjadi 30-40 juta ton. Agar bisa membawa penghasilan sebesar devisa minyak, volume ekspor batu bara harus digelembungkan menjadi 400-500 juta ton per tahun. Padahal, total ekspor dunia per tahun hanya 300-400 juta ton. Karena itu, pasar dalam negeri pun mulai dilirik lebih tajam. Yang pasti, konsumsi batu bara untuk industri kecil dan rumah tangga masih sangat kecil. Di Pulau Jawa, misalnya, cuma 5 juta ton per tahun. Naiknya harga minyak tanah memang diharapkan bisa memberi peluang bagi PTBA untuk meningkatkan pasarnya. Seperti anjuran Presiden, ''Maret nanti kami akan mulai memperkenalkan batu bara briket,'' kata Ambyo. Ia optimistis, briket tidak saja bisa menerobos pasar, tapi konsumsi batu bara dalam negeri akan meningkat. G. Sugrahetty Dyan K. dan Aina Rumiaty Aziz

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus