Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kejar Target Ketok RUU Migas

Setelah lebih dari 10 tahun terkatung-katung, parlemen berjanji mengesahkan RUU Migas pada tahun depan.

1 Desember 2021 | 00.00 WIB

Pengisian bahan bakar yang merupakan sektor hilir migas di SPBU Pertamina kawasan Kuningan, Jakarta, 10 Februari 2021. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pengisian bahan bakar yang merupakan sektor hilir migas di SPBU Pertamina kawasan Kuningan, Jakarta, 10 Februari 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • DPR menargetkan RUU Migas disahkan tahun depan.

  • Undang-Undang Migas sangat dinantikan investor.

  • DPR dan pemerintah belum sepakat soal pembentukan badan hukum pengelola izin hulu migas.

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat berjanji segera mengakhiri perjalanan Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) yang sudah lebih dari 10 tahun. Wakil Ketua Komisi VII DPR, Maman Abdurrahman, menyatakan aturan ini akan disahkan pada akhir tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"RUU Migas harus selesai 2022 karena masuk 2023 kami (anggota parlemen) sudah sibuk di daerah pemilihan," kata Maman dalam forum International Convention on Indonesia Upstream Oil and Gas 2021, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Maman menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas ini tak bisa lagi ditunda. Produksi minyak dan gas nasional semakin menurun, berbanding terbalik dengan volume konsumsinya yang melonjak. Tanpa payung hukum yang jelas, ujar dia, sulit menarik minat investor berpartisipasi menambah produksi dalam negeri.

Selain itu, pemanfaatan energi fosil harus berpacu dengan agenda pengurangan emisi. Pemerintah Indonesia menargetkan netral karbon pada 2060 atau lebih cepat. Artinya, hanya tersisa sekitar 40 tahun untuk memanfaatkan sumber daya alam ini sebelum akhirnya dilarang.

Menurut Maman, pembahasan RUU Migas masih akan berkutat pada dua poin utama. Salah satunya terkait dengan badan hukum yang berwenang mengeluarkan perizinan hulu migas. Sampai 2012, kebijakan itu berada di tangan BP Migas. Namun 12 organisasi kemasyarakatan dan 30 tokoh masyarakat menggugat keberadaan badan tersebut ke Mahkamah Konstitusi lewat uji materi UU Migas.

Dalam amar putusannya, Mahkamah mengamanatkan pembentukan atau penunjukan badan usaha milik negara untuk melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap. Pada 2013, pemerintah membentuk SKK Migas sebagai lembaga ad hoc untuk menjalankan fungsi tersebut.

Maman menyatakan ada dua opsi untuk badan baru ini. Pertama, menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai regulator. Sementara itu, pilihan lainnya adalah membentuk badan usaha khusus yang mampu mengoperasikan proyek migas tapi tidak menggeser peran Pertamina. "Arus besarnya memang mengarah ke badan usaha khusus, tapi ini memang ada perdebatan," ujarnya.

Isu lain yang menjadi perhatian adalah participating interest sebesar 10 persen untuk badan usaha milik daerah. RUU Migas nantinya mewajibkan BUMD mencari modal sendiri untuk bisa memiliki participating interest. "Selama ini bisa di-cover dulu oleh kontraktor. Itu yang membuat corporate culture-nya tidak jalan," kata Maman. Lewat skema ini, harapannya kinerja perusahaan milik daerah bisa meningkat.

RUU Migas juga akan mengatur beberapa isu penting lain yang dinanti investor. Sebagai contoh, dalam Undang-Undang Cipta Kerja, diatur kegiatan usaha hulu migas berdasarkan perizinan berusaha. Sedangkan saat ini kegiatan dilakukan berdasarkan rezim kontrak. Selain itu, beleid tersebut akan mengatur langsung ketentuan skema bagi hasil yang selama ini didasarkan pada peraturan turunan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas, Moshe Rizal, menyebutkan pengesahan RUU Migas berarti kepastian hukum bagi pengusaha. Menurut dia, sulit menarik investasi di sektor yang berisiko tinggi dan padat modal ini jika pemerintah tidak menyediakan payung hukum. Terlebih, persaingan global semakin ketat.

"Bagi beberapa pemain, mungkin di Malaysia atau Vietnam lebih menarik," kata Moshe. Sebab, kedua negara memberikan insentif fiskal yang menggiurkan. Kontraktor diberi porsi bagi hasil hingga 80 persen. Di Guyana dan Suriname, tawaran fiskalnya pun lebih menarik dibanding Indonesia lantaran adanya penemuan cadangan-cadangan baru.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan turun tangan membantu menggenjot investasi di hulu migas. Namun dia menekankan bahwa insentif fiskal bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh. "Kepastian kontrak akan menjadi sangat penting. Efisiensi dan teknologi juga sangat penting. Transparansi tata pemerintahan yang baik juga sangat penting,” ujarnya.

Dari sisi perizinan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menuturkan akan mulai mengurus langsung perizinan industri hulu migas. "Insya Allah pada 2022 hulu migas akan masuk dalam bagian investasi yang akan dilayani Kementerian Investasi," tuturnya. Dia optimistis mampu meraup investasi hingga US$ 15-16 miliar pada tahun depan dengan kebijakan ini.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus