Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Ekonom Sebut Kenaikan Tarif Tol Picu Inflasi, Baiknya Ditunda

Pemerintah menaikkan tarif tol di beberapa ruaskonom menyebut tidak ada urgensi dalam kebijakan tersebut. Justru berdampak pada sektor ekonomi lainnya, seperti pangan.

25 Februari 2024 | 11.32 WIB

Seorang petugas berjalan di gerbang akses baru pintu masuk ke Stasiun Kereta Cepat Halim di KM 1+842 Tol Jakarta-Cikampek, Jakarta, Minggu, 18 Februari 2024. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menginformasikan akses tol menuju Stasiun Kereta Cepat Whoosh Halim di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 00+850 A ditutup secara permanen pada 18 Februari 2024 namun pihaknya bersama Jasa Marga dan Kementerian PUPR sedang pengadaan akses Tol KM 1+842 Tol Jakarta-Cikampek sehingga menjadi salah satu akses menuju stasiun itu. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
Perbesar
Seorang petugas berjalan di gerbang akses baru pintu masuk ke Stasiun Kereta Cepat Halim di KM 1+842 Tol Jakarta-Cikampek, Jakarta, Minggu, 18 Februari 2024. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menginformasikan akses tol menuju Stasiun Kereta Cepat Whoosh Halim di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 00+850 A ditutup secara permanen pada 18 Februari 2024 namun pihaknya bersama Jasa Marga dan Kementerian PUPR sedang pengadaan akses Tol KM 1+842 Tol Jakarta-Cikampek sehingga menjadi salah satu akses menuju stasiun itu. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Center for of Macroeconomics and Finance INDEF Rizal Taufikurahman mengatakan kenaikan tarif tol akan memicu peningkatan biaya transportasi, khususnya transportasi darat. Beberapa ruas jalan tol tarifnya naik per 21 Februari 2024, sejalan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Jalan tol yang terkena kenaikan tarif meliputi Tol Jakarta-Cikampek, Jalan Layang MBZ, dan Tol Serpong-Cinere.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Artinya, semakin mahal ongkos per barang maupun jasa,” ujar Rizal kepada Tempo, pada Ahad, 25 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi ini, menurut Rizal, akan berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa. Meningkatnya harga produk dan jasa akan meyebabkan inflasi. Inflasi selanjutnya dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, terutama konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

“Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan menurun. Karena konsumsi rumah tangga penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi selama ini,” imbuh Rizal.

Rizal merinci, kenaikan tarif tol akan menggerek angka inflasi terutama dipicu oleh sektor angkutan. Terutama, sektor transportasi, yang menjadi salah satu sektor ekonomi penyumbang kedua terbesar inflasi di tahun 2023. Selain sektor tersebut, ada sektor pangan sebagai penyumbang pertama terbesar inflasi.

Rizal mengatakan kenaikan tarif tol saat ini tidak mendesak. Kondisi ekonomi sedang diliputi ketidakpastian tinggi. Harga pangan semakin melambung di tengah tahun politik.

“Pemerintah dalam kondisi daya beli masyarakat rendah dan harga pangan sedang naik, (baiknya) tidak dieksekusi (kenaikan tarif tol). Lebih baik diurungkan,” lanjutnya.

Dia menyarankan agar pemerintah sebaiknya menahan kebijakan kenaikan tarif tol, mengingat kondisi daya beli masyarakat yang rendah dan lonjakan harga pangan. Terutama menjelang triwulan II 2024 yang merupakan periode penting untuk pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangga selama Ramadhan dan Idul Fitri. 

“Di dalamnya ada mudik, yakni proksi dari sektor transportasi. Artinya jika dinaikan tarif tol, tentu akan mempengaruhi jumlah pengguna tol untuk mudik, dan menurunkan konsumsi transportasi tol,” tutur Rizal.

Rizal menjelaskan, meskipun banyak jalan tol telah dibangun di seluruh Indonesia, kontribusinya dalam menekan inflasi masih minim. Sebaliknya, kenaikan tarif tol berpotensi meningkatkan biaya logistik dan menurunkan efisiensi sektor logistik. Menurut dia, ini terbukti dengan banyak dibangunnya jalan tol dan diresmikan jalan tol baik Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Sulawesi, maupun Trans Kalimantan, masih belum mampu menekan angka inflasi baik di daerah maupun nasional. 

“Naiknya tarif tol justru berpotensi meningkatkan biaya logistik, sehingga produktivitas dan efisiensi sektor logistik akan menurun,” kata Rizal.

Beleid tentang kenaikan tarif tol sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan PP Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol yang mengalami perubahan pada PP Nomor 17 Tahun 2021, dengan penyesuaian setiap dua tahun sekali karena pengaruh inflasi.

ADINDA JASMINE PRASETYO 

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Alumni President University jurusan International Relations, Strategic and Defense Studies. Menulis tentang Politik, Ekonomi, Seni, dan Gaya Hidup. Bukunya terbit pada 2020, Gender Inequality in Southeast Asia: An Itinerary to the Light.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus