Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Rusjaya, 40 tahun bercerita saat ia mulai menjadi driver ojek online di awal tahun 2016, dirinya dapat mengumpulkan penghasilan Rp 6 juta per bulan. Namun karena saat ini tarif lebih tinggi dan sudah banyak pesaing, ia mengungkapkan pendapatannya jadi tak menentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dulu nyari uang 6 juta tuh enak, sekarang susah bener, 100 ribu aja susah sehari, karena sudah semakin banyak driver juga," kata Rusjaya kepada Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rusjaya mengaku kelelahan mengejar target pesanan yang ditetapkan perusahaan aplikasi yang ia gunakan. Namun ia tetap melakukan pekerjaannya lantaran bingung mencari nafkah di bidang lain. "Ya ukur-ukur kita (seperti) sapi perah aja, mau kerja apalagi," ucapnya.
Selain mengantarkan penumpang, ia kerap mengambil pesanan paket yang jaraknya relatif lebih jauh. Namun menurutnya, mengantar paket lebih menguntungkan karena biaya dihitung dua kali perjalanan, yakni jemput dan antar.
Dengan adanya kenaikan tarif yang ditetapkan pemerintah, ia mengaku pesimistis akan menambah penghasilannya sehari-hari. Sebab, presentase pemotongan sebagai biaya jasa pun akan lebih besar mengikuti kenaikan tarif. Ia berharap pemerintah bisa menyampaikan aspirasi para driver atau mitra pengemudi agar presentase potongan biaya jasa bisa dikurangi.
"Kalau mau dinaikkan nggak masalah sih, tapi saat tarifnya dinaikin, potongan (untuk driver) jangan ikut dinaikkin," tuturnya.
Ditambah harga bahan bakar minyak (BBM) yang kini sedang tinggi. "Kalau mau full narik dari subuh, 50 ribu (untuk BBM) nggak mungkin cukup sehari," kata dia. Sehari-hari, ia perlu bermodal Rp 100 ribu untuk membeli BBM, belum ditambah uang makan.
Hal senada diungkapkan Chrisco, 30 tahun. Ia menuturkan pemotongan biaya jasa bahkan sampai memenggal pendapatannya hingga hampir 40 persen. Adapun jika tarif ojek online naik, kata dia, maka akan semakin besar pula potongannya.
"Kita mah dapatnya segitu-segitu aja. Buktinya kita masih begini-begini aja. Perusahaannya yang untung, driver mah nggak," ucapnya saat ditemui Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Ia menyebutkan, awalnya pemotongan atau biaya jasa memang sebesar 20 persen, namun kenyataannya persentasenya semakin naik. Chrisco berujar ada berbagai biaya seperti asuransi, pesanan, dan lain-lain.
Selanjutnya baca dampak yang signifikan dari kenaikan tarif ojek online
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim pun menilai dampak yang signifikan dari kenaikan tarif ojek online ini berada pada tarif jasanya. Menurutnya, tarif yang baru justru berdampak pada komisi yang diterima para driver atau mitra pengemudi. Sebab dari biaya jasa itu, sudah termasuk biaya penyewaan aplikasi maksimal 20 persen.
Dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 tersebut terlihat bahwa dari total biaya yang dibebankan kepada pelanggan, sebanyak 80 persen masuk sebagai pendapatan pengemudi. Namun, biaya tersebut nantinya akan digunakan untuk berbagai hal, mulai dari asuransi, perlengkapan keselamatan hingga perawatan kendaraan.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan pun mengatakan jika pemerintah bertujuan menaikkan tarif ojek online untuk menambah pendapatan para mitra pengemudi, maka langkah tersebut keliru. Sebab justru perusahaan penyedia aplikasi ojek online yang mendapatkan keuntungan paling besar.
"Karena pemilik platform prinsip pemotongannya persentase. Semakin tinggi angka, semakin nggak dapat besar persentasenya," tutur Azas saat dihubungi Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Jika ingin menaikkan penghasil para mitra, menurutnya, hanya ada satu cara yakni memangkas presentase biaya jasa yang diberlakukan oleh pemilik platform. Namun, menurut dia langkah ini sulit karena ojek online milik perusahaan privat atau swasta, sehingga aturan tetap di tangan perusahaan.
Adapun aturan baru tarif ojek online itu nantinya akan pedoman sementara bagi penetapan batas tarif atas dan tarif bawah ojek online. “Dalam KM Nomor KP 564 Tahun 2022 ini kami telah melakukan evaluasi batas tarif terbaru yang berlaku bagi ojek online,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno melalui keterangan tertulis, Selasa, 9 Agustus 2022.
Komponen biaya pembentuk tarif terdiri dari biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya yang dikeluarkan oleh mitra pengemudi dan sudah termasuk profit mitra pengemudi. Sedangkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa jasa penggunaan aplikasi maksimal sebesar 20 persen.
Bila dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, maka biaya jasa minimal untuk seluruh zona tercatat naik. Kenaikan tarif paling tinggi berada di Jabodetabek. Jika sebelumnya rentang biaya jasa minimal di zona II adalah sebesar Rp 8.000 s.d Rp 10.000, kini dengan aturan terbaru maka biaya naik jadi berkisar Rp 13.000 - Rp 13.500.
RIANI SANUSI PUTRI | JELITA MURNI