Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Apa Manfaat Kenaikan HET Beras bagi Petani

Pemerintah berencana menaikkan HET beras. Penggilingan diuntungkan, sedangkan pendapatan petani terancam turun.

25 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kenaikan beras perlu dilakukan lantaran biaya produksi petani terus meningkat.

  • Tingginya harga gabah kering giling memaksa Bulog menyetop penyerapan gabah lokal untuk cadangan beras pemerintah.

  • Kenaikan HET beras hanya menguntungkan pengusaha penggilingan beras dan merugikan petani.

Alwi, 56 tahun, pemilik warung di Jakarta Barat, mengeluhkan tingginya harga beras akhir-akhir ini. Ia mengungkapkan harga beras tak kunjung turun sejak akhir Maret lalu. Akibatnya, penjualan warung Alwi pun turun hingga 15 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harga beras premium yang biasa ia jual seharga Rp 14 ribu per kilogram melonjak menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Sementara itu, harga beras medium naik dari Rp 12 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram. Alwi khawatir kenaikan harga eceran tertinggi atau HET beras akan membuat harga beras kian melambung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Untung yang saya peroleh menjadi makin sedikit. Lama-lama tidak nutup modal," ujar Alwi kepada Tempo saat ditemui di kiosnya, Jumat, 24 Mei 2024.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memberlakukan pelonggaran HET beras premium untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga di tingkat konsumen. Pelonggaran HET beras premium ini disampaikan melalui surat Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 102.TS.02.02/K/3/2024 tertanggal 9 Maret 2024.

Selanjutnya, pada 10-23 Maret 2024, HET beras premium dilonggarkan sebesar Rp 1.000 per kilogram. Di Pulau Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan diberlakukan pelonggaran HET beras premium senilai Rp 14.900 per kilogram dari sebelumnya Rp 13.900 per kilogram. 

Di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bali, dan Nusa Tenggara, HET beras premium menjadi Rp 15.400 dari sebelumnya Rp 14.400 per kilogram. Sementara itu, di Sulawesi, HET dilonggarkan dari Rp 13.900 menjadi Rp 14.900 per kilogram.

Bapanas berencana menaikkan HET beras. Berkaitan dengan rencana tersebut, terbuka kemungkinan kebijakan pelonggaran HET beras premium bakal ditetapkan secara permanen. Adapun untuk beras medium, pemerintah sudah menaikkan HET dari Rp 10.900 menjadi Rp 12.500 per kilogram.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan kenaikan HET bakal ditetapkan dalam waktu dekat. Ia berujar Bapanas sedang menyiapkan regulasi kenaikan HET. Menurut dia, penyesuaian HET beras perlu dilakukan lantaran biaya produksi beras meningkat.

Kenaikan Ongkos Produksi Petani

Petani memanen padi di area persawahan Desa Sukakerta, Bekasi, Jawa Barat, 7 Mei 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Lonjakan biaya produksi menjadi penyebab tingginya harga beras belakangan ini. Serikat Petani Indonesia mencatat rata-rata biaya produksi gabah naik sekitar 20 persen. Komponen produksi yang naik, antara lain, biaya sewa lahan, upah tenaga kerja, air untuk irigasi, dan pupuk.

Direktur Supply Chain Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto menilai HET beras memang perlu dinaikkan. Selain karena biaya produksi yang meningkat, kenaikan HET harus dilakukan seiring dengan kenaikan harga pembelian pemerintah atau HPP oleh Bulog. 

Tingginya harga gabah kering giling atau GKG yang menyentuh Rp 7.400 per kilogram membuat Bulog menyetop penyerapan gabah lokal untuk cadangan beras pemerintah alias CBP. Suyamto mengungkapkan penyerapan gabah lokal oleh Bulog per 23 Mei 2024 hanya 1,8 juta ton atau setara dengan 591 ribu ton beras. Padahal Indonesia sudah memasuki musim panen raya.

Harga beras tidak turun signifikan, meski panen raya sudah hampir berakhir. Berdasarkan laman Panel Harga Pangan milik Bapanas, harga rata-rata nasional beras medium pada awal panen raya pada Maret 2024 naik dari Rp 13.920 menjadi Rp 14.270 per kilogram. Kemudian harganya turun tipis menjadi Rp 13.810 per kilogram pada April 2024 dan Rp 13.520 per kilogram pada Mei 2024. Angka ini masih jauh dari HET beras medium sebesar Rp 12.500 per kilogram.

Hal yang sama terjadi pada beras premium. Pada Maret 2024, harga beras premium mencapai Rp 16.410 per kilogram. Kemudian turun menjadi Rp 15.990 per kilogram pada April 2024, lalu Rp 15.580 per kilogram pada Mei 2024. Angka ini pun masih jauh dari HET, bahkan setelah dilonggarkan menjadi Rp 14.900 per kilogram.

Produksi Beras Makin Rendah 

Petani menjemur gabah di Muara Bakti, Bekasi, Jawa Barat, 7 Mei 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat tingkat produksi beras pada Januari-April 2024 sebesar 10,71 juta ton. Jumlah itu turun dibanding pada periode yang sama tahun lalu sebesar 12,98 juta ton. Dengan demikian, terjadi penurunan produksi sekitar 17 persen atau 2,27 juta ton. 

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras atau Perpadi Sutarto Alimoeso mengungkapkan waktu panen raya tahun ini lebih pendek, sehingga jumlah produksi tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Walhasil, surplus beras tahun ini diperkirakan terbatas. 

Namun Perpadi mencatat harga beras di penggilingan masih di bawah HET. Artinya, petani merugi karena harga gabah yang mereka jual ke penggilingan ikut turun mengikuti harga beras di penggilingan. Sutarto optimistis kenaikan HET bakal menguntungkan petani yang tertekan oleh tingginya biaya produksi padi. 

Sutarto menekankan bahwa kepastian harga gabah mengacu pada HPP dan HET untuk beras. Karena itu, dia menyatakan kenaikan HET harus diterapkan bersamaan dengan kenaikan HPP. "Di lapangan diperlukan kontrol pemerintah agar HPP dan HET terpenuhi," katanya. 

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI) Muhammad Qomarun Najmi menyatakan kenaikan harga beras tidak serta-merta diiringi dengan kenaikan harga gabah. Demikian juga penurunan harga gabah tidak selalu diikuti dengan penurunan harga beras. Dia menuturkan harga gabah saat ini sudah turun menjadi Rp 4.500-5.000 per kilogram. 

Qomarun berujar penentuan HET beras diperlukan untuk mengendalikan spekulan. Namun, pada saat yang sama, penetapan HPP gabah pada level harga yang menguntungkan petani juga harus dilakukan. SPI berharap pemerintah menetapkan HPP gabah sebesar Rp 7.000 per kilogram sehingga petani mendapat keuntungan. "Dengan begitu, kenaikan harga beras bisa berdampak positif untuk petani," kata Qomarun. 

Hanya Menguntungkan Penggilingan

Ketua Pusat Perbenihan Serikat Petani Indonesia Kusnan menyatakan harga gabah di tingkat petani saat ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan harga beras di tingkat konsumen. Dia menuturkan fleksibilitas harga beras yang ditetapkan pemerintah bertujuan mendongkrak harga jual gabah petani. Namun sampai saat ini harga gabah belum naik sesuai dengan yang diharapkan petani.

Kusnan mengimbuhkan, kenaikan HET beras justru menguntungkan pengusaha penggilingan beras dan merugikan petani. "Seharusnya pemerintah melindungi petani dengan menetapkan harga dasar gabah yang saat ini sedang anjlok, bukan sebaliknya, menaikkan harga beras yang menguntungkan pengusaha," ucap Kusnan.

Senada dengan SPI, pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian berpendapat kenaikan HET beras hanya menguntungkan pedagang, bukan petani. Kalau ingin nilai tukar petani (NTP) naik, ujar Eliza, pemerintah seharusnya menaikkan harga pembelian gabah.

Ketika panen raya, CORE mencatat harga beras masih bertengger tinggi, tapi harga gabah anjlok drastis dari rata-rata Rp 7.000 per kilogram gabah kering panen menjadi Rp 5.000-5.500 per kilogram. Eliza menuturkan kebijakan menaikkan HET beras akan membuat NTP turun karena harga jual yang diterima petani tidak naik, sementara pengeluaran naik.

NTP adalah perbandingan antara pendapatan yang diterima petani dari hasil penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Badan Pusat Statistik melaporkan NTP nasional pada April 2024 turun 2,18 persen dibanding pada bulan sebelumnya menjadi 116,79. "Ketika harga gabah anjlok dan harga beras dinaikkan, justru NTP akan kecil. Margin petani akan menipis," ujar Eliza. 

Kondisi ini terutama berlaku bagi petani yang lahannya sempit dan sebagian besar hasil panennya langsung dijual untuk modal menanam selanjutnya. Walhasil, jumlah beras yang disimpan sedikit sehingga petani kerap terpaksa membeli beras ke pedagang. 

Artinya, Eliza menambahkan, petani sendiri sebagai produsen belum tentu bisa menjangkau pangan karena keterpaksaan menjual untuk modal menanam selanjutnya. Hal ini makin ironis lantaran petani yang menanam padi berkualitas baik justru mengkonsumsi beras yang berkualitas lebih rendah.

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, juga menuturkan kenaikan HET bukan langkah pengendalian harga beras yang tepat. Khudori menjelaskan, situasi perberasan di Tanah Air dalam tiga tahun ini sedang tidak normal karena harganya terus melambung.

"Penyesuaian HET dalam situasi tidak normal ini tidak disarankan," ucap Khudori. Terlebih, HET beras yang akan ditetapkan pemerintah sama besarnya dengan HET pelonggaran sebagai harga keseimbangan baru. Padahal HET seharusnya disesuaikan dengan ongkos produksi yang memang naik. 

Menurut Khudori, sebaiknya sistem HET diganti dengan harga batas atas atau ceiling price, yang prinsipnya hanya mengikat pemerintah. Konsepnya, jika harga beras melampaui ceiling price, pemerintah lewat badan usaha milik negara atau BUMN yang ditunjuk bisa melakukan intervensi pasar. 

Untuk mengatasi sengkarut beras di Tanah Air, kebijakan menaikkan HET saja tidak cukup. Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan Ayip Said Abdullah mendesak pemerintah memastikan produksi beras cukup sehingga harga stabil. Dia menyatakan pemerintah juga perlu memperhatikan persoalan konversi lahan sawah dan kesejahteraan petani. 

"Tidak bisa hanya membuat kebijakan di hulu atau hilirnya, tapi juga harus terintegrasi dan menyelesaikan persoalan produksi yang menjadi akar masalah," tutur Said. 

***

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Clara Jelita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Reporter di Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus