Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menanggapi Ombudsman RI yang meminta pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) melaporkan pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor kepada lembaga pengawas itu. Peraturan itu dituding telah menyebabkan pasar Indonesia dibanjiri produk tekstil impor sehingga industri tekstil dalam negeri gulung tikar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Danang mengatakan, Ombudsman sebenarnya memiliki kewenangan menginvestigasi sebuah dugaan maladministrasi atau kesalahan dari sebuah kebijakan pemerintah. Menurut dia, kewenangan itu telah tercantum dalam Undang-Undang tentang Ombudsman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Tanpa laporan pun Ombudsman harusnya berinisiatif melakukan satu investigasi,” ujar Ketua Ombudsman 2011–2016 itu saat dihubungi melalui sambungan telepon, dikutip Ahad, 16 Juni 2024.
Danang mengatakan, Ombudsman seharusnya lebih peka terhadap masalah kebijakan dan pelayanan publik seperti ini, yang telah mengorbankan puluhan ribu buruh. Sebab, kata dia, peristiwa ini telah terjadi dalam tiga tahun terakhir. Menurut dia, tidak mungkin Ombudsman tak membaca berita dan tak mengetahui ihwal senjakala industri tekstil itu. “Apa gunanya Ombudsman berdiam diri dan menunggu laporan? Enggak, dong,” kata dia.
Ombudsman sebelumnya meminta asosiasi pengusaha tekstil melaporkan soal kerugian akibat pemberlakuan Permendag tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Peraturan itu menghapus ketentuan pertimbangan teknis (Pertek) komoditas impor sehingga membuat industri tekstil dan dalam negeri surut.
Dalam tayangan presentasi yang dilihat Tempo, memang permasalahan impor tekstil tak masuk dalam isu terkini yang tengah ditangani oleh Ombudsman. Isu-isu yang tengah mereka kawal yakni tata kelola industri sawit, penyaluran bantuan pangan, penyaluran elpiji bersubsidi, layanan bea dan cukai/barang bawaan penumpang, pupuk bersubsidi, dan layanan Badan Pengawas Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika meminta asosiasi pengusaha tekstil melaporkan kasus itu kepada kantornya. Dia mengatakan, Ombudsman tak cukup memproses sebuah kasus melalui pemberitaan dari media. Sebab, kata dia, permalahan yang muncul di permukaan kadang-kadang bukanlah permasalahan sebenarnya.
“Silakan datang kepada Ombudsman, sampaikan persoalan ini dengan sebaik-baiknya,” ujar Yeka dalam sebuah bincang media di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Juni 2024.
Yeka menjelaskan, mekanisme kerja di Ombudsman memang tak hanya menunggu laporan dari masyarakat. Bila tidak ada laporan, dia mengatakan bisa berinisiatif untuk menginvestigasi sebuah kasus. Namun, karena sumber daya yang terbatas, dia mengaku kadang-kadang memprioritaskan hal-hal yang secara substansi mereka kuasai.
Pada prinsipnya, tutur Yeka, tidak boleh ada impor barang secara ilegal. Selain itu, dia mengatakan tidak boleh pula impor mematikan pelaku usaha dalam negeri. Apalagi, kata dia, impor itu sampai mematikan investasi dan mengakibatkan banyaknya pengangguran. “Pasti ada yang salah di sana."