Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap kondisi ekspor dan impor Indonesia hingga akhir Juni 2023 yang mengalami perlambatan. Hingga periode tersebut, ekspor Indonesia mencapai US$ 20,61 miliar atau mengalami kontraksi 21,2 persen dibandingkan tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Memang kalau kita lihat nilai ekspor dua tahun berturut-turut, yaitu 2021 dan 2022, itu sangat tinggi tentu karena harga komoditas yang waktu itu melambung sangat besar. Juga karena kemampuan Indonesia untuk menjaga ekspornya,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui akun YouTube Kemenkeu RI pada Senin, 24 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani juga melihat dengan ekonomi dunia melemah permintaan terhadap barang ekspor mengalami penurunan serta harga komoditas mengalami koreksi, sehingga tren ekspor mulai mengalami penurunan dari sisi growth, yang tadinya double digit sangat tinggi, sekarang bahkan kontraksi.
Sementara di sisi lain impor juga mengalami penurunan cukup tajam 18,3 persen. Menurut bendahara negara ini, ini adalah industri manufaktur yang berorientasi ekspor, sehingga pasti terpengaruh dengan potensi demand-nya.
“Kita lihat neraca perdagangan sampai dengan Juni 2023 mengalami surplus, tetap surplus. Meskipun ekspor dan impor kontraksi level atau tingkat ekspor lebih tinggi dari tingkat impor,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani berujar neraca perdagangan ekspor dan impor mencapai surplus US$ 3,45 miliar untuk bulan Juni saja. Sedangkan secara akumulasi Januari-Juni 2023 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 19,93 miliar.
“Ini adalah sebuah prestasi karena kalau dilihat 38 bulan berturut-turut, neraca perdagangan tetap terjaga surplus,” kata Menkeu Sri Mulyani. "Ini mempengaruhi penguatan dari sektor neraca pembayaran atau eksternal balance kita."
Pilihan Editor: Bukan Ahok, Pengamat Sebut Pejabat Internal Bisa Dipromosikan Jadi Dirut Pertamina Baru