Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Eranya Produk Tekstil Ramah Lingkungan

Konsumen tekstil dan produk tekstil mulai memperhatikan bagaimana produk dibuat.

27 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Direktur PT Asia Pacific Rayon Basrie Kamba mengatakan industri tekstil dan produk tekstil saat ini tidak terlepas dari isu perubahan iklim dan keberlanjutan. Menurut dia, pelaku industri tidak bisa lagi memproduksi barang tanpa memperhatikan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola. Dalam pasar global, kata dia, pembeli tidak lagi sekadar melihat di mana produk dibuat, tapi juga bagaimana produk dibuat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Semua (konsumen) sekarang ingin menyampaikan pesan bahwa mereka tidak lagi melihat faktor made in, tapi faktor responsible supply chain (rantai pasok yang bertanggung jawab),” kata Basrie, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, kapasitas produksi rayon dan poliester yang ramah lingkungan di dalam negeri cukup besar. Dia berujar, industri dalam negeri mampu memaksimalkan potensi tersebut dengan mengaitkan faktor rantai pasok yang bertanggung jawab. Basrie mengatakan perusahaannya berambisi mengembangkan rantai pasok yang bertanggung jawab melalui inovasi teknologi, sertifikasi, dan kolaborasi.

“Kalau bisa, responsible supply chain dimasukkan sebagai roadmap spesifik di dalam roadmap besar industri tekstil dan produk tekstil,” ujar Basrie.

Chief Executive Officer PT Asia Pacific, Fiber Ravi Shankar, berujar, kolaborasi sektor hulu ke hilir sangat diperlukan dalam inovasi industri tekstil dan produk teksil. Untuk mendukung rantai pasok yang bertanggung jawab, Ravi mengatakan, Asia Pacific telah mengembangkan inovasi pewarnaan berwawasan lingkungan yang bernama IIELYX.

“Rata-rata konsumsi air untuk tekstil mencapai 200 liter per kilogram. Dengan teknologi ini, kami bisa mengurangi konsumsi air hingga 91 persen,” ujar Ravi. Selain itu, inovasi tersebut bisa mengurangi 99 persen polusi aliran air, 70 persen potensi hujan asam, 64 persen konsumsi energi, dan 46 persen emisi gas rumah kaca.

Selain India dan Cina, Ravi mengimbuhkan, potensi bahan baku tekstil Indonesia sangat kuat. Menurut dia, perlu ada kepastian investasi dan kejelasan tata aturan perdagangan untuk menstimulasi investasi kapasitas baru. Ravi mengatakan, untuk mendorong daya saing, pemerintah dan pelaku industri perlu meningkatkan nilai tambah produk.

“Perlu ada insentif bagi aktivitas penambahan nilai yang berguna mendorong konsumsi barang baku dalam negeri, khususnya yang bertujuan ekspor,” ujar Ravi.

Chief Executive Officer Dan Liris, Michelle Tjokrosaputro, menyatakan industri tekstil dan produk tekstil harus mulai memperhatikan aspek lingkungan hidup, baik terkait dengan sumber bahan baku serat maupun pengelolaan limbah. Sayangnya, kata dia, masih banyak perusahaan yang kesulitan mengatasi masalah lingkungan, khususnya industri kecil dan menengah, karena proses pengolahan limbah yang mahal.

“Ketika disandingkan dengan impor, produk lokal sering kalah karena di bawah standar. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami untuk berkolaborasi membangun industri tekstil,” ujar Michelle.

Belum lama ini ada tren perpindahan perusahaan tekstil dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Michelle menyatakan hal yang menjadi kendala adalah tidak adanya universitas teknologi di Jawa Tengah. Ia menuturkan, beberapa negara maju telah mengkolaborasikan kerja sama antara peneliti, universitas, perusahaan, dan pemerintah. Namun, saat ini, jumlah ahli tekstil di Indonesia masih sedikit.

“Banyak standar konsumen internasional, terutama pada proses dying (pewarnaan) dan finishing, yang tidak terpenuhi,” ujar Michelle.

Anya Sappira, Regional Sustainability Manajer H&M, menuturkan, ketersediaan bahan baku poliester dan rayon adalah kekuatan Indonesia terkait dengan penciptaan rantai pasok yang bertanggung jawab. Ia mengatakan, apabila bisa menjadi hub di Asia Tenggara untuk produk rayon dan poliester yang bisa didaur ulang, Indonesia akan menjadi pemimpin industri tekstil. 

LARISSA HUDA

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus