Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pelaku usaha tengah menjalani prosedur bertahan alias survival mode sepanjang tahun ini. Ikat pinggang kian kencang setelah Indonesia resmi memasuki zona resesi, dengan indikator pertumbuhan ekonomi minus pada dua kuartal berturut-turut, yaitu -5,32 persen pada triwulan II 2020 dan -3,49 persen pada triwulan III 2020. “Pengusaha mengupayakan segala cara untuk bertahan dan memanfaatkan semua leverage serta stimulus yang ditawarkan pemerintah sepanjang krisis ini,” ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shinta mengatakan pelaku usaha harus beradaptasi pada situasi yang tidak mudah. Salah satunya melalui efisiensi dan pemanfaatan teknologi. “Ini demi menghindari pemutusan hubungan kerja sebisa mungkin,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Shinta, pengusaha memproyeksikan tekanan ekonomi masih akan berlanjut hingga setahun ke depan di semua sektor. “Kami memperkirakan sekitar 50 persen pelaku usaha di berbagai sektor masih tertekan.” Dia mengatakan pemulihan semakin lambat jika vaksinasi belum berjalan. Bahkan, kata Shinta, tekanan pada beberapa sektor usaha, seperti penerbangan, pariwisata, dan akomodasi, masih akan terus berlangsung hingga 2023-2024. “Jadi, masih berat untuk kami bisa pulih hingga ke level sebelum pandemi. Perlu proses panjang,” kata Shinta.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, walau masih berada pada teritori negatif, sejumlah sektor tercatat mulai membaik pada triwulan III. Sektor transportasi dan pergudangan, kata dia, tumbuh 24,28 persen menjadi -16,70 persen dari -29,18 persen pada triwulan sebelumnya. “Ini sejalan dengan pelonggaran kebijakan pembatasan sosial yang dilakukan,” ujarnya. Airlangga memastikan pemerintah menjaga momentum pertumbuhan dan pemulihan ekonomi, di antaranya dengan meningkatkan belanja dan arus permodalan untuk dunia usaha, sehingga bisa mendorong investasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan insentif yang diberikan pemerintah untuk dunia usaha, baik dalam bentuk perpajakan maupun kredit modal kerja serta berbagai program penjaminan, akan terus digenjot pada tahun depan. “Kami berharap ini akan mengakselerasi kegiatan produktif, sehingga industri bisa kembali menyerap tenaga kerja,” ucapnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan III, kontraksinya memang membaik menjadi -4,31 persen dari sebelumnya -6,19 persen. “Manufaktur menjadi penyumbang terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB), yaitu 19,86 persen, sehingga menyumbang -0,89 persen pada penurunan pertumbuhan ekonomi,” katanya.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo